Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

172 Tahun Hilang, Burung Pelanduk Kalimantan Kembali Ditemukan Warga, Difoto Lalu Dilepaskan

Kompas.com - 02/03/2021, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

"Saya rasa sungguh menakjubkan bahwa kami berhasil mendokumentasikan salah satu penemuan zoologi paling luar biasa di Indonesia, jika bukan di Asia (sebagian besar melalui komunikasi online) di di tengah pandemi virus corona, yang membuat kami tidak bisa mengunjungi lokasi," kata Teguh.

Penemuan kembali Pelanduk Kalimatan itu secara dramatis menunjukkan betapa kurang dikenalnya keanekaragaman burung di Indonesia, yang merupakan terbesar di Asia — dengan lebih dari 1.700 spesies ditemukan di banyak pulau kecil yang disurvei di seluruh nusantara.

"Sungguh menyedihkan untuk berpikir bahwa ketika Pelanduk Kalimantan terakhir terlihat, buku 'Origin of Species' karya Charles Darwin bahkan belum dipublikasikan dan merpati pengembara yang sekarang punah tergolong burung yang paling umum di dunia, "kata Ding Li Yong, seorang ahli konservasi di Asia dengan badan amal konservasi burung terkemuka di dunia, BirdLife International, dan juga penulis makalah.

"Siapa yang tahu kekayaan apa yang ada jauh di dalam hutan hujan Kalimantan, terutama di bagian Indonesia, dan kebutuhan terpenting untuk melindungi mereka demi generasi masa depan.

Baca juga: Ternak Burung Murai Jadi Modus Pencucian Uang Bandar Narkoba

Potensi sangat besar untuk konservasi burung

Sementara itu, Mohammad Irham, peneliti bidang ornitologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menyambut baik atas penemuan burung langka itu.

"Ini adalah penemuan yang bagus sekali. Artinya, di antara sekian banyak berita bahwa burung-burung di Indonesia pada umumnya di bawah ambang penurunan populasi karena pemanfaatan yang berlebihan, tetapi kita masih bisa menemukan spesies yang sudah atau hampir dianggap punah," ujar Irham kepada BBC Indonesia.

"Kita masih memiliki potensi yang sangat besar bagi konservasi bagi burung-burung di Indonesia. Apalagi kalau mengingat di Kalimantan hutan dataran rendahnya sudah terkonversi menjadi peruntukan lain," lanjutnya

Baca juga: Curi 10 Burung Merpati Senilai Rp 33,5 juta, Pemuda Ini Dibekuk Polisi

Jadi penemuan burung jenis itu menjadi hal yang membangkitkan optimisme. Artinya, masih ada habitat-habitat di Kalimantan yang cocok bagi berbagai jenis burung.

"Ini menandakan juga bahwa mengapa burung ini ditemukan kembali setelah sekian lama, itu salah satunya [karena] penelitian atau survei burung di Indonesia, terutama di luar Jawa, masih sangat kurang."

""Maka dengan adanya kelompok-kelompok pemerhati burung, seperti Galeatus dan Birdpacker, bisa membuat suatu kemajuan yang baik sekali bagi pengetahuan burung di Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa," ujar Irham.

Baca juga: Berulang Kali Mencuri Sarang Burung Walet, Pria Ini Akhirnya Ditembak Polisi

Secara umum, menurutnya, masih terbuka potensi penemuan jenis burung, baik yang baru sama sekali atau yang belum pernah ditemukan, atau yang semakin jarang dijumpai.

Untuk beberapa jenis tertentu, seperti Pelanduk Kalimantan, ini burung yang termasuk terbiasa di berjalan di atas tanah dan kemungkinan beberapa jenis lain yang sifat biologisnya memiliki densitas atas populasi yang rendah sangat sulit untuk dijumpai.

"Potensi penemuan untuk jenis baru masih terbuka, terutama untuk burung-burung di Indonesia Timur. Apalagi masih ada gap penelitian yang sangat jauh antara yang di Indonesia bagian barat, terutama di Jawa, dengan Indonesia Timur," kata Irham.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com