KOMPAS.com - Warga Dusun Ciheran, Desa Cijangkar, Kecataman Nyalindung, Sukabumi menjadi korban bencana tanah bergerak.
Tanah bergerak dilaporkan pertama kali terjadi pada Minggu (13/12/2020). Akibat kejadian tersebut, ratusan warga menginap di pengungsian pada malam hari atau saat hujan turun.
Selain di Sukabumi, fenomena tanah bergerak juga terjadi di beberapa daerah di Tanah Air.
Berikut 8 daerah yang alami fenomena tanah bergerak sejak dua bulan terakhir.
Pergerakan tanah terjadi sekitar pukul 18.00 WIB. Akibatnya, 36 rumah rusak dan 165 kepala keluarga mengungsi.
"Pergerakan tanah diakibatkan oleh faktor hujan yang mengguyur kawasan ini sejak pagi sampai malam hari," kata Kepala BPBD Purbalingga, Umar Fauzi saat ditemui di lokasi, Jumat (4/12/2020).
Umar menjelaskan, faktor topografi dengan kemiringan 30 derajat membuat tanah di Dusun Pagersari semakin labil.
Baca juga: Hujan Deras, Air Meluap dari Proyek Bandara Jenderal Sudirman Purbalingga, Jalan dan Sawah Tergenang
Akibatnya, puluhan rumah mengalami retak di bagian dinding, bahkan beberapa di antaranya roboh.
"Kerusakannya mulai dari rusak ringan hingga dapurnya ambruk. Karena elevasi tanahnya turun, ada dua rumah yang amblas, jadi berpindah lokasi," ungkapnya.
Warga khawatir terjadi longsor karena muncul mata air baru di sekitar rumah yang keruh.
"Pohon-pohon juga sudah terlihat miring sekitar 10 derajat, paling kelihatan itu pohon kelapa," terangnya.
Baca juga: Tanah Bergerak di Purbalingga, 36 Rumah Rusak, 165 KK Mengungsi
Akibatnya ada 9 rumah yang rusak karena tembok dan lantainya retak. Selain itu ada satu area kebun amblas hingga satu meter.
Kiwen (63) warga setempat mengatakan fenomena tersebut sempat terjadi setahun lalu. Namun tahun ini lebih parah. Ia menyebut ada 9 rumah yang rusak.
"Rumah punya anak saya retak-retak sejak tahun kemarin, tapi tahun ini semakin parah. Sekarang ada sekitar sembilan rumah yang rusak, dapurnya njeblos (ambles)," kata Kiwen saat ditemui, Jumat (11/12/2020).
Baca juga: Gerakan Jateng di Rumah Saja, Pasar Tradisional di Banyumas Tetap Buka
Hal senada jug adisampaikan Agus (30). Ia mengatakan pergerakan tanah tahun ini terjadi saat aliran Sungai Logawa yang berada jauh di bawah permukiman warga banjir, beberapa waktu lalu.
"Area kebun amblesnya semakin dalam waktu ada banjir kemarin. Tahun kemarin bagian bawah, terus sekarang tanah yang di atasnya juga ambles. Amblesnya lebih dari satu meter," ujar Agus.
Baca juga: Fenomena Tanah Bergerak di Kabupaten Banyumas, 9 Rumah Warga Rusak
Akibatnya 22 kepala keluarga di RT 12 mengungsi.
Maman salah seorang warga bercerita pada Jumat malam, dinding rumah dan lantainya mengalami retakan kecil.
"Sabtu dini hari, terjadi retakan yang cukup besar. Suara keramik pecah terdengar jelas," kata Maman.
Baca juga: Ibu di Ciamis Melahirkan Tanpa Merasa Hamil, Bidan Desa: Ini Keajaiban
Pada Sabtu pagi, Maman dan tetangga lainnya mengosongkan rumah. Mereka mengungsi di rumah kerabat dan bale dusun.
Sebelum terjadi peristiwa ini, wilayah setempat diguyur hujan lebat cukup lama. Maman mengatakan, hujan turun dengan lebat sejak seminggu terakhir.
"Hujannya lama, deras," ucap dia.
Baca juga: Ketakutan karena Tanah Bergerak di Ciamis, Warga Satu RT Mengungsi
Hingga Senin (11/1/2021) pergerakan tanah semakin meluas dan ada 40 rumah yang rusak.
Sejumlah bangunan rumah tembok mengalami retak-retak pada dinding dan lantainya. Sedangkan pada rumah-rumah panggung mengakibatkan bergesernya batu pondasi (tatapakan).
Selain itu retakan memanjang dijumpai di tanah di sekitar permukiman dan lahan lerengan di perbukitan Gunung Baros.
Oneng (65) menuturkan rumah temboknya sudah tidak layak huni. Makanya sudah mengungsi ke rumah saudaranya sekitar seminggu.
"Tembok-temboknya dan lantai sudah banyak retakan Takut ambruk makanya mengungsi," tutur dia. Ratusan warga kemudian diungsikan di SMP Negeri 2 Gegerbitung dan SDN 1 Ciengang.
