Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seniman Yogyakarta Coba Mengungkap Sisi Lain dari Klitih

Kompas.com - 12/03/2021, 07:21 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Yogyakarta memiliki julukan kota pelajar, banyak mahasiswa maupun siswa dari daerah lain menjalani studi di kota ini.

Namun, predikat kota pelajar memiliki sisi kelam. Salah satunya adalah permasalahan kejahatan jalanan atau sering disebut dengan klitih.

Klitih tidak hanya baru-baru ini mencuat ke tengah-tengah warga Yogyakarta, tapi sudah sejak tahun 1990-an telah ada di Yogyakarta.

Baca juga: Harapan Jokowi Usai Tinjau Vaksinasi Massal 517 Seniman dan Budayawan Yogyakarta

Pameran seni bertajuk Museum Lost Space coba menunjukkan bukti-bukti Klitih sejak 1990-an hingga sekarang ini.

Digelar di Galeri Lorong, Dusun Jeblok, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, pameran ini menunjukkan nama-nama geng, sketsa peta di mana geng berada, hingga senjata yang digunakan untuk melancarkan aksi klitih di jalanan Yogyakarta.

Berbagai macam senjata dipamerkan pada pameran ini seperti, pedang, gir, buntut ikan pari, knuckle, hingga korek api.

Bahkan beberapa senjata memiliki nama di kalangan geng klitih seperti pedang pencabut nyawa.

Yahya Dwi Kurniawan, salah satu seniman dalam pameran ini, menjelaskan tujuan dari dibuatnya pameran ini adalah untuk memberikan edukasi kepada pelaku klitih, dan juga masyarakat.

Baca juga: Hari Pertama Vaksinasi untuk Lansia di Yogyakarta Hanya Tercapai 60 Persen

Menurut dia, klitih tidak begitu saja terjadi tetapi banyak hal yang menyebabkannya terjadi.

"Klitih tidak terjadi begitu saja, tetapi saat saya melakukan observasi selama 8 bulan ternyata banyak variabelnya. Seperti yang sering ditemui mereka anak-anak muda kehilangan ruang untuk berekspresi," kata Yahya ditemui di Galeri Lorong, Kamis (11/3/2021).

Lebih lanjut dia menjelaskan, kebanyakan pelaku klitih berasal dari Yogyakarta.

Mereka melihat perkembangan Kota Yogyakarta, tapi tidak bisa menikmati kemajuan kota sebagai warga asli Yogyakarta.

Lebih lanjut, Yahya menjelaskan ada perbedaan klitih dari zaman ke zaman.

Misalnya pada era 1990-an klitih lebih didominasi dengan alasan ekonomi dan wilayah, sedangkan era sekarang adalah eksistensi.

"Pemicunya banyak salah satunya kecemburuan sosial. Misalnya saat mereka mau nongkrong di coffee shop yang saat ini merebak mereka tidak mampu mengingat UMR Yogyakarta kecil. Satu dua kali oke lah, kalau tiap hari uang jajan mereka gak cukup, sedangkan yang membeli malah para pendatang," sebut Yahya.

Baca juga: Wisatawan Wajib Bawa Surat Hasil Antigen ke Yogya walau Sudah Divaksin

Lalu saat para pelaku klitih ingin bermain di kampungnya, sudah banyak kos-kosan dibangun di kampungnya sehingga tidak ada ruang mereka untuk berekspresi dan bermain.

"Dulu ada ruang publik yaitu di alun-alun utara tetapi sekarang dipasang pagar, sehingga mereka kembali ke jalanan. Oleh sebab itu pameran ini dinamakan Museum Lost Space, " kata Yahya.

Yahya menilai pelaku klitih dapat keluar dari lingkaran kekerasan itu ketika mereka masuk kuliah atau mendapatkan teman-teman baru.

"Ketika masuk kuliah mendapat teman baru dan teman-teman barunya tidak membicarakan kejahatan jalanan lagi, mereka otomatis akan keluar dari lingkaran klitih," ujar dia.

