Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Leni Haini, Mantan Atlet Dayung Jambi yang Viral karena Berencana Menjual Medalinya

Kompas.com - 14/02/2021, 16:25 WIB
Jaka Hendra Baittri,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi


Mendirikan sekolah hingga membina UMKM

Gerakan pendidikan Leni berawal dari keinginan Habibah untuk sekolah. Gagasan-gagasannya muncul dan segera diwujudkan menjadi Sekolah Dayung Habibah.

Sekolah ini bukan hanya mengajar olehraga dayung, tapi juga mencakup ke PKBM yang mengajar paket A, B dan C.

Selain itu, ada pula Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sekolah-sekolah ini khusus dibuat oleh Leni untuk mewadahi anak-anak sekitar yang ekonominya termasuk kategori menengah ke bawah.

Leni membangun semuanya secara mandiri melalui bank sampah yang juga dikelolanya dan uang dari melatih atlet dayung di mana-mana.

Ada yang dari dalam negeri dan ada pula yang dari Malaysia. Namun, beberapa hal teknis masih menghalangi sekolah yang dibangunnya.

“Kami belum bisa memasukkan data anak ke dapodik (data pokok pendidikan) karena kami tidak punya komputer untuk memasukkan data tersebut,” kata Leni.

Alasannya tidak punya komputer, karena komputer yang sebelumnya rusak.

Uang yang ada lebih diprioritaskan untuk membayar guru yang mau mengajar di tempatnya.

Kondisi ini menjadi kendala bagi Leni. Meskipun begitu, dia tetap mengusahakannya.

Selain mewadahi anak-anak sekitar yang butuh pendidikan formal, Leni juga mengajak para ibu sekitar untuk membuat usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM).

“Ada 20 UMKM binaan kami,” kata dia.

Para pelaku UMKM ini juga berasal dari keluarga menengah ke bawah.

Leni menyayangkan karena dari 20 UMKM binaannya ini, hanya satu, dua, yang mendapatkan bantuan pemerintah.

Dia sendiri tidak tahu penyebabnya apa. Baginya, yang penting anak dan beberapa keluarga di Kampung Legok tempat dia tinggal punya kegiatan positif.

Menurut Leni, gerakan pendidikan harus disertai gerakan ekonomi. Sebab, dua hal tersebut yang bisa membuat pendidikan terasa lebih berarti untuk warga sekitar.

Selain itu, dia juga mengadakan pengajian-pengajian.

“Kita juga ada rumah tahfiz, tempatnya di sinilah, di rumah ni,” kata dia.

Bagi Leni, setiap kali dia mendengar lagu kebangsaan, hatinya bergetar dan Leni meneteskan air mata.

Dia ingat bagaimana usaha-usaha mendapatkan medali dan bagaimana pentingnya kehidupan anak-anak di masa mendatang.

Ada semacam nasionalisme pribadi yang menjadi prinsip Leni.

Prinsip ini lah yang membuatnya tak gentar menjalani kegiatannya.

“Kalau saya belum dikehendaki mati, saya belum akan mati. Semua kehendak Allah,” kata Leni.

Update: Pembaca Kompas.com dapat berpartisipasi dalam meringankan beban penderitaan kisah ini dengan cara berdonasi klik disini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com