Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harap-harap Cemas Korban Bencana Tanah Bergerak di Sukabumi, Sebulan Mengungsi dan Terancam Kehilangan Rumah

Kompas.com - 04/02/2021, 11:50 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Masyarakat Desa Ciherang, desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat dihantui ancaman bencana tanah bergerak sejak Minggu (13/1/2021).

Ketakutan warga beralasan karena sejumlah retakan di temukan di bangunan dan tanah di pemukiman serta persawahan sejak akhir Desember 2020.

Selain itu lahan persawahan yang tak jauh dari pemukiman juga diketahui ambles pada Jumat (2/1/2021) sore.

Hingga Selasa (26/1/2021) dari data Pemdes Cijangkar, ada 16 unit rumah yang rusak. Empat rumah di antaranya sudah dibongkar.

Belasan rumah tersebut dihuni 18 kepala keluarga yang berjumlah 42 jiwa.Sedangkan 103 rumah yang dihuni 116 kepala keluarga yang terdiri dari 366 jiwa.

Baca juga: Seiring Bunyi Dentuman, Bebatuan Penutup Rekahan di Lokasi Bencana Tanah Bergerak Sukabumi Lenyap

Bertahan di SD untuk mengungsi

Sejumlah pengungsi bertahan di SDN Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (27/1/2021).KOMPAS.com/BUDIYANTO Sejumlah pengungsi bertahan di SDN Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (27/1/2021).
Hari itu, Rabu (27/1/2021) sekitar pukul 09.00 WIB hujan mulai turun di Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung,, Sukabumi.

Terlihat kabut menyelimuti pemukiman di atas ketinggian 930 mdpl sehingga udara dingin dirasa warga hingga menusuk tulang.

Sementara itu sejumlah pengungsi tetao bertahan di tempat pengungsian di bangunan SD Negeri 1 Ciharang.

Padahal biasanya mereka boleh pulang ke rumah saat matahari terbit. Namun karena hujan, mereka tetap bertahan di pengungsian sejak Selasa malam.

Baca juga: Warga di Lokasi Tanah Bergerak Sukabumi Kembali Dengar Bunyi Dentuman

Bangunan SD tersebut berjarak sekita 100 meter dari pemukiman warga yang rusak akibat bencana tanah bergerak.

Salah satu warga yang bertahan di pengungsian adalah Lela (50).

Ia bercerita rumahnya berada lebih rendah dari pemukiman yang terdampak tanah bergerak. Rumah tersebut dibangun dari program pembangunan rumah tidak layak huni sekitar 2 tahun lalu.

"Jadi kalau hujan semakin khawatir. Apalagi dulu, tahun 2001 pernah ada longsor juga dekat ke rumah," tutur Lela di sela membersihkan ruang pengungsian.

Baca juga: Fakta di Balik Suara Dentuman di Lokasi Bencana Tanah Bergerak di Sukabumi

Hal yang sama juga sampaikan Lia (35). Ia memilih bertahan di tempat pengungsian, karena memiliki bayi yang baru berusia 2 bulan.

"Kalau enggak hujan sih pulang ke rumah, kalau hujan begini pilih di sini saja bertahan," kata Lia.

Warga lainnya, Arme (69) juga memilih bertahan. Sambil berbaring dan berselimut alas tempat tidur di atas lantai karena sakit.

Baca juga: Retakan Tanah Bergerak Semakin Banyak di Kaki Gunung Beser, Warga Resah Menunggu Penyelidikan Badan Geologi

"Ibu saya sakit kepala sudah beberapa hari ini, tekanan darahnya naik," kata Minar (40) anak Arne yang tinggal di wilayah Kota Sukabumi.

Awalnya, Minar akan menjemput Ibunya untuk dibawa ke rumahnya di Baros. Namun, karena kondisinya sakit, penjemputan dibatalkan.

"Ibu juga enggak mau. Makanya bertahan di sini saja dulu," ujar Minar.

Baca juga: BPBD Tetapkan Siaga Darurat Bencana Tanah Bergerak di Kaki Gunung Baros Sukabumi

Warga menunggu kejelasan

Lokasi permukiman Kampung Ciherang Kaler, Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat. Foto diambil Senin (18/1/2021).DOK : KIEKIESUKABUMI Lokasi permukiman Kampung Ciherang Kaler, Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat. Foto diambil Senin (18/1/2021).
Sementara itu Wahyu Syafaat (36) memilih mengungsikan istrinya yang hamil 9 bulan dan anak pertamanya ke rumah orangtuanya di Kampung Cigaluga, Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung.

Ia melakukan hal tersebut sambil menunggu kepastian apakah rumahnya bisa ditempati atau tidak.

Menurutnya masyarakat di lokasi bencana tanah bergerak di Dusun Ciherang sangat mengharapkan pengkajian permukiman segera dilaksanakan.

