Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Yason Pemuda Papua Ciptakan Kompor Oli Bekas, untuk Rumah Tangga hingga Ritual Adat

Kompas.com - 21/02/2021, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Tugas akhir di ujung jenjang pendidikan strata satunya memberi kesempatan bagi Yason Agapa menemukan ide membuat kompor berbahan bakar oli bekas.

Kreasinya itu memang bukan sama sekali baru. Namun, inovasi mahasiswa Universitas Cenderawasih asal Deiyai Papua itu diyakini ramah lingkungan, karena mendaur ulang oli bekas yang selama ini dibuang begitu saja.

Muda-mudi asal Papua berulang kali mencuat berkat prestasi cemerlang di bidang akademik.

Tahun lalu, sejumlah inovasi yang dianggap dapat bermanfaat bagi komunitas lokal juga bermunculan dalam ajang pencarian 'ilmuwan muda Papua'.

Baca juga: 13 Kepala Suku Pegununungan Tengah Papua Dukung Otsus Diperpanjang

Lantas, bagaimana memastikan setiap bakat muda Papua berpeluang membuat terobosan teknologi? Dan dapatkah inovasi mereka menjadi solusi banyak persoalan di Papua?

Yason, yang menamatkan kuliahnya akhir tahun 2020, mengungkapkan sempat dipandang sebelah mata saat mengajukan gagasan membuat kompor berbahan oli bekas ini.

Namun Yason yakin dapat menerapkan ide itu, yang menurutnya tidak sulit dikerjakan.

"Proposal tugas akhir saya pertamanya tentang mesin parut kelapa. Tapi dosen tidak setuju karena kakak-kakak tingkat saya sudah pernah membuatnya," ujar Yason saat dihubungi, awal Februari lalu.

Baca juga: Polisi Jadi Guru Dadakan, Turun ke Kampung Mengajar Anak-anak di Papua

Yason Agapa merakit kompor berbahan bakar oli bekas.Yason Agapa Yason Agapa merakit kompor berbahan bakar oli bekas.
"Saya lalu maju dengan proposal baru. Dosen pembimbing bingung, ini kompor apa? Kompor kan banyak, kata dia. Ini kompor oli bekas, kata saya."

"Pembimbing dan penguji waktu itu bingung. Saya bilang tidak apa-apa, nanti saya bikin kompor ini sampai jadi," lanjut Yason.

Dia mengaku tidak menghabiskan waktu lama untuk merangkai kompor oli bekas ini. Tantangan terbesarnya justru menemukan penjual mesin peniup angin atau blower di Jayapura.

Mesin ini menjadi komponen termahal kompornya, seharga sekitar Rp1 juta.

Baca juga: Koteka dan Rok Rumbai, Pakaian Adat Papua

"Produksinya selesai dalam satu jam, kalau bahannya sudah lengkap. Mesin blower susah dicari, harus pesan dari luar. Kemarin saya beli di Jayapura, tapi mereka bilang cuma ada satu," tuturnya.

Proses menyalakan kompor buatan Yason membutuhkan waktu sekitar lima menit. Pertama, mesin peniup angin harus dioperasikan. Angin dari mesin ini dialirkan menuju tungku melalui pipa sepanjang satu meter.

Yason menampung oli bekas di dalam galon air minum. Galon ini diletakkan dalam posisi yang lebih tinggi dari blower dan tungku.

Baca juga: Personel Paskhas TNI AU Ditembaki di Bandara Amenggaru Papua, 1 KKB Tewas

Setelah mesin peniup angin berputar, oli bekas diteteskan melalui pipa kecil agar mengalir ke tungku. Setelah itu, barulah Yason menyalakan sumbu di tungku menggunakan korek api.

"Kompor ini aman. Tidak akan terbakar atau meledak," klaim Yason.

Empat bulan setelah kompor buatannya di-acc tim dosen, Yason mengaku sudah menjual lebih dari 50 kompor ke warga Jayapura dan Nabire.

Yason berkata, pembeli bukan cuma menggunakannya untuk keperluan rumah tangga, tapi juga untuk memasak babi dalam ritual adat dan acara keagamaan.

Baca juga: Kontak Senjata dengan Aparat Selama 2,5 Jam, Seorang KKB Tewas di Puncak Papua

Yason Agapa (kanan) berpose bersama pembeli kompor oli bekasnya.Yason Agapa Yason Agapa (kanan) berpose bersama pembeli kompor oli bekasnya.
Yason menjual kompor ini seharga Rp 2 juta atau relatif lebih tinggi daripada kompor gas biasa. Dia berkata, angka itu muncul karena harga komponen dasar kompor ini, salah satunya mesin peniup angin, memang mahal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com