KOMPAS.com - Keempat terdakwa kasus pelemparan atap pabrik tembakau, Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, dan Hultiah, begitu gembira saat majelis hakim persidangan di Pengadilan Negeri Praya, Lombok Tengah, NTB, mengabulkan permohonan penangguhan penahanan mereka.
Salah satunya Hultiah yang tak kuasa menahan tangis. Usai persidangan, dia langsung masuk ke dalam mobil Kejaksaan tanpa menyampaikan sepatah kata kepada awak media.
Kegembiraan juga menyelimuti terdakwa Martini. Dia merasa beryukur hakim memberikan penangguhan penahanan.
Baca juga: Penahanan 4 Ibu Terdakwa Pelemparan Atap Pabrik Tembakau Ditangguhkan
Mengingat anaknya masih balita, butuh ASI, dan perawatan yang baik.
"Alhamdulillah, bahagia banget, bersyukur bisa keluar dari tahanan. Bisa rawat anak dengan baik," kata Martini singkat usai keluar dari ruangan sidang, Senin (22/2/2021).
Baca juga: 4 Ibu Ditangkap karena Lempar Atap Pabrik, Suami: Anak Balita Saya dan Ibunya Dipenjara
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Praya mendakwa keempat ibu tersebut dengan Pasal 170 KUHP ayat 1 Tentang Perusakan dengan ancaman hukuman lima tahun dan enam bulan penjara.
Dalam dakwaan, JPU menyebut keempat ibu tersebut melakukan pelemparan bersama-sama menggunakan batu ke sebuah pabrik rokok yang berada di kampung mereka.
Alasannya karena para terdakwa merasa terganggu dengan bau yang dihasilkan dari pabrik tersebut.
Akibat perbuatan ke empat terdakwa, pabrik mengalami kerusakan dengan taksiran kerugian mencapai Rp 4,5 juta
"Sehingga atap dan gedung saksi korban Ahmad Suhardi, penyok atau rusak, dan para karyawan pulang dengan ketakutan saat jam kerja belum berakhir.
Akibat perbuatan terdakwa, saksi H Muhammad Suhardi mengalami kerugian Rp 4,5 juta," kata JPU Catur.
Setelah pembacaan dakwaan, hakim PN Praya menyampaikan bahwa penangguhan penahanan empat ibu rumah tangga (IRT) asal Desa Waje Geseng tersebut dikabulkan.