Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Hal-hal yang Bikin Sultan HB X Dianggap Langgar HAM dan Dilaporkan

Kompas.com - 17/02/2021, 17:27 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com - Aturan tentang penyampaian pendapat di muka umum yang diteken Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono (HB) X berbuntut protes.

Sejumlah masyarakat yang menamakan diri Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) melaporkan Sultan HB X ke Komnas HAM.

Peraturan Gubernur yang disahkan oleh Sultan HB X itu dianggap melanggar HAM.

Baca juga: ARDY Laporkan Gubernur DIY Sultan HB X ke Komnas HAM

Larangan demonstrasi di Malioboro hingga Gedung Agung

Malioboro saat PTKM nampak sepi pengunjung, Sabtu (23/1/2020)Kompas.com/Wisang Seto Pangaribowo Malioboro saat PTKM nampak sepi pengunjung, Sabtu (23/1/2020)
Direktur LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadhli yang merupakan bagian dari ARDY mengatakan, poin pertama yang mereka permasalahkan ialah terkait larangan lokasi unjuk rasa.

Dalam Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka, ada lima titik yang dilarang sebagai tempat unjuk rasa.

Lima tempat tersebut adalah Malioboro, Istana Negara Gedung Agung, Kraton Yogyakarta Hadiningrat, Kraton Pakualaman, dan Kotagede.

"Kawasan terlarang untuk demonstrasi tersebut selama ini menjadi tempat untuk masyarakat sipil menyuarakan pendapat dan kritik terhadap pemerintah," kata Yogi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/2/2021).

Unjuk rasa boleh dilakukan di dekat lokasi tersebut dengan syarat berjarak radius 500 meter.

Baca juga: Komnas HAM Bakal Tindak Lanjuti Laporan ARDY terhadap Sultan HB X

 

Bregodo Jogo MalioboroDok. Situs Visiting Jogja Bregodo Jogo Malioboro
Dianggap berkedok pariwisata

Dia menilai, Gubernur membatasi kegiatan masyarakat menyampaikan pendapat dengan berkedok melindungi pariwisata.

"Berkedok pariwisata, Gubernur DIY meneken aturan untuk membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat," katanya.

Aturan tersebut mengacu pada keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional di Sektor Pariwisata.

Yogi menyayangkan hal tersebut karena lokasi terlarang itu adalah titik yang kerap digunakan untuk melakukan aksi demonstrasi.

Baca juga: Senyum Sang Guru Honorer Kembali, 16 Tahun Mengabdi dan Dipecat Usai Unggah Gaji Rp 700.000, Hervina Kini Mengajar Lagi

Larangan pengeras suara hingga keterlibatan TNI

IlustrasiKOMPAS/DIDIE SW Ilustrasi
Pada poin kedua, ARDY mengkritik Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka pada bagian pembatasan jam unjuk rasa dari pukul 06.00 hingga 18.00.

Poin ketiga ialah pembatasan tingkat kebisingan pengeras suara yang tidak boleh melebihi 60 desibel.

Poin keempat yaitu keterlibatan TNI dalam penanganan aksi unjuk rasa.

"Pergub ini bertentangan dengan norma-norma hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu, juga bertentangan dengan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik sebagaimana telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum," jelas dia.

Baca juga: Fakta Warga Desa di Tuban Ramai-ramai Beli Mobil Baru, Ada yang Punya 3 Mobil Sekaligus

 

Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat jumpa pers di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat jumpa pers di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.
Protes dikirim melalui pos

Adapun laporan dilakukan dengan cara mengirimkan surat bermeterai ke alamat Komnas HAM.

Surat telah dikirimkan melalui Kantor Pos Besar Yogyakarta pada Selasa (16/2/2021).

Selaku pelapor ialah ARDY. ARDY merupakan kelompok yang terdiri dari 78 lembaga nonpemerintah dan individu prodemokrasi.

Baca juga: Terjebak Saat Mobilnya Terjun ke Sungai, Pengantin Baru Tewas, Korban Baru Belajar Mengemudi

Pemprov persilakan gugat ke PTUN

Kepala Biro Hukum Setda DIY Dewo Isnu Broto beberapa waktu lalu telah menjawab adanya keberatan atas peraturan tersebut.

Menurutnya, masyarakat bisa langsung mengirim surat kepada Pemprov DIY atau melakukan gugatan ke PTUN ataupun mengajukan peninjauan kembali.

Namun, dia menegaskan, Pergub tersebut sudah sesuai dengan aturan-aturan di atasnya, yakni UU Nomor 9 Tahun 1998, Pasal 5 ayat tentang penyampaian di tempat umum.

"Obyek vital nasional (dalam UU Nomor 9 Tahun 1998) itu karena belum jelas di undang-undang maka dalam hal ini Presiden mengeluarkan Keppres Nomor 63 Tahun 2004 tentang pengamanan obyek nasional," ujarnya.

Kemudian, obyek vital dikerucutkan kembali dalam Keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016.

Baca juga: Heboh Puluhan Ambulans Konvoi, Ternyata Angkut 375 Santri Positif Covid-19 di Tasikmalaya

 

Komisioner Komnas HAM Hairansyah saat ditemui usai acara Peluncuran Buku Laporan Pemilu 2019: Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara di Hotel Sari Pacific, Selasa (29/10/2019).KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Komisioner Komnas HAM Hairansyah saat ditemui usai acara Peluncuran Buku Laporan Pemilu 2019: Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara di Hotel Sari Pacific, Selasa (29/10/2019).
Komnas HAM tindak lanjuti

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Hairansyah mengatakan telah menerima dan akan menindaklanjuti laporan tersebut.

"Surat infonya sudah kami terima. Akan ditindaklanjuti bagian Pemantau dan Penyidikan," tutur dia.

Tak menutup kemungkinan akan ada pemanggilan bagi beberapa pihak untuk dimintai klarifikasi terkait persoalan ini.

"Sedang berproses langkah akan diambil, sedangkan seluruh dokumen pengaduan dipelajari bagian Pemantauan dan Penyelidikan," kata dia.

Sumber: (Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wisang Seto Pangaribowo | Editor : Khairina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com