Pada 2013, Sukarsana mengikuti lomba wirausaha muda pemula berbasis teknologi yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Bangli yang bekerja sama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, BPPT, dan Bank Indonesia (BI) Bali.
Ide bisnis untuk pengembangan kopi Kintamani yang sudah mendunia dan bermanfaat bagi petani keluar sebagai finalis terbaik. Ia mendapat modal sekitar Rp 10 juta.
Hadiah itu dipakai merintis bisnis yang diberi nama Arabica Coffee Kintamani. Awalnya, ia menjadi reseller produk petani.
Setelah mengumpulkan keuntungan berjualan kopi, ia membeli mesin sangrai (roasting).
Lalu, ia membangun kerja sama dengan salah satu petani untuk mendirikan industri rumahan pengolahan kopi.
Untuk menarik pembeli, ia memberi garansi 100 persen terhadap produk yang dijual dengan selalu menyediakan kopi segar dan tak pernah stok dalam jumlah banyak.
Efeknya banyak pembeli yang merekomendasikan produk kopinya ke pembeli lain.
Baca juga: Sebuah Jembatan yang Dibangun pada Zaman Belanda Ambrol, Aktivitas Warga Terganggu
"Sehingga jadi bagian dari marketing gratis. Konsepnya bussiness to bussiness," kata dia.
Adapun pelanggan utama dari usahanya yakni toko kopi, roaster, restoran, hotel, dan pencita kopi.
Awalnya, ia mampu menjual kopi arabika Kintamani sekitar 10 kilogram setiap bulan.
Seiring berjalannya waktu usaha rintisannya sukses dan menjual satu hingga dua ton kopi arabika Kintamani setiap bulan.
Omzet dari usahanya itu sekitar Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar setiap tahunnya.
Sukarsana mengatakan, ide bisnisnya yakni mengangkat kopi lokal daerahnya agar dikenal secara luas dan bermanfaat bagi petani.
Sebab, ia belum menemukan usaha yang fokus menggeluti secara khusus kopi arabika Kintamani.
"Usaha yang saya geluti sudah berjalan sembilan tahun, dan idenya mengangkat nilai kelokalan. Tahun itu tak ada orang Kintamani yang fokus di sini, saya kemudian mencoba mengangkat potensi kopi ini," katanya.