PINRANG, KOMPAS.com – Seorang petani asal Pinrang, Sulawesi Selatan, mengatasi hama tikus yang menganggu sawahnya dengan cara kreatif. Ia menjadikan bangkai tikus sebagai bio gas dan pupuk cair yang kaya unsur hara.
Hasilnya, diklaim lebih baik ketimbang bio gas dan pupuk dari kotoran sapi.
Begini kisah Anas Tika, si petani kreatif.
Menurut Anas, ia terobsesi membuat bio gas karena BBM sulit didapat, sementara pupuk juga mahal. Di sisi lain, hama tikus berlimpah.
Awalnya, Anas Tika terganggu dengan serangan wabah tikus yang kerap menghabisi tanaman padinya. Ia lalu membuat perangkap tikus raksasa di sekeliling areal persawahannya.
Dalam semalam perangkap tikus raksasa buatannya bisa menangkap hingga 1.500 ekor tikus per malam.
Baca juga: Belasan Ribu Tanaman Porang Tertimbun Longsor, Petani: Hujan Turun 5 Hari 5 Malam
Ia berpikir bagaimana mengolah ribuan bangkai tikus tangkapannya dalam semalam tersebut, agar bisa menjadi pupuk atau memberikan manfaat lain.
Berbagai percobaan pun ia lakukan, termasuk melakukan fermentasi bangkai tikus hingga siap menjadi pupuk cair yang kaya unsur hara, seperti kandungan nitrogen, posfat, kalium dan unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman.
Baca juga: Mengolah Cacing Merah Jadi Pundi-pundi Rupiah, Kisah Petani Desa Rejosari Riau (1)
Idenya itu tidak sengaja tercipta ketika Anas melihat bekas bangkai tikus yang telah hancur di sudut sawahnya membuat tanaman sampingan seperti pisang, kunyit, jahe di pematang sawahnya tumbuh subur.
Dari sanalah Anas penasaran hingga mencoba mengolah permentasi bangkai tikus dalam bak berdiamter 1,5 meter dengan kedalam tiga meter untuk diolah menjadi pupuk cair.
Karena banyaknya bangkai tikus dan membutuhkan waktu permentasi yang cukup lama hingga siap menjadi pupuk cair untuk tanaman padinya, Anas sampai membuat hingga 3 bak penampungan bangkai tikus di sekitar pematang sawahnya.
Baca juga: Mengolah Cacing Merah Jadi Pundi-pundi Rupiah, Kisah Petani Desa Rejosari Riau (2)
"Jika bio gas dari kotoran ternak harus terus diisi dengan kotoran baru untuk menghasilkan gas tambahan, bio gas dari bangkai tikus ini tidak," kata Anas.
Saat ini Anas mengembangkan bio gas bangkai tikusnya dalam tiga bak beton raksasa dengan diameter 2x2x3 meter.
Bak beton tersebut dibuat khusus untuk menampung bio gas yang kerap ia buang percuma, karena bak penampungan atau tempat permentasi bangkai tikus untuk produksi pupuk cair buatannya, bisa meledak atau pecah jika tekanan gas yang tinggi atau melebihi ambang batas.
Untuk itu, Anas berupaya mengolah bio gas kreasinya untuk kepentingan rumah tangga. Ia sedang merancang pipa-pipa gas dari bak penampungannya ke pondok-pondok petani di sekitarnya.
Ia juga merancang tempat khusus, agar bio gas bangkai tikusnya bisa diperjualbelikan layaknya tabung gas elpiji 3 Kg.
Sejumlah civitas akademika, hingga pejabat, tertarik melihat kreasi Anas. Padahal, Anas hanyalah petani lulusan SMP.
Kamaruddin mengaku kini terus mendorong setiap kelompok tani agar terus melakukan inovasi-inovasi pertanian yang baru dalam meningkatkan produksi dan nilai tambah bagi petani lainnya
“Saya Bangga, pemerintah setempat tentu saja terus mendorong bagaimana lahir petani-petani milenial seperti pak Anas yang banyak menginspirasi tidak hanya petani lokal tapi juga luar daerah," katanya.
"Terbukti banyak petani dari luar datang menduplikasi karya Pak Anas di tempat lain. Penemuan bio gas ini luar biasa, selain mengolah bangkai tikus jadi pupuk yang subur dan kaya unsur hara yang dibutuhkan tanaman,” jelas Kamaruddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.