Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Keluarga Iskandar Merawat Aksara Incung yang Berusia 1.000 Tahun

Kompas.com - 21/02/2021, 20:54 WIB
Suwandi,
Farid Assifa

Tim Redaksi

“Benda pusaka baru diturunkan saat penobatan depati dan pembersihan benda pusaka, yang ditandai dengan ritual kenduri sko. Itu yang membuat naskah-naskah itu bertahan ratusan tahun,” kata Uli Kozok, profesor linguistik di Hawaii University sekaligus peneliti aksara Surat Incung di Kerinci pada 1999-2003.

Penurunan benda pusaka dengan upacara adat membuat tidak semua orang dapat mengakses naskah-naskah tua.

Upacara adat membutuhkan biaya besar dan pesyaratan yang banyak. Tidak semua ritual sukses dilakukan, terkadang roh lelulur marah, yang ditandai dengan pemimpin upacara kesurupan. Itu pertanda syaratnya masih kurang.

Incung berumur 1.000 tahun berisi mantera dan ratapan patah hati

Paling sedikit 200-an naskah menggunakan aksara incung atau surat incung, yang masih menjadi barang pusaka. Ia memperkirakan aksara Incung masih digunakan sampai abad ke-20. Hilangnya aksara incung karena diganti dengan huruf latin atau jawi (Arab Melayu).

Surat Incung menggunakan bahasa Melayu dan bercampur dengan bahasa Kerinci. Aksara Incung pada masa lalu digunakan di seluruh wilayah Kerinci dan wilayah perbatasan namun dengan variasi lokal.

“Belum ada sumber yang menunjukkan penciptaan surat incung. Masih belum jelas, tetapi sudah digunakan sejak abad ke-14, dugaannya sudah diciptakan sekitar 1.000 tahun lalu,” tambah Kozok.

Awalnya media tulis yang paling umum digunakan ialah bambu dan tanduk kerbau. Bambu biasanya digunakan untuk puisi cinta. Puisi cinta tersebut biasanya sangat sedih karena menceritakan nasib seorang bujang yang patah hati.

Tampaknya puisi tersebut merupakan bagian dari adat berpacaran, dan itu juga salah satu alasan maka kebanyakan orang Kerinci pandai menulis dengan menggunakan Surat Incung.
Sementara tanduk biasanya digunakan untuk surat perjanjian atau piagam. Misalnya apabila ada sengketa antara kampung dalam hal batas wilayah.

Maka diadakan perundingan dan kedua belah pihak meluruskan sengketa tersebut dengan mengadakan jamuan.

Untuk jamuan tersebut dipotong seekor kerbau, dan tanduknya digunakan untuk mengabadikan perjanjian tersebut. Masing-masing pihak dapat satu tanduk.

Selain itu, cukup banyak teks yang mengandung ramalan, ilmu gaib dan mantera. Sementara untuk prasasti aksara yang digunakan selalu aksara Malayu yang hampir sama dengan aksara Jawa Kuno atau Kawi. Surat Incung tidak pernah digunakan untuk prasasti.

Incung di ruang publik

Berlomba dengan aksara latin, incung terus membumi. Kozok dan British Library sudah mendigitalisasi sampai ratusan naskah incung dan dapat diakses dengan mudah pada laman perpustakaan Inggris Raya tersebut.

Selanjutnya, pemuda asal Kerinci, Iwan Setio juga telah membuat font incung, namun baru bisa digunakan dalam komputer pribadinya. Untuk membuatnya diakses banyak komputer, dibutuhkan kesepakatan dan proses panjang.

“Saya menilai aksara incung belum final. Jumlahnya tidak 28, tetapi 31 huruf. Untuk melepaskan incung dalam font komputer, harus ada kesepakatan dulu, pertemuan antar ilmuwan,” kata Iwan yang juga peneliti Sejarah dan Budaya Kerinci.

Iwan sendiri telah menciptakan 31 font pada komputer pribadinya. Namun belum berani dilepaskan ke publik, karena membutukan kesepakatan banyak orang.

Hal senada juga disampaikan Uli Kozok, yang paling mendesak dilakukan menurutnya adalah Unicode untuk surat incung, lalu harus ada font agar dapat ditulis di komputer.

Incung memang belum masuk ke ranah digital. Setidaknya, pemerintah Kerinci dan Sungaipenuh telah menjadikan aksara incung sebagai nama jalan dan gedung pemerintahan.

Tentu hal ini dapat diperluas ke Provinsi Jambi. Pasalnya, kesepakatan dalam Seminar Aksara Kerinci Daerah Jambi pada tanggal 29 Februari 1992, merekemondasikan penguatan sebutan nama aksara incung, penguatan fungsi, pemasyarakatan aksara Incung melalui lembaga pendidikan, dan produksi buku-buku aksara incung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com