Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Juyono, 50 Tahun Jadi Pandai Besi, Ikuti Jejak Ayah, Menempa Parang hingga Wajan

Kompas.com - 06/02/2021, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Profesi pandai besi atau pandai wesi sudah dikenal sejak dulu dan tercatat di banyak prasasti Jawa Kuno.

Namun kini keberadaan pandai besi nyaris terlupakan seiring dengan banyaknya perkakas pabrik.

Di Semarang, Jawa Tengah, keahlian dan ketrampilan menempa besi secara tradisional ini masih ditekuni segelintir orang. Bahkan diwariskan turun temurun ke generasinya dan bertahan hingga kini.

Api di tungku pembakaran itu semakin membesar setelah mesin peniup angin dinyalakan. Sedemikian besar hingga nyaris menjilat atap asbes di bengkel besi tempa milik Juyono, di Kampung Kaligetas, Mijen, Semarang, Jawa Tengah.

Baca juga: Kisah Abbas Si Pandai Besi, Usia 77 Tahun Jadi Pejuang Ekonomi Saat Pandemi

Melalui kegesitan tangan Juyono, lidah api itu dipakai untuk membakar besi sabit, cangkul, dan linggis. Aneka perangkat besi itu kemudian ditempa dengan martil, lalu dicelupkan di bak air pendingin.

Proses tersebut dilakukan berulang kali sebelum akhirnya dihaluskan dengan gerinda mesin agar halus dan tajam.

"Nanti dulu, ini harus ditempa terus sampai pas," jelas Juyono dengan logat Jawa kental menimpali si pemilik cangkul yang meminta proses itu disudahi.

Baca juga: Kisah Pandai Besi Ciptakan Pisau Khusus untuk Sembelih Hewan Kurban

Beberapa lama kemudian, pekerjaan lelaki berusia 62 tahun itu rampung.

Uang Rp 30.000 dan Rp 25.000 untuk perkakas besi dengan ketajaman sempurna, berpindah ke kantong bajunya.

Juyono adalah satu dari sedikit pandai besi tradisional yang masih tersisa.

Keahlian dan ketrampilannya menempa besi menjadi aneka perkakas dikenal banyak petani di sekitar Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Baca juga: Foto Viral Pencurian di Museum Sulawesi Tenggara, Keris dan Pedang Peninggalan Jepang Hilang

Ikuti jejak ayah dan paman

Juyono mengolah besi untuk diubah menjadi beragam perkakas.Nonie Arnee Juyono mengolah besi untuk diubah menjadi beragam perkakas.
Juyono telah melakoni profesi pandai besi selama setengah abad terakhir, mengikuti jejak ayahnya, Karimin, dan pamannya, Sujak, yang menggeluti profesi pandai besi sejak 1940-an lampau.

Sebagai anak sulung dari sembilan bersaudara, Juyono awalnya hanya membantu pekerjaan Karimin menempa besi.

"Ya ikut membantu ayah dari umur 12 tahun. Dari situ belajar sampai 15 tahunan, lanjut terus dan keterusan sampai sekarang jadi terampil pandai basi. Waktu itu belum ada mesin, manual semua," papar Juyono kepada wartawan BBC News Indonesia.

Baca juga: Saat Kades Kesurupan, Raih Keris Penari Jaipong di Indramayu

Banyak ilmu yang didapat Juyono dari ayah dan pamannya, termasuk teknik menempa besi dan menjaga kualitas produk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com