Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Samiyem Penyapu "Bong Cina", Tidak Menyerah Berapa Pun Rezeki Imlek yang Diterima

Kompas.com - 12/02/2021, 14:07 WIB
Dani Julius Zebua,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

 

Kekeluargaan yang terjalin

Sekalipun tak besar, upah itu sangat berarti bagi Samiyem. Ia pun mengaku akan terus membersihkan bong dan tidak menyesal untuk terus menjaga kepercayaan pelanggannya.

“(Karena) sudah kenal, jadi tidak enak (hati bila menolak),” kata Samiyem.

Hubungan ini sejatinya tidak hanya dinilai dari pemberian saat Imlek semata. Samiyem mengingat bagaimana salah satu keluarga Tionghoa memberi uang untuk Atmo membeli kambing pada perayaan Hari Qurban.

Belum lagi, ada kala di mana keluarga ahli waris membiayai penyaluran air PDAM ke rumahnya di masa lalu, ada juga keluarga Tionghoa mengirim undangan untuk hadir di hajatan pernikahan. Mereka mengirim undangan itu sekaligus ongkos pulang pergi. Ia merasa bersyukur tidak dilupakan.

Tidak cuma itu, keluarga ahli waris mempercayakan seutuhnya kondisi bong yang dirawat sampai sekarang. Misal, suatu waktu ada yang meminta dinding bong yang terbuat dari batu itu dibersihkan dengan cara yang rumit. Hasil yang didapat juga lumayan besar.

“Misal membersihkan lantai dan dinding batu makam dengan bahan kimia. Mereka telepon dulu. Mereka beri Rp 1.000.000 untuk bersihkan satu dinding makam ini, disikat pakai. Tidak mungkin mengerjakan sendiri, saya pasti minta tolong orang lain. Jadi dikerjakan bersama dan uang dibagi,” kata Samiyem.

Pekerjaan dilakoni meski upah kecil memang bukan penghasilan rutin. Selebihnya, Samiyem mengisi waktu dengan jualan sosis bakar dan minuman es. Sementara suaminya bekerja sebagai buruh bangunan. “Saya di sini sambil momong cucu,” kata Samiyem.

Baca juga: Kisah Keikhlasan Musa, Sopir Angkot yang Dibayar Rp 200 oleh Penumpangnya

Bong Cina dibangun masa kolonial Belanda

Bong Cina Giripeni gambar eksistensi etnis Tionghoa pada masa silam di Kulon Progo. Makam dibangun pada masa kolonial Belanda di lahan milik kakek dari Atmo. Turun temurun keluarga ini menjadi juru kunci makam. Pekerjaan ini tak diikuti oleh anak kandung Atmo, justru mengalir ke Samiyem.

Komplek berisi sekitar seratusan bong. Lokasinya sekitar 2 kilometer dari pusat Kota Wates. Makam orang Tionghoa dapat dengan mudah diketahui dari bentuk kubur, nisan, dan mausoleum (bangunan pelindung makam), karena memiliki ciri khas dan gaya arsitektur tersendiri.

Secara umum, kondisi keseluruhan komplek memang tidak lagi terawat. Samiyem menceritakan, banyak ahli waris yang tidak lagi mengunjungi lokasi ini. Dampaknya, sejumlah bong rusak bahkan hilang.

Berbeda dengan bong yang dititipi ke juru kunci untuk dirawat.

“Dulu itu banyak sekali nisan sampai ke sana-sana. Karena tidak dirawat sama ahli waris, nisan rusak, ada juga hilang. Ini lapangan tempat anak-anak main bola,” kata Samiyem.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com