Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/03/2021, 06:16 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Berbagai studi yang dilakukan sejumlah lembaga riset menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami tekanan mental akibat pandemi Covid-19 ketimbang laki-laki.

Hasil penelitian UN Women yang dirilis pada Oktober 2020 menunjukkan, sebanyak 57 persen perempuan mengalami peningkatan stres dan kecemasan jika dibandingkan dengan laki-laki (48 persen).

Beban perempuan, terutama ibu, juga bertambah seiring dengan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi anak sekolah. Bagi ibu pekerja, peran mereka tidak hanya ganda, tetapi juga berlipat-lipat—sebagai ibu, pekerja, guru, dan pengurus rumah tangga.

Baca juga: Setahun Pandemi, 5 Daerah di Banten Akhirnya Jadi Zona Kuning

Lalu, bagaimana dengan para ibu yang bekerja sebagai tenaga medis? Sejauh ini belum ada penelitian yang menelaah hal tersebut secara spesifik.

Hanya saja, hasil penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperlihatkan 83 persen tenaga kesehatan mengalami burnout syndrome atau stres akibat kelelahan bekerja.

Berikut kesaksian dua perempuan mengenai peran mereka sebagai dokter yang menangani para pasien, sekaligus sebagai ibu yang mengurus anak serta keluarga.

Baca juga: Setahun Pandemi di Jakarta, Kematian Pasien Covid-19 Tembus Angka Tertinggi

Limdawati: Menjadi dokter hingga guru anak-anak

Limdawati, menjadi dokter, dosen, pengurus rumah tangga, dan guru anak-anak selama pandemiDok.Pribadi Limdawati, menjadi dokter, dosen, pengurus rumah tangga, dan guru anak-anak selama pandemi
Suatu malam, Limdawati merasakan kesedihan yang sangat dalam. Lima pasien Covid 19 yang sedang ditangani timnya meninggal dalam satu malam.

Kelima pasien itu memang dalam kondisi buruk, tetapi tetap saja kejadian tersebut membuat dokter spesialis penyakit dalam ini berduka.

"Yang terberat itu, satu malam sampai lima pasien meninggal. Sedih banget," kenang Limdawati.

"Pernah juga satu keluarga kena [Covid-19]. Ibunya kena, anaknya kena, dua-duanya [kondisinya] jelek. Si anak berhasil selamat, tapi si ibu meninggal. Jadi beban rasanya kalau nggak bisa menyelamatkan dua-duanya. Tapi apa boleh buat, kadang Tuhan punya rencana sendiri," imbuhnya.

Baca juga: Setahun Pandemi Covid-19, Ini Catatan Ridwan Kamil

Limdawati mengaku berusaha mengelola kesedihannya agar tidak terbawa ke rumah.

Apalagi, sepulang bekerja, dia harus mengurus ketiga anaknya, terutama anak bungsunya yang masih berusia tiga tahun.

Selama pandemi, ibu berusia 40 tahun ini mendapat tugas tambahan sebagai guru bagi anak-anaknya yang bersekolah secara daring.

Ia cukup beruntung karena dua anak pertamanya sudah bisa belajar mandiri sehingga bisa fokus ke si bungsu.

Baca juga: Setahun Covid-19, Ini Deretan Kejadian di Jatim, Risma Sujud hingga Khofifah Positif Covid-19

Tidak hanya jadi guru bagi anak-anaknya, Limdawati juga berperan sebagai dosen dan pembimbing bagi mahasiswa dan dokter muda.

Berbagai peran yang dijalaninya membuat Limdawati harus menghentikan sementara jadwal praktiknya di sebuah rumah sakit swasta.

"Yang saya sulit itu membagi waktu antara mengurus yang kecil dengan tugas saya membimbing mahasiswa dan merawat pasien. Jadi siasatnya, saya bagi-bagi saja [waktunya]. Tapi yah itu, harus ada yang dikurangi waktunya."

"Makanya, saya kurangi jadwal praktik saya, supaya ada waktu buat yang lain," ujar dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Maranatha Bandung ini.

Baca juga: Setahun Covid-19, Ridwan Kamil Minta Maaf Sekaligus Berterima Kasih

Berbagai peran yang dijalaninya membuat Limdawati harus menghentikan sementara jadwal praktiknya di sebuah rumah sakit swasta. Dok.Pribadi Berbagai peran yang dijalaninya membuat Limdawati harus menghentikan sementara jadwal praktiknya di sebuah rumah sakit swasta.
Limdawati mengaku sangat terbantu dengan adanya asisten rumah tangga. Namun, ia sempat kewalahan dan kelelahan saat asistennya mudik lebaran selama dua bulan.

"Nah dua bulan itu repot setengah mati. Bangun lebih subuh, tidur lebih malam. Bagi-bagi kerjaan sama seisi rumah," ungkapnya.

Peran mengurus anak dan rumah, diakui Limdawati, lebih banyak ditangani dirinya. Sedangkan suaminya, yang juga seorang dokter, lebih fokus bekerja.

"Suami juga dokter, dia juga harus kerja. Saya sih sudah bilang sama suami kalau keadaan seperti ini, mau nggak mau saya yang harus batasi. Saya yang mengurus anak-anak. Dia sih fokus kerja saja," kata warga Kota Bandung itu.

Baca juga: Setahun Covid-19 di Indonesia, Ternyata Ada 7 Kabupaten di Papua yang Tak Tersentuh Corona

Beban fisik dan mental yang ditanggung Limdawati masih harus ditambah dengan kecemasan tertular Covid-19 dan membawa penyakit itu ke rumah.

Sebagai seorang dokter spesialis penyakit dalam, Limdawati berada di barisan terdepan dalam menangani pasien Covid 19 di RS Immanuel Bandung, yang menjadi rumah sakit rujukan Covid 19.

"Kalau dulu itu memang takut juga. Dulu itu kalau ke mana-mana, mobil itu sampai dilap setiap hari, disemprot sama disinfektan."

Baca juga: Setahun Pandemi, Ketika Covid-19 Diduga Sudah Ada di Jakarta Sejak Januari

"Kalau sekarang sih seminggu sekali lah dibersihkannya karena kita tahu virus itu nempel di benda, nanti mati sendiri. Sekarang lebih sering cuci tangan karena memang takut bawa virus sampai ke rumah," tutur Limdawati.

Berada di tengah risiko pekerjaan dan peran yang berlipat-lipat saat pandemi, Limdawati menyadari adanya ancaman burnout syndrome, bahkan depresi.

"Kalau sampai burnout, nggak. Lelah ada sih, pasti. Kadang-kadang kesal juga ada, karena kita kan sudah capek, lihat orang di jalan buka masker, kerumun-kerumun. Aduh sebal banget, karena mereka nggak berpikir kasus Covid makin banyak. Kita juga kelelahan. Untungnya ada tim yang cukup solid, saling menopang satu sama lain," pungkas Limdawati.

Baca juga: Setahun Covid-19, Ini Rentetan Kejadian Menghebohkan Warga di Maluku

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di 'Rumah' yang Sama...

Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di "Rumah" yang Sama...

Regional
Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com