Baca juga: Jalur KRL Yogya-Solo Bakal Diperpanjang Sampai Madiun

Dia pun coba mengajak beberapa orang pelaku klitih untuk ikut serta dalam pameran ini, para pelaku diizinkan untuk mencoret-coret kanvas dengan cat semprot.

Seperti saat mencoret-coret tembok dengan geng klitih mereka.

"Sebenarnya mereka ini banyak yang bisa melukis, bermain musik, mereka butuh tempat untuk eksistensi. Selain itu mereka juga butuh untuk diajak berdialog berkomunikasi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditinggal 'Njagong', Nenek Stroke di Grobogan Tewas Terbakar di Ranjang

Ditinggal "Njagong", Nenek Stroke di Grobogan Tewas Terbakar di Ranjang

Regional
Terungkap, Napi LP Tangerang Kontrol Jaringan Narkotika Internasional

Terungkap, Napi LP Tangerang Kontrol Jaringan Narkotika Internasional

Regional
Siswi SMA di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri

Siswi SMA di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri

Regional
Mengaku Khilaf, Pria di Kubu Raya Cabuli Anak Kandung Saat Tidur

Mengaku Khilaf, Pria di Kubu Raya Cabuli Anak Kandung Saat Tidur

Regional
Masyarakat Diminta Waspada, 5 Orang Meninggal akibat DBD di Banyumas

Masyarakat Diminta Waspada, 5 Orang Meninggal akibat DBD di Banyumas

Regional
Tangerang-Yantai Sepakat Jadi Sister City, Pj Walkot Nurdin Teken LoI Persahabatan

Tangerang-Yantai Sepakat Jadi Sister City, Pj Walkot Nurdin Teken LoI Persahabatan

Regional
Lebih Parah dari Jakarta, Pantura Jateng Alami Penurunan Muka Tanah hingga 20 Cm per Tahun

Lebih Parah dari Jakarta, Pantura Jateng Alami Penurunan Muka Tanah hingga 20 Cm per Tahun

Regional
Kasus DBD di Demak Tinggi, Bupati Ingatkan Masyarakat Fogging Bukanlah Solusi Efektif

Kasus DBD di Demak Tinggi, Bupati Ingatkan Masyarakat Fogging Bukanlah Solusi Efektif

Regional
Stok Vaksin Hewan Penular Rabies di Sikka Semakin Tipis

Stok Vaksin Hewan Penular Rabies di Sikka Semakin Tipis

Regional
BBWS Pemali Juana Ungkap Solusi Banjir Pantura Jateng: Harus Keluarkan Sedimen dan Perkuat Tanggul

BBWS Pemali Juana Ungkap Solusi Banjir Pantura Jateng: Harus Keluarkan Sedimen dan Perkuat Tanggul

Regional
Siswi SMA di Kupang Melahirkan, Bayi Disembunyikan dalam Koper

Siswi SMA di Kupang Melahirkan, Bayi Disembunyikan dalam Koper

Regional
9 Nelayan di Lombok Timur Ditangkap Terkait Dugaan Pengeboman Ikan

9 Nelayan di Lombok Timur Ditangkap Terkait Dugaan Pengeboman Ikan

Regional
Pengedar Narkoba Ditangkap di Semarang, Barang Bukti Sabu 1 Kg, Diduga Jaringan Fredy Pratama

Pengedar Narkoba Ditangkap di Semarang, Barang Bukti Sabu 1 Kg, Diduga Jaringan Fredy Pratama

Regional
Momen Mantan Gubernur NTB Ditanya soal Perselingkuhan dengan Istri Terdakwa saat Jadi Saksi Persidangan

Momen Mantan Gubernur NTB Ditanya soal Perselingkuhan dengan Istri Terdakwa saat Jadi Saksi Persidangan

Regional
Apple Mau Tanam Modal di Indonesia, Pemkot Tangerang Buka Peluang Investasi bagi Perusahaan Multinasional

Apple Mau Tanam Modal di Indonesia, Pemkot Tangerang Buka Peluang Investasi bagi Perusahaan Multinasional

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com