Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesona Mata Biru dari Siompu

Kompas.com - 28/02/2021, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

Dalam ramalannya, pada keturunan kelima dan keenam akan muncul lagi ciri khas orang Eropa.

Baca juga: Asal Usul Tuban, Legenda Aryo Dandang Wacono hingga Pelantikan Adipati Ranggalawe

La Dala sendiri sempat menjadi Kepala Sekolah Dasar 2 Kaimbulawa, Siompu. Mata biru La Dala ikut menurun kepada Ariska Dala (19) yang merupakan keturunan keenam.

Ariska satu-satunya dari enam anak La Dala dengan mata biru. Sepeti juga ayahnya, mata biru Ariska memiliki kemilau indah dan penuh pesona dengan sorot tajam.

Raut wajah Ariska tak mirip dengan warga kebanyakan, bahkan lebih mirip gadis cantik Eropa dengan rambut sedikit pirang.

Baca juga: Asal Usul Gudeg Yogyakarta, dari Prajurit di Hutan Mentaok hingga Kisah Raden Mas Cebolang

Berawal dari perburuan rempah di Nusantara

Pelaut Portugis datang ke Nusantara pada abad 16 untuk berburu rempah. Tujuan mereka adalah Kepulauan Maluku yang menjadi rumah bagi tanaman primadona, cengkeh dan pala.

La Ode Yusri mengatakan, para pelaut Portugis mula-mula melintasi jalur utara, lewat Pulau Mindanao, Filipina.

Namun, lantaran banyak aksi perompak, Portugis mengalihkan rute pelayaran ke selatan. Mereka pun menemukan Pulau Buton dan dijadikan persinggahan bagi pelaut Portugis saat menuju ke Maluku.

Selama berlabuh, mereka mengisi perbekalan serta menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan Buton.

Baca juga: Asal Usul Balikpapan dan Cerita Perahu Papan Terbalik

Cerita itu termuat dalam naskah kuno Buton, Kanturuna Mohelana (Pelitanya Orang Berlayar).

Namun dalam naskah lawas tersebut tak mencantumkan tarikh kedatangan orang Portugis di Buton.

Yusri menaksir, interaksi Buton-Portugis terjadi antara tahun 1500 sampai 1600-an, sebelum Belanda masuk.

Dalam Kanturuna Mohelana diceritakan interaksi dengan Portugis berlangsung sampai datangnya orang Eropa lain yakni Belanda.

Baca juga: Asal-usul Kota Solo, dari Geger Pecinan hingga Perjanjian Giyanti

Bila taksiran itu betul, maka para pelaut Portugis berinteraksi dengan tiga sultan Buton, Murhum atau Sultan Kaimuddin Khalifatul Khamis (1491-1537), La Tumparasi atau Sultan Kaimuddin (1545-1552), dan La Sangaji (1566-1570).

Mata biru merupakan ciri anak-anak hasil perkawinan silang Buton-Portugis.

Contohnya perkawinan antara Felengkonele, seorang pemimpin armada Portugis, dengan salah seorang putri bangsawan Buton.

Baca juga: Asal Usul Kota Singkawang, dari Pasukan Tiongkok yang Terdampar Saat Tinggalkan Jawa

Menyingkir karena propaganda Belanda

Aspal Buton (Asbuton) produk dalam negeri yang digunakan untuk membangun jalan di Indonesia Ardiansyah Fadli Aspal Buton (Asbuton) produk dalam negeri yang digunakan untuk membangun jalan di Indonesia
Ketika Belanda menguasai Buton, mereka melancarkan propaganda dan fitnah (devide et impera) terhadap keturunan Portugis, yang mereka sebut pengkhianat.

Hal tersebut dilakukan karena Belanda menganggap Portugis sebagai saingan dalam berebut pengaruh di Kesultanan Buton.

Propaganda itu berdampak kepada anak-anak hasil perkawinan Buton-Portugis. Mereka pun memilih menyingkir ke beberapa wilayah, seperti Liya di Kabupaten Wakatobi, Ambon, hingga Malaysia.

Baca juga: Sejarah Nasi Liwet di Indonesia, Makanan Biasa yang Disukai Bangsawan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com