Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banting Setir ke Perabot Dapur, Perajin Kendang Jimbe Blitar Selamat dari Kebangkrutan

Kompas.com - 19/02/2021, 17:26 WIB
Asip Agus Hasani,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

BLITAR, KOMPAS.com - Selama lebih dari 6 tahun ratusan perajin kendang jimbe (jembe) di Blitar, Jawa Timur, memproduksi ribuan kendang bernilai miliaran rupiah tiap bulannya untuk pasar China.

Namun, pandemi Covid-19 menghunjam persis ke jantung pasar mereka.

Kendang jimbe adalah kendang tradisional yang berasal dari kebudayaan masyarakat Afrika.

Lebih dari separuh dari ratusan perajin itu bangkrut. Dari sedikit perajin yang bertahan, sebagian berpaling ke pasar lokal dengan jenis produk berbeda meski masih berbasis bahan kayu.

Salah satunya adalah Susilowati. Warga Kelurahan Sentul, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar, ini total meninggalkan produk kendang jimbe dan beralih ke ragam perabotan dapur.

Semuanya berbahan kayu dengan teknik pengerjaan menggunakan mesin bubut.

Baca juga: Eri-Armuji Resmi Ditetapkan sebagai Pemenang Pilkada Surabaya 2020

Susi, panggilan perempuan berusia 35 tahun dengan dua anak ini, mulai menemukan pasar produk perabotan dapur berbahan kayu sekitar bulan Juli 2020 setelah lebih dari setengah tahun usaha kendang jimbe menemui kebuntuan.

Peluang Susi terbuka berawal dari suaminya, Heri Susilo, mencoba membuat perabot dapur memanfaatkan bahan kendang yang berserakan di gudang workshop mereka.

Hasilnya berupa enthong, talenan, lemper, lumpang, dan lain sebagainya.

Menggunakan ponsel, Susi memotret barang-barang buatan suaminya dan mengunggahnya di marketplace yang ada di platform Facebook. Dari sana, pesanan mulai masuk.

"Omzet sekarang ya sekitar Rp 50 juta per bulan," ujar Susi, saat ditemui Kompas.com di rumahnya yang sekaligus menjadi showroom produk-produk buatannya, Jumat (19/2/2021).

Pertumbuhan usaha Susi dengan produk perabot dapur tergolong cepat.

Meski pasar lokal, marjin keuntungan yang dia dapatkan justru lebih tinggi dibandingkan marjin keuntungan produksi kendang jimbe.

Di puncak perkembangan industri kendang jimbe Blitar, Susi tergolong produsen menengah atas dalam hal kapasitas produksi.

 

Pada waktu itu, omzet Susi di kisaran Rp 300 juta hingga Rp 400 juta per bulan.

"Tapi, marjinnya tipis. Buyer dari China terus menekan harga," ujar dia.

Kini, Susi mantab beralih ke produk perabot dapur berbahan kayu. Ragam produk Susi sudah lebih dari 100 item dengan pasar utama Kota Batu, Surabaya, dan Yogyakarta.

Terakhir, perabot dapur Susi juga dikirim ke pasar sejumlah kota di Pulau Sumatera, bahkan juga Malaysia.

Sejarah pertumbuhan di Blitar

Dua orang pekerja sedang menghaluskan gelas berbahan kayu di workshop milik perajin Susilowati di Kelurahan Sentul, Kota Blitar, Jumat (19/2/2021). Susilowati beralih ke produk perabot dapur setelah pasar kendang jembe tertutup akibat pandemi Covid-19. KOMPAS.com/Asip Hasani Dua orang pekerja sedang menghaluskan gelas berbahan kayu di workshop milik perajin Susilowati di Kelurahan Sentul, Kota Blitar, Jumat (19/2/2021). Susilowati beralih ke produk perabot dapur setelah pasar kendang jembe tertutup akibat pandemi Covid-19.

Industri kendang jimbe Blitar sebenarnya sudah tumbuh sejak lama. Kelurahan Sentul dan Kelurahan Tanggung di Kecamatan Kepanjenkidul adalah cikal bakalnya.

Sejumlah perajin kayu di dua kelurahan ini memasok bahan setengah jadi kendang jimbe ke Bali sejak puluhan tahun lalu.

