Setelah uang Rp 54 juta tersebut dicairkan, tersangka akhirnya juga memberikan upah Rp 250.000 per orang atau joki tersebut.
Namun saat hendak ditangkap, kata Harun, uang Rp 54 juta itu disetorkan kepada sekretaris desa (Sekdes) Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin.
Harun memastikan bahwa uang tersebut sampai saat ini masih dibawa oleh sekdes.
Atas perkara tersebut, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa 1 lembar kuitansi, 1 unit ponsel dan 27 lembar surat undangan penerima bantuan sosial tunai.
"Jadi selebihnya uang digunakan oleh tersangka. Kasi pelayanan di Desa Cipinang ini meraup total uang Rp 54 juta dari setiap penerima bansos sebesar Rp 1,8 juta yang direkap pencairannya itu," kata dia.
"Uang (Rp 54 juta) itu enggak sempat dibelikan dalam bentuk barang mewah, tapi dia serahin ke sekdes dan sampai saat ini sekdes itu DPO, masih dalam pengejaran kita," imbuh dia.
Tersangka dikenai Pasal 43 ayat (1) UU RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin, di mana setiap orang yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin, dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Sementara itu, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bogor menilai, sebab akibat kasus penyelewengan dana bansos tersebut salah satunya karena sejak awal pendataan calon penerima bansos sangat bermasalah.
Hal itu yang kemudian membuat oknum di kantor desa tergiur untuk menyalahgunakan wewenang kekuasaan dalam pendataan hingga pencairan bansos.
Di sisi lain, mereka juga kerap menjadi bulan-bulanan warga yang selama ini membutuhkan bantuan tersebut.
"Salah satu peluang untuk korupsi inikan karena pendataan bansos sudah buruk sejak awal ada pandemi," kata Bagian Bidang Pelatihan dan Pendidikan Apdesi Kabupaten Bogor, Lukmanul Hakim saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/2/2021).
Karena itu, ia meminta pendataan dan penyaluran bansos harus segera diperbaiki sebelum didistribusikan.
Menurutnya, kasus yang menjerat perangkat desa di Kabupaten Bogor harus dilihat secara integral.
Baca juga: Tersangka Kasus Suap Bansos Diperiksa soal Proses Pengadaan Bansos Covid-19
Tidak hanya pada satu sisi, karena masalah itu berurutan dari sejak awal pendataan yang tidak tepat sasaran.
"Sejak awal kami sudah menyalahkan terkait pendataan bansos Kemensos. Di situ kan datanya pakai yang lama, ada yang meninggal masih dipakai, kemudian ada yang ekonominya meningkat tapi masih dapat pemberian bansos, dan itu tidak boleh diganti gitu, kan aneh," ungkapnya
"Itu yang jadi catatan kami sejak awal. Mestinyakan data bansos tidak statis tapi harus dinamis, data bansos itu harus update terus sehingga tidak ada lagi peluang-peluang tadi," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.