Baca juga: Bencana Tanah Bergerak di Kaki Gunung Baros Sukabumi, 40 Rumah Rusak
Tanah bergerak mengakibatkan 14 unit rumah warga terancam ambruk, karena kondisi retakan tanah semakin meluas.
"Fenomena tanah bergerak terjadi sejak tiga hari lalu. Sejak kemarin, retakan akibat pergerakan tanah semakin meluas," Kata Geuchik atau Kepala Desa Lamkleng Muhammad Fadil kepada Kompas.com, Kamis (14/1/2021).
"Tanah semakin hari bertambah dalam turunnya, sehingga statusnya dalam pengawasan dan sudah dipasang garis agar warga tidak beraktivitas di sekitar lokasi itu," kata dia.
Sementara itu, Ilyas warga Desa Lamkleng menduga bahwa retakan tanah itu terjadi akibat maraknya aktivitas galian C pada masa lalu, di sepanjang sungai yang melintasi permukiman mereka.
"Bisa jadi tanah bergerak akibat aktivitas galian C dulu, karena posisi permukiman kami ini berada di perbukitan. Struktur di bawah pun karang, tapi sekarang seperti aktif peregerakan permukaan tanah," ujar Ilyas.
Baca juga: Tak Cuma di Jawa, Fenomena Tanah Bergerak Juga Terjadi di Aceh
Kepala BPBD Purworejo, Sutrisno mengataka tanah bergerak dipicu oleh intensitas hujan yang tinggi.
"Sekarang sudah 3 rumah yang roboh. Total ada 14 KK yang mengungsi," jelas Sutrisno, melalui pesan singkat Whatsapp, Senin (18/1/2021).
BPBD Kabupaten Purworejo mencatat sementara ada 14 KK terdiri dari 31 jiwa yang mengungsi di 8 pos pengungsian.
Adapun rekahan tanah akibat fenomena ini rata-rata memiliki lebar 1-5 sentimeter, sepanjang sekita 50 meter.
Ada beberapa rumah yang rusak pada lantai, dinding terlihat retak, sampai ada yang ambrol.
Baca juga: Belasan Rumah dan Mushala Terancam Bencana Tanah Bergerak di Purworejo
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Brebes mencatat sedikitnya sembilan rumah warga di RT 001, RW 001 Gununglarang rusak akibat turut terdampak.
"Sejak pukul 14.00 WIB, hujan intensitas rendah hingga tinggi terjadi hingga pukul 19.00 WIB. Akibatnya sampai menimbulkan tanah bergerak," kata Nuhsy, saat mendampingi Bupati Brebes Idza Priyanti ke lokasi, Selasa (2/2/2021).
Baca juga: Pasar Akan Ditutup 2 Hari, Bupati Brebes: Siapkan Stok Pangan
Tanah bergerak tak hanya merusak sejumlah rumah warga yang lokasinya di dekat ruas jalan.
Jalan beton yang menghubungkan ruas Kecamatan Bumiayu-Salem juga turut retak-retak.
"Gerakan tanah yang ditandai dengan retakan-retakan pada jalan beton yang merupakan jalan provinsi ruas Bumiayu-Salem," kata dia.
Baca juga: 9 Rumah Warga Rusak akibat Tanah Bergerak, Pemkab Brebes Rencanakan Relokasi
"Tadinya satu, dua, rumah retak, lalu ada yang roboh. Total hingga saat ini 41 rumah rusak, 3 rumah sudah roboh karena tanahnya bergeser. Tiap setelah hujan pasti ada laporan rumah retak, bahkan roboh," kata Ubay ketua RT setempat kepada Kompas.com di Kampung Jampang Cikoneng, Lebak, Senin (1/2/2021).
Setidaknya terdapat 115 kepala keluarga (KK) yang terdampak. Sebanyak 41 rumah mengalami kerusakan hingga roboh akibat tanah bergerak.
Baca juga: Waspada Banjir dan Longsor di Kabupaten Lebak
Ini adalah kali kedua pergerakan tanah terjadi di wilayah tersebut. Pada 2019 lalu, sejumlah rumah juga dilaporkan rusak akibat bencana tersebut.
Ubay mengatakan, saat tanah bergerak pada 2019 lalu, sebagian warga sudah direlokasi dengan bantuan pemerintah ke tempat yang dirasa cukup aman. Namun, tersisa sekitar 50 KK lain yang sebelumnya tidak terdampak.
Mereka enggan untuk meninggalkan rumah, lantaran tidak punya biaya untuk membangun rumah di lokasi yang lebih aman.
Baca juga: Puluhan Rumah di Lebak Rusak akibat Tanah Bergerak, Jumlahnya Terus Bertambah
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Acep Nazmudin, M Iqbal Fahmi, Fadlan Mukhtar Zain, Candra Nugraha, Raja Umar, Ika Fitriana, Tresno Setiadi, Acep Nazmudin| Editor : Dony Aprian, Abba Gabrillin, Aprillia Ika, Dony Aprian, Farid Assifa, Teuku Muhammad Valdy Arief)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.