Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah Merampas Lahan Masyarakat Adat Dayak Modang Long Wai, Perusahaan Sawit: Kami Sudah Ganti Rugi

Kompas.com - 14/02/2021, 18:02 WIB
Zakarias Demon Daton,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Perusahaan sawit PT Subur Abadi Wana Agung (PT SAWA) mengklaim sudah mengganti rugi lahan masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Desa Long Bentuq, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

General Manager Licence dan Corporate Social Responsibility (CSR) PT SAWA Angga Rachmat Perdana mengatakan, pembebasan lahan masyarakat itu terjadi pada kurun waktu 2009 sampai 2014.

“Saat itu seluruh bidang tanah yang dimiliki dan dikuasai masyarakat telah diganti rugi dengan melibatkan tim sembilan, serta kepala adat Dayak dari tiga desa, yakni Desa Long Pejeng, Long Lees dan Long Nyelong,” tulis Angga melalui keterangan pers kepada Kompas.com, Sabtu (13/2/2021).

Baca juga: Warga Dayak Long Wai 13 Tahun Berjuang Mengembalikan 4.000 Hektar Tanah Adat dari Perusahaan Sawit

Namun, pada 2015 terjadi pergeseran batas wilayah desa yang mengakibatkan sebagian wilayah Desa Long Pejeng menjadi wilayah Desa Long Bentuq.

Hal ini menimbulkan gejolak dari masyarakat adat Dayak Long Bentuq. Mereka menyebut PT SAWA menguasai tanah mereka seluas 4.000 hektar.

PT SAWA didenda oleh Kepala Adat Dayak Long Bentuq sebesar Rp 15 miliar, karena perusahaan dinilai telah menghilangkan tanaman perkebunan dan pertanian masyarakat.

“Padahal wilayah eks Desa Long Pejeng tersebut telah diganti rugi seluruhnya dengan persetujuan Kepala Adat Dayak Long Pejeng, serta Kepala Adat Besar Suku Dayak Kenyah Se-Sei Atan,” kata Angga.

Pada tahun yang sama, tuntutan tersebut dimediasi Pemerintah Kabupaten Kutai Timur.

Hasilnya, menurut Angga, denda adat senilai Rp 15 miliar tak dikabulkan, karena perusahaan telah memberi ganti rugi.

“Pada diktum ketiga SK Bupati Kutai Timur Tahun 2015 tentang perubahan batas desa telah ditegaskan bahwa hak-hak yang telah ada tetap berlaku dan diakui keberadaannya,” tutur Angga.

Baca juga: Tutup Akses Perusahaan Sawit, 3 Tokoh Adat Dayak Modang Long Wai Diperiksa Polisi

Namun, masalah kembali bergulir pada akhir 2020.

Denda adat Rp 15 miliar kembali ditagih Kepala Adat Dayak Long Bentuq.

Sebagai jalan tengah, PT SAWA menawarkan kerja sama kemitraan bagi masyarakat Desa Long Bentuq, seperti percetakan persawahan, tanaman jagung, tanaman kelapa sawit, ternak sapi dan sebagainya.

Namun, tawaran tersebut ditolak Kepala Adat Dayak Long Bentuq.

Padahal, menurut Angga, Kepala Desa Long Bentuq beserta mayoritas masyarakat menerima usulan kerja sama tersebut.

Angga memastikan beroperasinya PT SAWA di Kecamatan Busang telah dilengkapi izin lokasi, persetujuan analisis dampak lingkungan (amdal) dan RKL-RPL, serta Izin Usaha Perkebunan (IUP), hingga sertifikat HGU seluas 7.343 hektar.

Masyarakat adat menutup akses jalan

Pada Sabtu (30/1/2021), masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Desa Long Bentuq, melakukan aksi damai dengan menutup jalur distribusi PT SAWA di wilayah adat Dayak Modang, Desa Long Bentuq, tepatnya di kilometer 16. 

Aksi tersebut membuat pengangkutan CPO dan buah sawit terhambat.

Masyarakat memasang portal dan membentangkan spanduk berisi seruan pengembalian tanah adat dan menyebut perusahaan merampas hak masyarakat adat.

