Sebab, warga yang pernah tinggal di lingkungan itu sudah banyak memiliki rumah sendiri.
Meski ditinggalkan, keluarga yang memiliki aset tanah dan rumah sesekali datang ke kampung mati.
Biasanya mereka menggelar acara peringatan hari wafatnya pendahulu warga yang meninggal di kampung tersebut.
Ahli waris pemilik tanah dan rumah di kampung mati menolak tawaran dari pengembang untuk dijadikan komplek perumahan.
"Namun, bila dibeli untuk pembangunan pesantren ahli waris menerimanya," ujar Ipin.
Setelah viral di media sosial, banyak yang datang ke kampung mati karena penasaran.
Baca juga: Pengembangan Destinasi Wisata Makam Bung Karno untuk Penguatan Wawasan Kebangsaan
Meski area kampung mati luas, kepemilikan tanah hanya dikuasai beberapa ahli waris.
Sementara itu, Sumarno, salah mantan warga kampung Sumbulan menyebut di wilayah itu pernah berdiri sebuah pondok pesantren tahun 1850.
"Pondok itu didirikan sekitar tahun 1850-an oleh Nyai Murtadho," kata Sumarno.
Murtadho merupakan anak seorang ulama dari Demak. Setelah didirikan, warga yang belajar di pondok pesantren tersebut semakin banyak bahkan dari luar daerah.
Namun, setelah Nyai Murtadho dan keluarganya meninggal, pondok pesantren tersebut semakin sepi.
Pada akhirnya, tahun 2016 kampung tersebut benar-benar mati tanpa penghuni satu pun.
Sumarno menambahkan, mayoritas penyebab warga Kampung Sumbulan pindah karena akses jalan yang sulit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.