NUNUKAN, KOMPAS.com – Sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia di Kecamatan Lumbis Hulu, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, ada beberapa daerah yang masih berstatus outstanding boundary problems (OBD). Singkatnya, belum ada kepastian daerah itu masuk wilayah Indonesia atau Malaysia.
Namun, di tengah statusnya yang masih abu-abu, ada tiga desa yang warganya secara tegas menyatakan mereka adalah bagian dari Indonesia.
Ketiganya adalah Desa Lipaga yang berpenduduk 270 jiwa, Desa Kabungolor yang berpenduduk 263 jiwa, dan Desa Tetagas yang berpenduduk 246 jiwa.
Baca juga: Untuk Pertama Kalinya, Elpiji Diterbangkan ke Perbatasan RI-Malaysia
Pernyataan itu dilakukan seolah melawan kenyataan. Pasalnya, ketiga desa ini kebutuhan pokok sehari-harinya masih dipasok dari Malaysia.
Karena pilihan untuk jadi Warga Negara Indonesia, mereka harus merasakan hidup yang semakin sulit selama pandemi Covid-19.
Malaysia yang menerapkan lockdown membuat barang tidak masuk ke Kecamatan Lumbis Hulu.
Warga perbatasan ini pun harus hidup dengan hasil bumi seadanya.
"Kehidupan kami masih disediakan alam. Kami berburu dan berladang kalau untuk makan. Kesulitan yang mendera kami di perbatasan, bukan alasan kami harus menyerah dengan keadaan. Apalagi meninggalkan negeri kami dengan memilih Malaysia," kata Camat Lumbis Hulu, Justinus, saat dihubungi, Kamis (18/3/2021).
Baca juga: Warga yang Melintas Dekat Perbatasan Diminta Tak Lari jika Bertemu Aparat Malaysia
Suku Dayak Tahol yang mendiami Kecamatan Lumbis Hulu memang dikenal memiliki rasa nasionalisme tinggi untuk Indonesia.
Saat konfrontasi dengan Malaysia terjadi pada 1965, banyak warga Dayak Tahol yang jadi relawan untuk Indonesia.