KOMPAS.com- Derap langkah kaki militer Belanda memasuki kawasan Yogyakarta dan Solo.
Mereka menggempur objek-objek vital dalam Agresi Militer Belanda pada tahun 1948.
Pemancar-pemancar radio pun tak luput dari serangan. Sebab, objek tersebut ialah ancaman besar bagi Belanda saat itu.
"Radio ketika itu menjadi alat komunikasi, yang bisa memberikan komando, menyampaikan gambaran situasi serta sarana agitasi politik bangsa Indonesia. Belanda khawatir, pejuang mengobarkan semangat melalui radio," kata Sejarawan yang juga Dosen Prodi Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko.
Baca juga: 3 Jam Avanza Tersesat di Hutan Gunung Putri Saat Tengah Malam, Polisi: Kabut Tebal dan Hujan Deras
Hal itu membuat para pejuang penyiaran di Solo yang ketika itu lebih dikenal dengan sebutan angkasawan, mengambil langkah sigap.
Atas perintah Kepala RRI Surakarta, R. Maladi, mereka menyelamatkan pemancar radio di Kota Bengawan.
"Oleh R. Maladi dan teman-teman angkasawan, radio itu dungsikan ke arah kaki Gunung Lawu secara diam-diam," kata dia.
Baca juga: Mengintip Ponten, Toilet Umum Pertama di Solo pada Masa Kolonial
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.