Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Warga Adat Dayak yang Ditangkap karena Melintas Batas Negara Dipulangkan, Disambut dengan Ritual

Kompas.com - 17/02/2021, 21:11 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Khairina

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Otoritas Pemerintah Sabah, negara bagian Malaysia, melalui Pasukan Polis Malaysia (PPM) akhirnya memulangkan sejumlah warga negara Indonesia (WNI) asal Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Rabu (17/2/2021).

Pemulangan dilakukan dengan speedboat PPM dan dijemput Sea Rider TNI AL Nunukan di perbatasan perairan RI – Malaysia.

"Kami memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih terhadap Konsulat di Tawau serta LO, lobi-lobi yang mereka lakukan membuahkan hasil menggembirakan,’’ujar Sekretaris Daerah Nunukan Servianus, saat menjemput kepulangan 8 warganya di Pelabuhan Speedboat Liem Hie Djung.

Baca juga: WNI Kerap Ditangkap Aparat Malaysia di Batas Perairan, TNI Kawal Perjalanan Malam di Nunukan

Servianus mengatakan, proses pemulangan 7 warga adat Dayak Agabag dan 1 motoris speedboat, yang ditangkap PGA, Rabu (10/2/2021) ini, tidak akan terjadi jika Konsulat RI serta Liaison Officer (LO) TNI/Polri di Tawau tidak melakukan negosiasi dan melobi otoritas setempat.

Kasus ini, lanjut Servianus, menjadi pembelajaran berharga bagi Pemerintah Daerah Nunukan, masih ada jalur perairan yang berpotensi rawan pelanggaran batas wilayah, dan harus segera diselesaikan.

Setelah ini, Perairan Sei Ular Nunukan akan menjadi concern pemerintah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).

"Kita akan laporkan persoalan ini ke pemerintah pusat, ke depan, kita akan memasang rambu rambu sungai agar warga kita tidak lagi menjadi tertuduh pelanggar batas negara,’’lanjutnya.


Disambut dengan ritual khas Dayak Agabag

Kepulangan 7 warga Dayak Agabag, masing masing, Bajib Misak, Elvi, Darboy, Serdi, Pangiran Bakumpul, Manggali dan balita berusia 3 tahun, anak dari Bajib dan Elvy, disambut oleh puluhan masyarakat adat.

Mereka membawa spanduk berisi kalimat ucapan selamat datang dan NKRI harga mati.

Antusiasme tersebut dikarenakan, dua dari WNI yang dipulangkan merupakan tokoh dan tetua adat.

Bajib Misak adalah Ketua Komando Pemuda Adat Dayak (Kopada), Kabupaten Nunukan, sementara Pangiran Bakumpul adalah salah satu ketua adat di Sebuku.

Menyambut kedatangan mereka di Pelabuhan Speedboat Liem Hie Djung, sebuah ayam putih dengan kulit merah disiapkan, ayam tersebut kemudian disembelih dan darahnya ditampung di sebuah piring dengan rapalan mantera dan permohonan keselamatan terhadap leluhur.

"Namanya Keduan Nu Alingu, sebuah ritual wajib Dayak Agabag, untuk tolak bala,’’kata Bajib Misak.

Baca juga: Dalam 2 Bulan, Damkar Sleman Evakuasi 17 Ekor Ular yang Masuk ke Rumah Warga

Ritual ini merupakan sebuah keharusan, ketika masyarakat adat mengalami musibah atau terlepas dari bahaya dan wabah penyakit.

Dengan Nedu Alingu, leluhur akan memberikan restu dan berkatnya, sekaligus membuang aura negatif dari masyarakat adat.

"Tujuannya untuk mengembalikan semangat karena trauma akibat insiden penangkapan itu. Supaya kami tidak sakit dan melupakan kejadian itu di pikiran kami,’’jelasnya.

Bajib mengakui, mereka mendapat perlakuan istimewa saat tinggal beberapa hari di Tawau Malaysia, aparat PGA dan lainnya menjamin makan dan memberikan fasilitas nyaman.

Namun demikian, penangkapan yang dilakukan menjadi memori buruk, sehingga butuh adanya sebuah terapi. Ritual ‘Keduan Nu Alingu’ adalah kebijakan lokal sekaligus terapi itu sendiri.


Solusi jalur Sei Ular

Ada sejumlah solusi yang menjadi keputusan bersama Forkopimda di Kabupaten Nunukan dalam menyikapi persoalan Sei Ular.

Jalur sungai yang terbagi dua, dengan geografis setengah Malaysia dan setengah Indonesia ini, memang menjadi daerah rawan, apalagi penyelesaiannya melibatkan G2G (government to government).

Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Nunukan Letkol Laut (P) Nonot Eko Febrianto mengatakan, masyarakat sekitar sudah menjadikan Sei Ular sebagai sumber mata pencaharian.

Nelayan sudah sejak kecil mengambil ikan di sungai tersebut, begitu juga motoris speedboat.

Tidak banyak yang tahu dengan garis batas negara di daerah tersebut, sehingga mereka dengan tidak sadar masuk perairan Malaysia.

‘’Kalau air surut, geografis dan kontur Sei Ular mengarah Malaysia, otomatis pemilik speedboat reflek ikut arus yang dalam, sehingga tak sadar lewat jalur Malaysia,’’katanya.

Danlanal juga menegaskan, TNI/Polri sudah sepakat mengantisipasi kasus penangkapan WNI di Sei Ular.

TNI/Polri, dan Imigrasi akan membentuk tim gabungan untuk melakukan pengawalan malam, bagi masyarakat yang berlayar di rute Sei ular, khususnya situasi emergency.

‘’Harapannya pemilik speedboat lebih terarah dan tidak melambung masuk Malaysia, kalaupun bertemu dengan speed aparat Malaysia, akan lebih mudah dikoordinasikan nantinya,’’katanya.

Kepala Seksi Perhubungan Laut Dinas Perhubungan Nunukan, Lisman mengatakan, pemerintah daerah akan mewajibkan para motoris speedboat untuk melengkapi dokumen serta memiliki HP Android untuk GPS.

Selain itu, keberadaan bentangan rumput laut yang menjadi salah satu alasan para motoris atau nelayan melambung ke perairan Malaysia akan menjadi perhatian khusus dan secepatnya ditindaklanjuti.

"Kalau pelayaran siang, motoris tahu jalur kita meski dipenuhi rumput laut, berbeda kalau pelayaran malam yang gelap, mereka harus menghindari tali rumput laut, batang kayu dan lainnya, kita akan berikan semacam bimbingan ke motoris,’’katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com