Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Sangka, Awalnya Tugas Kuliah, Usaha Tempe Benny Kini Beromzet Rp 100 Juta Sebulan

Kompas.com - 08/02/2021, 15:45 WIB
Kontributor Banyuwangi, Imam Rosidin,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BADUNG, KOMPAS.com - Berawal dari tugas kuliah, Benny Santoso (25) kini sukses menjadi pengusaha tempe.

Pria asal Solo, Jawa Tengah, ini mampu meraup omzet Rp 100 juta dalam sebulan dari produksi tempe.

Benny merupakan lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata Bali di Nusa Dua, Badung, Bali, pada 2016.

Saat tugas akhir, Benny membuat produk olahan berupa tempe keju. Setelah produk jadi, ia memberikannya ke teman-temannya.

Ternyata rasa tempe keju buatannya disukai.

"Jadi ide awalnya buat tempe adalah tugas kuliah, kebetulan ketika kuliah program kuliner manajemen dan buat tempe keju. Saya lalu kasih sampel ke temen dan mereka suka," kata Benny ditemui di tempat produksi tempenya, di Jalan Raya Angantaka-Kutri, Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (5/2/2021).

Baca juga: Harta ASN Penyeleweng Dana Infak Masjid Raya Sumbar Disita jika Tak Bayar Uang Pengganti Rp 1,75 M

Setelah lulus kuliah, Benny sempat bekerja di sejumlah hotel dan restoran di Bali.

Namun, jiwa wirausahanya memanggil dan ia keluar dari tempat kerjanya dan mencoba memproduksi tempe.

"Saat bekerja itu saya punya pikiran kenapa tempe ini tak diolah, lalu saya berpikir tempe diolah dan dibikin beragam produk kan asik," kata dia.

Baca juga: Misteri Suara Dentuman di Malang yang Akhirnya Terpecahkan...

Ia kemudian mulai memproduksi tempe pada akhir 2016.

Awalnya ia hanya menggunakan mesin pengolahan tempe sederhana dengan modal awal Rp 3,5 juta. Ia juga mengerjakannya sendiri saat itu.

Di awal memulai usahanya, Benny hanya fokus membuat tempe mentah.

Tempe tersebut ia jual di lingkungan tempat tinggalnya dan sejumlah toko.

Varian produk dari Ini TempeKompas.com/ Imam Rosidin Varian produk dari Ini Tempe

Namun, karena tak bisa bertahan lama, ia lalu memodifikasinya dan tempe dijadikan kue kering hingga keripik.

Nama usahanya dinamai "Ini Tempe" yang merupakan akronim dari innovated new idea with tempe.

Untuk tahap awal dia memproduksi 5 hingga 10 kilogram tempe.

Benny lalu memasarkannya ke sejumlah hotel, restoran, dan toko dari awalnya yang ke tetangga di sekitar rumahnya.

Ternyata banyak yang suka produknya tersebut.

Usahanya kemudian semakin berkembang pada 2017.

Setiap pekan, ia bisa memproduksi 40-50 kilogram tempe atau 200 kilogram tempe tiap bulan.

Tak mudah

Benny mengaku tidak mudah untuk sampai di titik ini. Sebab, ia sempat jatuh-bangun dalam membangun usahanya.

Kesulitan yang dialami adalah mencari bahan baku tempe. Sebab, ia menggunakan kedelai lokal jenis Grobogan.

Penggunaan kedelai ini karena dinilai lebih sehat. Kedelai jenis ini bukan produk GMO ( Geneticaly Modified Organism) atau kedelai hasil rekayasa genetik.

Namun harga kedelai ini dinilai lebih mahal dari kedelai impor pada umumnya.

Jika kedelai impor seharga Rp 6.000 hingga Rp 8.000 per kilogram, maka kedelai Gerobogan ini seharga Rp 12.000 per kilogram.

Hal ini membuat harga tempe dari Ini Tempe sedikit lebih mahal dari yang di pasaran.

Selain lebih mahal, kedelai jenis ini juga hanya ditanam di musim tertentu dan tak banyak petani yang menamnya.

Sehingga ia kadang mengalami kesulitan dalam manajemen rantai pasoknya.

Kedelai jenis ini biasanya ia beli di daerah Grobogan, Jawa Tengah dan di Jembrana, Bali.

Kini Ini Tempe sudah memiliki bermacam produk olahan seperi kue kering, keripik, dan berbagai varian tempe mentah.

Untuk tempe mentah original dengan berat 90 gram dijual Rp 6.500. Sedangkan 15 gram dijual seharga Rp 7.500 per lima potong.

Kemudian varian tempe keju dijual Rp 10.000 per lima potong. Sementara keripik tempe dijual seharga Rp 65.000 dengan berat 190 gram.

Lalu kue kering tempe seharga Rp 35.000 dengan berat 110 gram.

Pandemi

Omzet penjualan tempe Benny turun 40 persen karena terdampak pandemi Covid-19.

Tak patah arang, Benny mengakalinya dengan menjual produknya secara daring dan sudah mulai banyak pesanan dari luar Bali, seperti Jakarta dan Surabaya.

“Di masa pandemi ini turun 30-40 persen. Sekarang pembeli juga belinya lewat online. Kita juga sebisa mungkin menjual via online," kata Benny.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com