Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyelewengan Bansos Covid-19 di Kabupaten Bogor, Modus Duplikasi Data Orang yang Meninggal

Kompas.com - 16/02/2021, 16:40 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KABUPATEN BOGOR, KOMPAS.com - Kepolisian Resor Bogor mengungkap modus dalam kasus penyelewengan dana bantuan sosial tunai (BST) Kementerian Sosial (Kemensos) di Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Polisi pun sudah menangkap dan menetapkan tersangka, yakni seorang Kasi Pelayanan Desa Cipinang berinisial LH (32) pada Senin (15/2/2021).

Dari hasil penyelidikan, pria 32 tahun ini menduplikasi data nama dari Nomor Induk Kependudukan (NIK) calon penerima bansos yang sudah meninggal dunia dan yang pindah alamat.

Sedianya ada 855 warga penerima BST Kemensos di Desa Cipinang itu, namun pelaku menggandakan data calon penerima sebanyak 30 orang untuk menda­patkan bansos tambahan atau meraup keuntungan.

Baca juga: Ketua KPK Tegaskan Tak Pandang Bulu Usut Suap Bansos Covid-19

Kapolres Bogor AKBP Harun mengatakan bahwa bansos itu untuk penanganan Covid-19 yang bersumber dari Kemensos sebesar Rp 600.000.

BST tersebut diberikan dalam kurun waktu tiga bulan yakni April, Mei, Juni 2020.

Dengan kata lain, total pencairan selama 3 bulan untuk penerima bansos sebesar Rp 1,8 juta per orang di kantor Pos Cicangkal, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin.

"Jadi ada 30 nama yang bermasalah (digandakan) di antaranya 7 nama seperti Aman Bin Arsa diganti Saman Bin Arsa, alamatnya sama namun bedanya di NIK, kita sebut sebagai orang yang ganda. Kemudian ada 2 orang meninggal dunia dalam 30 nama tersebut. Selanjutnya 2 orang yang sudah dapat bantuan PKH dan lainnya ada 19 orang pindah alamat," ungkap Harun.

Untuk memuluskan pencairan bansos itu, staf desa ini tak sendirian, ia mempekerjakan 15 orang joki dari kampung tetangganya.

Dalam menjalankan aksinya, 15 orang ini mencairkan dana BST ke kantor pos tersebut pada Senin 20 Juli 2020.

Masing-masing joki ditugaskan untuk mewakili 2 orang dengan 2 kali pengambilan, di mana seharusnya yang mengambil warga sesuai data dari Kemensos.

Setiap satu orang berhak mendapatkan dana BST senilai Rp 600.000 dalam rekap tiga bulan sebesar Rp 1,8 juta sekali pencairan untuk 30 warga.

Namun ternyata, dana BST tersebut ditilap oleh LH sehingga mengakibatkan kerugian senilai Rp 54 juta bagi warga Desa Cipinang.

"NIKnya itu asli, terdaftar, tapi (pengambilannya) atas nama orang lain. Kan pada saat (pencairan) di kantor pos mereka hanya menunjukan surat undangan saja, lalu di-scan barkot gitu. Jadi enggak perlu lagi KTP karena kan mereka percaya itu sudah diurus orang desa," ucapnya.

"Nah, kantor pos ini percaya saja orang yang menerima bansos sudah sesuai, sudah terverifikasi oleh kasi pelayanan desa ini, maka akhirnya langsung dicairkan," imbuh dia.

Setelah uang Rp 54 juta tersebut dicairkan, tersangka akhirnya juga memberikan upah Rp 250.000 per orang atau joki tersebut.

Namun saat hendak ditangkap, kata Harun, uang Rp 54 juta itu disetorkan kepada sekretaris desa (Sekdes) Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin.

Harun memastikan bahwa uang tersebut sampai saat ini masih dibawa oleh sekdes.

Atas perkara tersebut, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa 1 lembar kuitansi, 1 unit ponsel dan 27 lembar surat undangan penerima bantuan sosial tunai.

"Jadi selebihnya uang digunakan oleh tersangka. Kasi pelayanan di Desa Cipinang ini meraup total uang Rp 54 juta dari setiap penerima bansos sebesar Rp 1,8 juta yang direkap pencairannya itu," kata dia.

"Uang (Rp 54 juta) itu enggak sempat dibelikan dalam bentuk barang mewah, tapi dia serahin ke sekdes dan sampai saat ini sekdes itu DPO, masih dalam pengejaran kita," imbuh dia.

Tersangka dikenai Pasal 43 ayat (1) UU RI Nomor 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin, di mana setiap orang yang menyalahgunakan dana penanganan fakir miskin, dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Pertanyakan data bansos

Sementara itu, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Bogor menilai, sebab akibat kasus penyelewengan dana bansos tersebut salah satunya karena sejak awal pendataan calon penerima bansos sangat bermasalah.

Hal itu yang kemudian membuat oknum di kantor desa tergiur untuk menyalahgunakan wewenang kekuasaan dalam pendataan hingga pencairan bansos.

Di sisi lain, mereka juga kerap menjadi bulan-bulanan warga yang selama ini membutuhkan bantuan tersebut.

"Salah satu peluang untuk korupsi inikan karena pendataan bansos sudah buruk sejak awal ada pandemi," kata Bagian Bidang Pelatihan dan Pendidikan Apdesi Kabupaten Bogor, Lukmanul Hakim saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/2/2021).

Karena itu, ia meminta pendataan dan penyaluran bansos harus segera diperbaiki sebelum didistribusikan.

Menurutnya, kasus yang menjerat perangkat desa di Kabupaten Bogor harus dilihat secara integral.

Baca juga: Tersangka Kasus Suap Bansos Diperiksa soal Proses Pengadaan Bansos Covid-19

Tidak hanya pada satu sisi, karena masalah itu berurutan dari sejak awal pendataan yang tidak tepat sasaran.

"Sejak awal kami sudah menyalahkan terkait pendataan bansos Kemensos. Di situ kan datanya pakai yang lama, ada yang meninggal masih dipakai, kemudian ada yang ekonominya meningkat tapi masih dapat pemberian bansos, dan itu tidak boleh diganti gitu, kan aneh," ungkapnya

"Itu yang jadi catatan kami sejak awal. Mestinyakan data bansos tidak statis tapi harus dinamis, data bansos itu harus update terus sehingga tidak ada lagi peluang-peluang tadi," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com