NUNUKAN, KOMPAS.com – Batas perairan Indonesia–Malaysia di Sei Ular, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menjadi fokus perhatian pemerintah.
Di wilayah sungai tersebut, beberapa kali masyarakat Indonesia setempat dituding melanggar batas perairan.
Kasus penangkapan terbaru terjadi pada Rabu (10/2/2021). Sebanyak delapan warga negara Indonesia asal Nunukan diamankan Pasukan Gerakan Am (PGA) Malaysia.
Baca juga: 2 Warga Malaysia Terdampar di Pulau Rupat Riau, Diberi Makan dan Pakaian
Merespons kasus ini, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) meninjau batas perairan di Sei Ular.
"Kami bersama-sama, tengah melakukan upaya penyelesaian masalah. Kasus ini butuh penyelesaian lintas sektor," ujar Asisten Deputi (Asdep) Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara BNNP, Siti Metrianda, ditemui usai meninjau kawasan Sei Ular, Rabu (10/3/2021).
Permasalahan batas negara, kata Siti, merupakan sebuah masalah yang kompleks dan butuh penyelesaian dari hulu ke hilir.
Upaya sementara yang bisa dilakukan adalah pencegahan.
BNPP bersama Kementerian Luar Negeri akan berkoordinasi dengan aparat keamanan laut Malaysia dan Indonesia.
Perlu membangun satu persepsi bahwa melintas batas perairan sebagaimana kasus Sei Ular adalah sebuah kewajaran.
"Kami melihat bagian dangkal ada di batas Indonesia, dan bagian dalam di Malaysia. Ini terjadi karena sedimentasi atau alasan lain. Ini butuh saling pengertian antarpetugas keamanan laut dua negara," imbuhnya.
Baca juga: WNI Kerap Ditangkap Aparat Malaysia di Batas Perairan, TNI Kawal Perjalanan Malam di Nunukan
BNPP juga akan berkomunikasi dengan Konsulat Republik Indonesia (KRI) di Tawau, Malaysia.
Sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia, KRI harus bisa menjelaskan situasi Sei Ular lebih detail.