Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Guru Honorer dan Istri Asuh Puluhan Anak Yatim Piatu

Kompas.com - 17/02/2021, 17:12 WIB
Markus Yuwono,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Tidak ada plakat "Panti Asuhan Yayasan Mata Hati" di Padukuhan Karangmojo B, Kalurahan Grogol, Kapanewon Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, tapi dalam rumah sederhana ada puluhan anak-anak yang beraktifitas.

Yayasan yang dikelola pasangan suami istri Arif Suhaermanto dan Feratri Rahmatillah ini mengasuh 43 anak dari usia 2 tahun sampai 22 tahun berbagai macam latar belakang.

Awalnya, ide membentuk yayasan ini pada 2006. Saat itu ada gempa bumi yang berdampak ke banyak orang. 

Feratri yang masih kuliah, dan seorang dokter di RSUD Wonosari kemudian mengumpulkan donasi yang disalurkan kepada 81 anak di Kapanewon Paliyan dan Saptosari.

Baca juga: 43 Penghuni Panti Asuhan Asisi Depok Terkonfirmasi Positif Covid-19

Mereka diberikan bantuan uang saku Rp 100.000 hingga Rp 200.000. Mereka yang dibantu, agar beban orang tuanya berkurang setelah gempa bumi mengguncang.

Seiring berjalannya waktu ada keluhan dari anak asuhnya karena membutuhkan uang sekolah, hingga harus ditinggalkan orang tuanya bekerja.

Pada tahun 2008 dengan keterbatasan, dia pun memberanikan mengasuh empat orang anak, sambil mengurus izin pendirian yayasan. Sampai akhirnya 2011, yayasan itu mendapatkan legalitas.

Saat ini ada 43 anak yang diasuh bersama suaminya, Arif, yang bekerja sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) SD Muhammadiyah Grogol.

Pola asuh yang diberikan pun berbeda dengan panti asuhan yang lain, yakni sistem pendidikan keluarga.

Baca juga: Positif Covid-19, 79 Penghuni Panti Yayasan Tri Asih di Kebon Jeruk Jalani Isolasi Mandiri

Setelah beraktivitas sekolah, mereka diajarkan mengaji oleh ustaz. Tak ada perbedaan antara dua anak kandungnya dengan puluhan anak-anak yang diasuhnya. Tak ada pembantu, dia mengasuh puluhan anak bersama suami dan kedua orangtuanya.

"Semuanya saya asuh seperti anak sendiri, yang kecil saja tidur sama saya. Ya seperti keluarga di rumah itu. Ada anak ada bapak dan ibu," kata Feratri di aula Yayasan Mata Hati, Selasa (16/2/2021).

"Sudah 32 anak yang lulus dari sini, ada yang menikah, ada yang sudah bekerja. Ada tiga anak yang sudah saya nikahkan, dan sudah punya anak. Jadi saya ini sudah punya cucu," kata wanita yang saat ini berusia 34 tahun

Selain itu, Feratri menanamkan kepada seluruh anak-anaknya untuk selalu mensyukuri apa yang didapatkan hari ini.

Meski tak memasang plakat Yayasan Panti Asuhan Mata Hati atau menggunakan media sosial selalu ada saja rezeki yang diperoleh untuk membesarkan anak-anak dengan latar belakang mulai dari dibuang orangtua, hingga kurang mampu ekstrim.

Dia yakin dengan kebaikan orang-orang yang memberikan bantuan akan ditularkan kepada orang lain, sehingga rejeki yang diterima anak-anaknya akan terus mengalir.

"Doktrin saya kepada anak-anak, besok pagi kita akan mati, itu yang ditekankan. Anak-anak apa yang kita makan hari ini kita syukuri," kata dia.

"Gusti Allah akan memberikan jalan," kata Feratri.

Baca juga: Usai Mensos Terciduk KPK, 2 Yayasan di Tanah Bumbu Kembalikan Dana Bansos

Meski semua dalam keterbatasan, bersama anak-anaknya, dia selalu membagikan nasi kotak kepada lansia di sekitar kampungnya setiap Jumat.

Selain ucapan syukur, dia ingin mengajak agar kedepan selalu berbagi kepada orang lain.

Suami istri ini, tidak mengizinkan ada anak yang akan diadopsi. Dirinya ingin membesarkan mereka dengan berbagai upaya.

Uang tabungan untuk beli gawai

Pandemi yang melanda seluruh dunia, menyebabkan anak-anak pasangan Arif dan Feratri harus belajar di rumah.

Puluhan anak ini memerlukan gawai untuk belajar di rumah karena tugas dikirimkan lewat aplikasi.

Uang tabungan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dan rencananya akan digunakan untuk membangun ruang tidur putri pun diurungkan.

"Agar anak-anak bisa belajar ditunda dulu membangun kamar putri, lebih baik digunakan untuk membeli gawai," ucap dia.

Baca juga: Tertular dari Dosen, 48 Anak dan Pengurus Panti Asuhan Positif Covid-19

Feratri menjatah paket internet untuk anak-anaknya agar tidak digunakan untuk bermain video game.

Meski diakuinya, sebagian anak masih ada yang mencuri waktu untuk bermain melalui gawainya, hal itu dimaklumi karena memang usia belasan masih senang bermain.

Sambil menggendong anaknya yang paling kecil, Feratri terus menceritakan suka duka mengasuh puluhan anak itu.

Meski sebagai manusia biasa, rasa lelah akan selalu muncul. Namun pengalaman ditinggal kedua orang tuanya sejak kecil menjadi semangat untuk terus mengabdi.

Arif mengatakan, akan terus berjuang meski di masa sulit saat pandemi. Meski ada bantuan, dia pun membuka warung kecil di rumahnya untuk tambahan operasional.

"Ya pokoknya terus berjuang, agar anak-anak bisa mandiri," kata dia.

Baca juga: Melahirkan di Toilet, Siswi SMA Buang Bayinya di Panti Asuhan agar Tak Telantar, Ini Ceritanya

Hari ini Yayasan Mata Hati mendapatkan bantuan sembako dari forum wartawan Gunungkidul dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2021.

Hasil sumbangan dari jurnalis yang bertugas di Gunungkidul disalurkan untuk pembelian sembako dan yang lainnya.

"Uang hasil iuran dari teman-teman kita salurkan ke Yayasan Mata Hati, meski tak seberapa semoga bermanfaat untuk anak-anak disini," kata Sutaryono salah seorang wartawan Senior

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com