Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Corona di Indonesia, Ini Sederet Tradisi yang Harus “Mengalah” terhadap Pandemi

Kompas.com - 02/03/2021, 08:20 WIB
Reza Kurnia Darmawan

Editor

 

Tradisi bakar batu di Lembah Baliem tak digelar

Biasanya, suasana menjelang bulan Ramadan di Kampung Walesi dan Kampung Tulima, Distrik Walesi, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, akan meriah.

Umat Muslim di Lembah Baliem bersama warga Katolik dan Kristen bersama-sama mengadakan bakar batu.

Tradisi bakar batu kerap berlangsung di Masjid Al Aqsha di Kampung Walesi.

Prosesi bakar batu yang dilangsungkan oleh umat Muslim di Lembah Baliem ini disesuaikan dengan ajaran Islam. Mereka tidak menggunakan daging babi, melainkan ayam.

"Suku Dani di Kampung Tulima dan Kampung Walesi akan tetap menjaga dan memelihara tradisi bakar batu warisan nenek moyang, walaupun begitu tetap menjaga akidah Islam," kata Abu Hanifah Asso, anak Kepala Suku Tahuluk Asso.

Selain ayam, ada juga sayuran, keladi, ubi jalar, singkong, pisang yang turut disusun di tengah batu-batu yang dibakar.

Baca juga: Virus Corona Hentikan Tradisi Bakar Batu Menyambut Ramadhan di Lembah Baliem

Setelah tiga jam kemudian, makanan-makanan tadi disantap bersama-sama.

"Tradisi bakar batu ini juga sekaligus sebagai bentuk ucapan syukur bulan Ramadhan telah tiba, sebagai bentuk silaturahim dan saling meminta maaf dengan seluruh kerabat, baik itu kerabat Muslim maupun kerabat Kristen," ungkap pemuka agama Islam di Kampung Walesi, Tahuluk Asso, seperti dilansir dari Antara, Jumat (24/4/2020).

Akan tetapi, pada Ramadan tahun kemarin, tidak ada upacara bakar batu yang digelar.

Ini karena pemerintah melarang kegiatan yang melibatkan banyak orang demi mengendalikan persebaran virus corona.

Alhasil, mereka menyambut Ramadan di honai atau rumah tradisional masing-masing.

Baca juga: Hampir Dites DNA, Bayi di Cianjur yang Dianggap Lahir Mendadak Akhirnya Terungkap Siapa Ayah Kandungnya

Nekat gelar tradisi berbagi gula, didenda Rp 200.000

Papan pemberitahuan kepada warga terkait denda Rp 200.000 bagi warga Desa Gonggang yang nekat melakukan tradisi lebaran membagi gula kepada warga lainnya. Selain untuk mencegah penularan covid 19, larangan lebaran berbagi gula juga untuk meringankan perkonomian warga.KOMPAS.COM/SUKOCO Papan pemberitahuan kepada warga terkait denda Rp 200.000 bagi warga Desa Gonggang yang nekat melakukan tradisi lebaran membagi gula kepada warga lainnya. Selain untuk mencegah penularan covid 19, larangan lebaran berbagi gula juga untuk meringankan perkonomian warga.

Ketika Lebaran tiba, biasanya masyarakat di Desa Gonggang, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, akan berbagi gula ketika bersilaturahmi dengan tetangga.

Di masa pandemi Covid-19, masyarakat setempat bersepakat untuk tidak melangsungkan tradisi itu.

Kesepakatan untuk meniadakan sementara tradisi berbagi gula ini untuk meringankan beban warga yang ekonominya terdampak akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Warga Desa yang Tetap Lakukan Tradisi Berbagi Gula Didenda Rp 200.000, Ini Alasannya

“Di masa pandemi virus corona seperti ini kita tahu perekonomian warga juga terdampak. Atas nama tradisi akhirnya mereka terpaksa membeli gula untuk ate rater (tradisi berbagi gula),” tutur Kepala Desa Gonggang Agus Susanto, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Rabu (27/5/2020).

Ditiadakannya sementara tradisi ini juga untuk melindungi warga dari persebaran virus corona.

Bila ada warga kedapatan menyelenggarakan tradisi berbagi gula, akan didenda Rp 200.000.

Baca juga: Cerita Driver Ojol Terjang Banjir Sepinggang demi Antar Pesanan: Saya Harus Tanggung Jawab Selesaikan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com