Menurut Kepala Adat Dayak Long Bentuq Daud Lewing, aksi tersebut sebagai wujud kekecewaan masyarakat.

“Lahan masyarakat adat seluas 4.000 hektar digusur perusahaan tanpa izin,” kata Daud melalui keterangan pers yang diterima Kompas.com, Rabu (10/2/2021).

Baca juga: Mengenal Leni Haini, Mantan Atlet Dayung Jambi yang Viral karena Berencana Menjual Medalinya

Akibat penggusuran itu, lanjut Daud, masyarakat menuntut perusahaan segera memulihkan fungsi lingkungan seperti sediakala dan mencabut kelapa sawit yang telah ditanam di atas tanah adat.

“Perusahaan harus menanam kembali kayu ulin, meranti, durian, karet, kelapa, kopi dan lainnya di lahan yang digusur itu dan memeliharanya sampai berhasil,” kata Daud.

Selain diminta memulihkan, PT SAWA juga didenda Rp 15 miliar.

Daud mengatakan, dana itu akan digunakan untuk kebutuhan ritual adat Mekean Tenoaq atau pemulihan tanah.

“Upacara untuk memulihkan fungsi spiritual lingkungan dan memperbaiki hubungan antar masyarakat dengan roh pelindung semesta,” kata Daud.

Ritual Mekean Tenoaq bisa terlaksana apabila dilengkapi kebutuhan seperti mandau besi batu, antang, gong, manik, piring tapak kuda, beras, babi, ayam dan barang lainnya yang dianggap nilainya telah terakumulasi dari total denda tersebut.

Mediasi difasilitasi Pemkab Kutai Timur

Akibat aksi blokade jalan tersebut, Pemkab Kutai Timur memfasilitasi pertemuan masyarakat adat Dayak Long Bentuq dan PT SAWA pada Rabu (10/2/2021).

Pertemuan tersebut menghasilkan empat kesepakatan seperti tertuang dalam berita acara yang diterima Kompas.com.

Poin pertama, Pemkab Kutai Timur menegaskan bahwa batas Desa Long Bentuq mengacu pada Surat Keputusan Bupati Kutai Timur Nomor: 130/K.905/2015 tentang penetapan batas administrasi antara Desa Long Bentuq, Desa Rantau Sentosa, Desa Long Pejeng Kecamatan Busang dan Desa Long Tesak di Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur.


Kedua, perubahan garis batas Desa Long Bentuq dapat diusulkan melalui mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketiga, masyarakat Desa Long Bentuq menyatakan tidak melakukan aksi demo, pemortalan dan atau kegiatan lain yang bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Keempat, PT SAWA akan melaksanakan kewajiban pembangunan kebun plasma (rencana lokasi berada pada areal PT Hamparan Perkasa Mandiri), kemitraan, CSR, serta pemberdayaan masyarakat Desa Long Bentuq yang pelaksanaanya difasilitasi oleh Camat Busang dan Kepala Desa Long Bentuq.

Nota kesepahaman itu turut ditandatangi Plt Bupati Kutai Timur Kasmidi Bulang, Kapolres Kutai Timur AKBP Welly Djatmoko, Komandan Kodim 0909 Sgt Letkol CZI Pabate, perwakilan masyarakat adat, perusahaan dan pemerintah Desa Long Bentuq. 

Sementara itu, denda adat Rp 15 miliar yang dituntut masyarakat ke PT SAWA disebut tidak berdasar.

“Dalam pernyataannya kepada media, Plt Bupati Kutai Timur Kasmidi Bulang menyatakan, bahwa denda adat sebesar Rp 15 miliar tidak memiliki dasar hukum,” kata Angga.

 Untuk itu, pihak Pemkab tidak bisa memaksa perusahaan untuk membayar dua kali ganti rugi.

“Bukan kami tidak perjuangankan, tapi memang tak ada dasar hukum,” ujar Kasmidi saat konferensi pers di Kantor Bupati Kutai Timur usai rapat mediasi.

Kasmidi mengaku akan mengawal hak masyarakat melalui kemitraan kebun plasma dan peningkatan program CSR, satu dari empat poin yang disepakati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com