Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Juliana Sabar Menanti Bantuan Kaki Palsu Agar Bisa Bantu Suami Kerja di Kebun

Kompas.com - 09/02/2021, 07:00 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Khairina

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Juliana Keda (55) tengah duduk sendirian melihat lalu lalang jalan raya sambil menerawang jauh, ia terkejut dan langsung tersenyum seakan baru tersadar dari lamunannya, saat Kompas.com mengunjunginya, Senin (8/2/2021).

Entah apa yang sedang dilamunkannya dari balik dinding yang berasal dari karung dan spanduk bekas tersebut.

Hawa pengap dan panas demikian menyengat kulit, karena tempat tinggal Juliana berada tepat di pinggir pantai, lokasi para petani rumput laut menjemur hasil panen mereka, di sekitar jalan Lingkar Nunukan Kalimantan Utara.

‘’Saya sudah izin pakai tempat ini, bekas orang jualan, jadi samping-sampingnya ditutup karung dan spanduk bekas,’’tutur Juliana, dengan senyum yang dipaksakan.

Baca juga: Kisah Pemuda Bantul Tak Kuliah Demi Buat Berbagai Jenis Dinosaurus, Mirip Asli, Dipesan Banyak Wahana

Ia mengatakan baru sekitar dua bulan tinggal di bangunan kayu berukuran sekitar 5 x 2,5 meter tersebut.

Hanya tersedia meja papan, berukuran 2 meter dengan lebar tak sampai 3 jengkal. Di situlah Juliana Keda dan suaminya, Petrus Tety (60) tidur.

Keduanya bahkan harus beradu kaki saat tidur, posisi kepala Juliana dan kepala suaminya harus saling berlawanan, karena sempitnya meja tersebut.

Tidak terlihat ada barang barang rumah tangga, hanya sedikit peralatan masak dan radio kecil yang menjadi hiburan pasangan suami istri dari Larantuka Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.

‘’Sebelumnya kami tinggal di rumah kebun, tapi sekarang dipakai sudah rumah kebunnya sama pemilik, jadi kami pindah, cari tempat tinggal,’’lanjutnya.

Juliana menuturkan, ia pergi ke Nunukan, saat suaminya dideportasi melalui Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, sekitar 4 tahun lalu. Suami Juliana sebelumnya adalah pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia.

‘’Suami panggil supaya temani dia di Nunukan, tahun 2018 saya datang, kami bekerja tanam sayur di kebun orang di Sedadap, Nunukan Selatan,’’tuturnya.

Kehilangan sebelah kaki

Malang tak dapat ditolak, belum lama ia sampai di Nunukan, kakinya tertusuk duri tanaman pakis hutan, ketika ia menanam jagung di kebun.

Bagian tajam pohon pakis hutan menusuk kulit betisnya agak dalam, Juliana berusaha mencabutnya sendiri tanpa memeriksakan diri ke rumah sakit.

‘’Saya cabut waktu itu keluar banyak darah, lepas sebulan kemudian baru pergi ke rumah sakit, sudah bengkak, membiru, dokter bilang racunnya menjalar ke tulang, dan dipotonglah sebatas lutut,’’katanya.

Baca juga: Kisah Sopir Angkot di Kendari Bawa Bayi Sambil Narik Penumpang, Videonya Viral

Sejak itu, Juliana hanya bisa termenung di rumah, menunggu suaminya pulang, keduanya tinggal dalam kebun berjauhan dengan tetangga, sehingga kesepian dan penyesalannya yang tak mampu membantu suaminya sering membuat perasaan Juliana tertekan.

‘’Karena kaki saya begini, mana saya bisa bekerja sudah, diam saja duduk, hanya bisa menunggu suami pulang bekerja di kebun orang,’’lanjutnya.

Menunggu kaki palsu bantuan pemerintah

Juliana dan Petrus mengaku tidak memiliki keturunan. Harapan mereka saat ini hanya ingin pulang kampung, menempati rumah mereka dan menghabiskan masa tua di kampung halaman.

Juliana menabung sedikit demi sedikit dari penghasilan harian suaminya yang tak seberapa. Sedangkan Petrus, terus bekerja di kebun orang, dan sabar menunggu kesiapan istrinya pulang kampung.

Sebab, selama ini, Juliana selalu mengatakan menunggu bantuan kaki palsu dari pemerintah.

‘’Ada waktu itu orang Dinas Sosial datang, mereka bilang mau kasih bantu kaki palsu, jadi mereka kasih saran, tunggu dulu kaki palsunya, barulah pulang," lanjut Juliana.

Di benak Juliana, jika kaki palsu sudah ia terima, tentu ia bisa sedikit meringankan beban suaminya. Meski tak membantu banyak, setidaknya, ia bisa melakukan kewajiban sebagai seorang istri untuk mengurus suami.

‘’Lama sudah kaki saya begini, jalan pakai penyangga, suami kerja keras, kasihan dia, jadi saya selalu berharap segera mendapat itu kaki palsu,’’ujarnya menunduk dan suaranya berubah parau.


Belum ada kepastian bantuan kaki palsu

Sekretaris Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Nunukan Yaksi Belaning Pratiwi mengatakan, Pemerintah Daerah sudah pernah memberikan bantuan kruk penyangga untuk Juliana.

Dinas Sosial juga sudah memasukkan nama Juliana ke daftar penerima bantuan kaki palsu pada 2020 lalu.

Namun, sampai hari ini, Dinsos Nunukan belum menerima konfirmasi kapan bantuan tersebut diterima.

‘’Kita juga menunggu pemberitahuan, itu usulan kita kirim 2020 lalu, tapi sampai sekarang kita belum menerima konfirmasi lagi, jadi kami juga tidak bisa pastikan kapan kaki palsunya ada,’’jawabnya.

Sementara untuk bantuan tunai, Juliana juga tidak menerima karena belum terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Yaksi menjelaskan, Dinsos tidak memungkiri jika Juliana merupakan orang terlantar, akan tetapi mereka tidak bisa menampungnya.

Ada beberapa alasan yang dikemukakan Yaksi, satu satunya tempat yang dimiliki Dinsos Nunukan adalah Rumah Perlindungan Trauma Centre (RPTC), saat ini sudah tak layak huni karena banyak kerusakan di sejumlah bagian gedung.

Alasan lain, Dinsos tidak memiliki anggaran untuk penanganan orang terlantar di dalam panti.

‘’Terlebih ada Permendagri terbaru, Dinas Sosial kabupaten hanya menangani persoalan orang terlantar di luar panti, kalau ditampung di RPTC misalnya, itu dalam panti, kita tidak ada anggaran makanan untuk itu tahun 2021, tapi akan kita coba cari solusi lain,’’jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com