Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Jadi Buruh Cuci, Mantan Atlet Dayung Jambi Berencana Jual Medali karena Anak Sakit, Ini Ceritanya

Kompas.com - 15/02/2021, 08:28 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Leli Haini (44) adalah mantan atlet dayung Provinsi Jambi. Salah satu prestasi Leli adalah memenangi medali emas di beberapa turnamen di luar negeri, termasuk di The World Dragon Boat Racing Championship di Taipei.

Nama Leli sempat viral beberapa waktu lalu di media sosial setelah ia berniat menjual medalinya.

Keputusan tersebut diambil karena Leli membutuhkan biaya pengobatan untuk anak bungsunya, Habibah atau Dedek, yang menderita Epidermolysis bullosa (EB).

Penyakit tersebut menyebabkan kulit Habibah rapuh dan mudah terluka.

“Kalau pakai baju tidak bisa lama-lama. Kulitnya menempel di baju dan luka,” kata Leni saat mengantar Kompas.com mengunjungi kamar.

Baca juga: Mengenal Leni Haini, Mantan Atlet Dayung Jambi yang Viral karena Berencana Menjual Medalinya


Sempat menjadi buruh cuci dan memulai mendirikan sekolah

Ilustrasi uluran tangan.SHUTTERSTOCK/ONOT Ilustrasi uluran tangan.
Leni dan keluarganya tinggal di Desa Legok, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi.

Setelah tak aktif lagi menjadi atlet dayung, Leni sempat mencari pendapatan sebagai buruh cuci di rumah-rumah.

Ia memilih bekerja sebagai buruh cuci karena lelah dengan janji pemerintah terkait kesejahteraannya. Sesekali ia juga melatih dayung. Namun, penghasilan yang ia dapat dibilang rendah.

Walaupun demikian, Leni tak putus semangat. Ia membangun sekolah untuk anak-anak di skeitar rumahnya yang berasal dari sekitar rumahnya.

Baca juga: Cerita Tarwi, Mantan Atlet Balap Kehilangan Sepeda di Surabaya, Ditemukan Dijual Online

Selain mendirikan PAUD, ia juga mengelola PKBM yang mengajar kejar pake A, B, dan C.

Ia membangunnya secara mandiri melalui bank sampah yang ia kelola dan dari uang hasil melatih mendayung di Indonesia atau pun dari Malaysia.

Namun, secara teknis masih ada kendala Leni membangun sekolah. Salah satunya tidak memiliki komputer untuk memasukkan data anak ke data pokok pendidikan.

Leni bercerita, komputer lama mereka telah rusak dan uang yang dimiliki diprioritaskan untuk membayar guru yang mau mengajar di sekolahya.

“Kami belum bisa memasukkan data anak ke dapodik (data pokok pendidikan) karena kami tidak punya komputer untuk memasukkan data tersebut,” kata Leni.

Baca juga: Sempat Ditahan dan Berakhir Damai, Ini Kasus Penggelapan yang Jerat Mantan Atlet Maria Lawalata

Membina 20 UMKM

Ilustrasi perempuan dengan kemampuan multitasking yang makin bertambah saja saat ada situasi seperti pandemi corona saat ini.SHUTTERSTOCK/KIT8.net Ilustrasi perempuan dengan kemampuan multitasking yang makin bertambah saja saat ada situasi seperti pandemi corona saat ini.
Selain mewadahi anak-anak sekitar yang butuh pendidikan formal, Leni juga mengajak para ibu sekitar untuk membuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Ada 20 UMKM binaan kami,” kata dia. Para pelaku UMKM ini juga berasal dari keluarga menengah ke bawah.

Namun, dari 20 UMKM yang ia bina, hanya satu dua yang mendapatkan bantuan pemerintah.

Dia sendiri tidak tahu penyebabnya. Namun, baginya, yang terpenting adalah anak dan beberapa keluarga di Kampung Legok tempat dia tinggal punya kegiatan positif.

Menurut Leni, gerakan pendidikan harus disertai gerakan ekonomi. Selain itu, dia juga mengadakan pengajian-pengajian.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com