KARAWANG, KOMPAS.com - Penanganan pangan melalui kelembagaan Bulog menjadi lembaga komersial yang berbasis profit merupakan sesuatu yang mustahil. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi kepada Kompas.com.
"Mustahil Bulog jadi lembaga bisnis. Mustahil Bulog dapat untung, yang ada pasti buntung," kata Dedi saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (16/3/2021).
Dia menjelaskan, dari sisi kinerja perusahaan pangan tersebut bukan perusahaan komersial. Disisi lain, kata Dedi, urusan pangan adalah urusan ketahanan dan urusan kehidupan rakyat secara menyeluruh.
"Sehingga tak mungkin kita melakukan bisnis untuk kepentingan kehidupan dan ketahanan nasional," jelas Dedi.
Baca juga: Kalau Harus Impor, Bulog Mengeluh Berasnya Cuma Menumpuk di Gudang
Sejak Bulog dibuat jadi lembaga profit, lanjut Dedi, yang terjadi adalah tumpukan utang. Hal ini karena Bulog harus melakukan penyerapan gabah petani.
Selain itu, kata Dedi, Bulog harus menyimpan beras impor sebagai cadangan beras. Ketika tidak dibutuhkan, maka beras harus disimpan.
"Pada waktu disimpan itu Bulog perlu biaya pemeliharaan agar (beras) tak busuk dan (terjadi) berbagai ragam problem yang berdampak pada susutnya beras baik kualitas maupun kuantitas," kata Dedi.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Posting Jalan Rusak ke Medsos Itu Biasa, Tak Usah Marah
Di sisi lain, tambah Dedi, bunga dari pembelian beras dan gabah itu harus dibayar sedangkan barang tidak bergerak. Bahkan cenderung turun harga di saat stok barang tinggi.
Dampak yang terjadi, menurut Dedi, bunga bank dan pokok pinjaman harus tetap dibayar. Akhirnya, pokok dan bunga tidak terbayar dan stok beras menumpuk.
"Sedangkan lembaganya sudah dideklarasikan jadi lembaga profit, Perum," katanya.