KOMPAS.com- Persoalan pendirian bangunan permanen di Pemalang, Jawa Tengah yang dianggap menghalangi akses empat keluarga belum juga usai.
Bahkan masalah yang berlarut-larut itu membuat Bupati Pemalang, Mukti Agung Wibowo turun tangan.
Bupati meminta pembangunan tembok yang dianggap menghalangi akses keluar masuk empat keluarga dihentikan.
Di sisi lain, pihak pemilik tanah kukuh tak ada aturan yang ia langgar dalam pendirian bangunan tersebut.
Baca juga: Bupati Pemalang Minta Pembangunan Tembok yang Halangi Akses 4 Keluarga Dihentikan
Bupati bahkan sempat melewati akses jalan setapak yang benar-benar hanya bisa dilewati oleh satu badan manusia itu.
Mukti meminta, keluarga Sukendro menghentikan pembangunan.
Alasannya, akan banyak perubahan yang terjadi termasuk desain jika ada sesuatu.
Sulit melakukan pergeseran jika tinggi dan bangunannya dibangun permanen.
"IMB akan ditinjau ulang dan otomatis kami akan gratiskan bila terjadi perubahan IMB," kata dia
Dia juga memastikan akan membantu menengahi persoalan tersebut agar segera dapat diselesaikan.
"Kami sudah mengumpulkan informasi dari kedua belah pihak. Kami siap membantu untuk win-win solution agar sama-sama enak dan cepat selesai," tandas Mukti Agung.
Baca juga: Tak Mau Bongkar Tembok meski Halangi Akses 4 Keluarga, Sukendro: Saya Membangun di Tanah Sendiri
Mengenai pendirian bangunan, pemilik tanah Sukendro merasa tak melanggar aturan.
Sebab, ia merasa membanggun di atas tanahnya sendiri.
"Saya membangun rumah di tanah milik sendiri, ada sertifikat dan ada IMB, tidak ada yang dilanggar," kata dia.
Dia pun merasa, empat keluarga tersebut masih bisa keluar masuk dengan akses jalan yang ada.
Namun, untuk membongkar bangunan tersebut, Sukendro kukuh pada keputusan meminta ganti rugi Rp 150 juta.
"Saya juga sudah membuka jalan untuk bisa lewat jalan kaki. Sedang untuk membuka satu meter, saya tetap pada keputusan keluarga yaitu meminta ganti rugi bangunan dan immaterial Rp 150 juta, lebar satu meter panjang 25 meter," kata Sukendro.
Baca juga: Uang Miliaran di BMT Semarang Tak Bisa Diambil, Nasabah Menangis Histeris, Ini Penjelasan Pihak BMT
Sebelumnya, sebanyak empat keluarga merasa kesulitan keluar masuk lantaran akses menuju ke rumah mereka dibangun tembok dan bangunan permanen.
Mediasi yang difasilitasi oleh Polsek Petarukan pun tidak menemukan titik temu.
Pihak pemilik tanah Sukendro mengatakan, bersedia membongkar bangunan dengan kompensasi Rp 150 juta. Sebab, mereka merasa tanah itu adalah tanah sendiri dan telah dibagi waris.
"Saya terus terang tidak ada masalah apapun diviralkan di media elektronik dan cetak. Saya membangun di situ, ini saya ada IMB dan sertifikat tanah. Saya hanya memberi 1x25 meter persegi, tapi dengan ketentuan ganti rugi tanah bangunan dan immaterial Rp 150 juta. Tapi ditawar Rp 16 juta," kata Sukendro di Mapolsek Petarukan, Sabtu (13/3/2021).
Keluarganya juga merasa keberatan lantaran persoalan ini dikait-kaitkan dengan persoalan Pilkades.
Di sisi lain, perwakilan empat keluarga Tri Budi mengaku hanya bisa membayar Rp 16,5 juta dari permintaan kompensasi Rp 150 juta.
"Ganti rugi kami memang tidak sanggup untuk membayar sebesar Rp 150 juta tersebut dan hanya bisa menawar Rp 16 juta. Permintaan maaf untuk keluarga sudah dilakukan dan melalui media TV juga cetak dan online juga telah dilakukan,” ungkap Tri Budi.
Tri Budi menjelaskan, pihak keluaga kini meminta izin pada tetangga di samping rumahnya yang bagian rumahnya dijadikan akses jalan sementara.
Jalan itu adalah pagar kandang ayam milik Amsori yang menyisakan jalan menyempit.
"Tahun depan pekarangan akan dibangun rumah oleh anak Pak Amsori. Kami inginkan permasalahan ini cepat selesai," kata dia.
Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Pekalongan, Ari Himawan Sarono | Editor : Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.