CW (28), perempuan asal salah satu desa di Kecamatan Kedokan Bunder, Kabupaten Indramayu, mengaku dirinya pernah menjadi korban perdagangan anak buruh migran.
CW yang ketika itu berusia 17 tahun oleh keluarga dipaksa bekerja di luar negeri. Waktu itu ia bekerja di Singapura, dan mengurusi laki-laki dan perempuan yang lanjut usia.
"Saya di sana (Singapura) dua kali. Ngurus kakek-kakek dan nenek. Saya merasa tersiksa sebab kerjanya berat. Selain mengurus mereka saya juga nyuciin piring dan yang lain," ujar CW, ditemui di kediamannya Minggu (14/2/2021) kemarin.
CW menjelaskan, waktu itu beratnya pekerjaan tidak sebanding dengan tenaganya yang masih di bawah umur. Akhirnya di Singapura ia tidak bertahan lama dan hanya membawa gaji beberapa bulan ia bekerja.
"Sebab saat itu saya berangkatnya ilegal. Jadi saya pulang itu hanya untuk pengalaman saja, tidak kuat," tuturnya.
CW sendiri, mengaku sewaktu kerja di Singapura kerap menerima tindak kekerasan dari sang majikan. Kekerasan tersebut ia tidak mendapatkan perlindungan hukum.
"Boro-boro (perlindungan hukum). Pengennya saya sih tiap orang yang bekerja di luar negeri itu dilindungi. Baik keamanannya atau yang lainnya," kata dia.
CW sendiri berharap, dari kasusnya tersebut pemerintah pusat dapat memperhatikan kegelisahan dialami buruh migran, saat ini banyak buruh migran tidak betah karena banyak kekerasan, ketidaknyamanan dan yang lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.