Sekitar tahun 2015, belasan pembeli asal China datang ke Blitar untuk membeli kendang jimbe.

Mereka membangun kemitraan dengan para perajin, memberikan pinjaman uang sebagai uang muka, menunjuk sejumlah koordinator pengepulan barang, dan membangun sejumlah gudang.

Baca juga: Personel Paskhas TNI AU Ditembaki di Bandara Amenggaru Papua, 1 KKB Tewas

Di masa puncaknya, puluhan kontainer berisi kendang jimbe berangkat ke China tiap bulannya.

Dari puluhan perajin di Kelurahan Sentul dan sekitarnya, jumlah perajin berkembang menjadi ratusan dan meluas hingga di sejumlah desa di Kabupaten Blitar.

Industri kendang jembe menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Bukan hanya karena kendang harus diproduksi hingga tahap finishing tapi juga karena teknik produksi yang minim penggunaan mesin.

Di sentra-sentra industri kendang jimbe dua atau tiga tahun lalu, warga mengerjakan beragam tahapan pembuatan kendang di teras rumah-rumah mereka, laki-laki maupun perempuan.

Tidak butuh waktu lama sejak kabar ditemukannya kasus infeksi virus SARS-CoV-2 di Kota Wuhan, China, pada awal Desember 2019, pada minggu ketiga bulan itu, seluruh pengiriman kendang dihentikan.

"Bulan-bulan pertama 2020 sudah banyak perajin kendang yang terpaksa menjual aset-asetnya guna menutup utang. Ada yang jual mobil, truk, bahkan sepeda motor," ujar Martono, pemuda Kelurahan Sentul yang biasa ikut bekerja serabutan di industri kendang.

Perajin kendang jimbe banyak yang bangkrut bukan hanya karena beban tagihan pinjaman bank.

Banyak dari mereka yang tidak mendapatkan pembayaran atas sejumlah kendang yang telanjur dikirim ke China menjelang meletusnya pandemi Covid-19.

 

Susi adalah contohnya. Dia mengaku tidak menerima pembayaran atas kendang yang telanjur dia kirimkan ke China dengan nilai tidak kurang dari Rp 100 juta.

Di antara mereka yang bangkrut, masih ada yang bertahan, salah satunya Parno. Dia masih setia memroduksi kendang jimbe, masih untuk pasar China.

"Baru lima bulanan ini ada permintaan lagi. Tapi, tidak sebesar dulu sebelum pandemi. Sekarang malah berhenti lagi. Informasinya hanya karena jeda perayaan Imlek," ujar Parno.

Sebelum pandemi, Parno biasa memroduksi kendang jimbe sebanyak 3.000 hingga 5.000 kendang per bulan dengan mempekerjakan sekitar 50 orang.

Kini, dengan 20 orang pekerja, kapasitas produksinya tinggal 1.000 hingga 2.000 kendang per bulan.

Sementara perajin lain yang masih bertahan, Sugeng Harianto, generasi ketiga perajin kayu di Kelurahan Sentul, lebih memilih kembali ke produk-produk yang biasa dikerjakan bapak dan kakeknya seperti beragam mainan anak dan pegangan stempel.

Baca juga: Detik-detik Personel Paskhas TNI AU Ditembaki di Bandara Amenggaru Papua, Kontak Senjata 2,5 Jam, 1 KKB Tewas

Sugeng juga mulai memroduksi perabot dapur dan rumah tangga seperti hanya Susi.

"Tapi, kalau omzet masih sangat kecil. Ya sekitar Rp 5 jutaan per bulan," ujar dia.

Sugeng masih membuat kendang jimbe, namun hanya jika ada pesanan.

Berbeda dengan kendang pesanan pasar China, kini Sugeng lebih suka melayani pesanan dari satuan untuk kendang dengan kualitas premium.

Jika kendang yang biasa diproduksi massal untuk pasar China dihargai antara Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per kendang, kendang bikinan Sugeng kini dia jual mulai Rp 800.000 hingga di atas Rp 1.000.000.

"Pesanan biasanya dari pemain musik pro. Ada yang dari Yogyakarta," ujar dia.

Berbeda dengan Parno yang berharap pasar China segera bergairah lagi, Sugeng mengaku tidak lagi berminat membuat kendang jembe untuk pasar China karena marjin keuntungan yang terlalu kecil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com