Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tutup Akses Perusahaan Sawit, 3 Tokoh Adat Dayak Modang Long Wai Diperiksa Polisi

Kompas.com - 10/02/2021, 18:55 WIB
Zakarias Demon Daton,
Khairina

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Tiga tokoh adat Dayak Modang Long Wai terpaksa berurusan dengan Polres Kutai Timur.

Hal tersebut buntut dari aksi penutupan akses pengangkutan CPO dan buah sawit salah satu perusahaan di wilayah adat Dayak Modang, Desa Long Bentuk, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, pada 30 Januari 2021 lalu.

Masyarakat melakukan pemortalan jalan sambil membentang spanduk tertuliskan "Kembalikan tanah adat kami", "Stop rampas hak masyarakat adat" dan berbagai seruan lainnya.

Ketiga tokoh adat yang dipanggil yakni Daud Lewing selaku Kepala Adat, Benediktus Beng Lui selaku Sekretaris Adat dan Elisason tokoh masyarakat.

“Kami panggil mereka sebagai saksi karena ada empat laporan masuk terkait penutupan akses jalan itu,” ungkap Kasat Reskrim Polres Kutai Timur AKP Abdul Rauf saat dihubungi Kompas.com, Rabu (10/2/2021).

Baca juga: Warga Dayak Long Wai 13 Tahun Berjuang Mengembalikan 4.000 Hektar Tanah Adat dari Perusahaan Sawit

Menurut Rauf, banyak warga dirugikan atas aksi penutupan itu. Karena tak bisa menjual buah kelapa sawit ke perusahaan, begitu juga pengangkutan CPO pun terhambat.

“Karena dua akses utama keluar masuk perusahaan ditutup,” kata Rauf.

Berhubung aksi penutupan itu dilakukan oleh sekelompok masyarakat, maka, kata Rauf laporan belum mengerucut ke perorangan.

Hanya saja, pihaknya harus memanggil orang yang dianggap tokoh oleh masyarakat. Sehingga muncul tiga nama tersebut sebagai perwakilan warga untuk memberi keterangan.

“Kebetulan tiga tokoh yang kita panggil ini juga berada di lokasi saat penutupan akses jalan itu,” jelas Rauf.

Sehingga, dikeluarkan surat pemanggilan ke ketiganya sebagai saksi untuk mengklarifikasi laporan tersebut.

Surat panggilan pertama sudah dilayangkan, namun ketiganya tak memenuhi panggilan polisi pada Senin (8/2/2021). Panggilan kedua rencana dilakukan, Kamis (11/2/2021).

Alasan penutupan akses jalan

Masyarakat adat Dayak Modang Long Wai melakukan aksi penutupan akses jalan keluar masuk ke perusahaan sawit, karena menuntut lahan adat mereka seluas 4.000 hektar yang dicaplok perusahaan.

“Lahan adat kami digusur dan ditanami sawit tanpa persetujuan masyarakat Dayak Long Wai,” ungkap Kepala Adat, Daud Lewing melalui keterangan pers yang dikirim kepada Kompas.com, Rabu (10/2/2021).

Baca juga: Terdampak Banjir Kalsel, Desa Dayak Meratus Rusak Diterjang Longsor, Warga: 4 Lumbung Padi Kami Rusak

Penggusuran itu, kata Daud, menghilangkan hak-hak adat seperti kayu dan hutan tempat berburu dan mencari nafkah masyarakat adat Dayak.

Sekitar April 2015, masyarakat adat menuju lokasi perusahaan dan meminta penggusuran di wilayah adat distop.

Masyarakat juga mengundang perusahaan datang ke kampung untuk menyelesaikan masalah hutan yang terlanjut digusur itu, namun tak diindahkan perusahaan.

Oleh karena itu, masyarakat menuntut perusahaan sawit itu keluar dari wilayah Desa Long Bentuk, sesuai batas adat yang sudah disepakati antar desa pada 1993.

“Kami meminta lahan adat seluas 4.000 hektar itu dikeluarkan dari areal perusahaan,” tegas dia.

Daud menjelaskan, masyarakat juga menuntut perusahaan mencabut kepala sawit yang telah ditanam di atas tanah adat milik masyarakat, dan segera memulihkan fungsi lingkungan seperti sediakalanya.

“Perusahaan harus menanam kembali kayu ulin, meranti, durian, karet, kelapa, kopi dan lainnya di lahan yang digusur itu dan memeliharanya sampai berhasil,” tegasnya.

Selain itu, perusahaan juga dihukum denda adat karena merusak hutan dan tanaman tumbuh senilai Rp 15 miliar.

Nilai itu diakumulasi dari barang-barang adat seperti mandau besi batu, antang, gong, manik, piring tapak kuda, beras, babi, ayam dan barang lainnya untuk keperluan upacara Mekean Tenoaq atau pemulihan tanah.

“Upacara ini dimaksud untuk memulihkan fungsi spiritual lingkungan dan memperbaiki hubungan antar masyarakat dengan roh pelindung semesta,” jelas dia. 

Perjuangan mengambil alih lahan ini, kata Daud, sudah berlangsung kurang lebih 13 tahun. Namun hingga saat ini belum membuahkan hasil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com