Hal ini terkait keberlangsungan kehidupan warga di dusun terletak pada ketinggian 930 meter dari permukaan laut (m dpl).

Baca juga: Korban Bencana Tanah Bergerak Kaki Gunung Beser: Kami Minta Kejelasan, Masih Bisa Ditinggali atau Tidak

"Saya masih menunggu dari pihak pemerintah untuk memberikan kejelasan ke depannya. Apakah masih bisa ditempati atau tidak," kata Wahyu.

Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukabumi, Anita Mulyani mengatakan kajian terkait tanah bergerak itu perlu waktu. Karena tim ahli pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) - Badan Geologi sangat terbatas.

"BPBD akan melakukan kajian bersama Badan Geologi terkait status tanah ini, apakah masih layak dihuni apa tidak," kata Dia.

"Ahli dalam penanganan ini (tanah bergerak) se Indonesia hanya ada 12 orang," ujar dia.

Baca juga: Melihat Kondisi Pengungsi Tanah Bergerak di Kaki Gunung Beser Sukabumi

"Dan menang kami sedang menunggu giliran. Tetapi bila harus segera dilakukan akan bekerjasama dengan instasi lain dalam mengkaji kondisi tanah di sini," sambung Anita.

Sementara itu Kepala Seksi Pencegahan, BPBD Kabupaten Sukabumi, Nanang Sudrajat menjelaskan surat permohonan penyelidikan bencana tanah bergerak ke PVMBG sudah dilayangkan.

"Rencananya ada delapan lokasi di Kabupaten Sukabumi yang akan dikaji PVMBG. Termasuk di Ciherang," jelas Nanang.

Baca juga: Belasan Rumah dan Mushala Terancam Bencana Tanah Bergerak di Purworejo

Tedengar dentuman, bebatuan penutup rekahan hilang

Warga bergotong royong memindahkan perabotan rumah tangga di lokasi tanah bergerak Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (3/1/2021).KOMPAS.COM/BUDIYANTO Warga bergotong royong memindahkan perabotan rumah tangga di lokasi tanah bergerak Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, Minggu (3/1/2021).
Pada Sabtu (30/1/2021) warga di Dusun Cihereng panik karena merasakan getaran dan mendengat suara gemuruh serta dentuman.

"Iya, saya merasakan getaran, juga kaca jendela bergetar," kata Didin (68) saat ditemui di rumahnya pada Minggu petang.

Tak hanya hari Minggu. warga juga mendengar dua kali suara dentuman pada Senin (1/2/2021) sekitar pukul 16.00 WIB.

"Benar saya dengar dentuman, suaranya jelegur. Saat itu sedang di dalam rumah," ungkap Yoyo (65) saat ditemui Kompas.com Senin sore.

Baca juga: Menyoal 3 Suara Dentuman di Januari 2021, Meteorit Jatuh di Lampung hingga Tanah Bergerak di Sukabumi

Sesaat setelah dentuman, ia mendengar ada suara di depan rumah dan mengira ada yang membuka pintu.

Namun saat dicek ternyata pintu rumah masih tertutup rapat.

Karena penasaran ia membuka pintu depan rumah dan terperanjat karena berangkal bebatuan yang menutup rekahan sepanjang dua meter tepat di depan rumahnya sudah lenyap.

Retakan tanah di depan rumahnya itu sudah diketahui semenjak kampung di atas ketinggian 930 meter dari permukaan laut (mdpl) diterjang bencana tanah bergerak dalam sebulan ini.

Baca juga: Tanah Bergerak di Sukabumi Bikin Resah Warga, Ini Penjelasan Awal Ahli

"Tadinya di sini berangkal bebatuan penuh menutupi rekahan ternyata sudah tidak ada, masuk semua," tutur dia sambil menunjuk ke arah rekahan dengan lebar sekitar 20 sentimeter panjang 2 meter.

Sementara itu Rahmat Ule (63) berinisiatif mengecek retakan yang merusak rumah dan tanah di kampung halaman.

"Awalnya kedalaman lubang rekahan ini sekitar 3,5 meter. Tadi mau ngecek lagi, ternyata berangkalnya sudah menghilang, masuk ke dalam bumi," kata pria yang akrab dipanggil Ule.

Baca juga: Fenomena Tanah Bergerak, Kenapa Bisa Terjadi?

Gerakan tanah terjadi di lerang

Pegawai BPBD mengecek lokasi bencana tanah bergerak di Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (26/1/2021).KOMPAS.com/BUDIYANTO Pegawai BPBD mengecek lokasi bencana tanah bergerak di Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (26/1/2021).
Sementara itu Kepala Seksi ESDM pada Dinas Perindustrian dan ESDM Kabupaten Sukabumi, Mukhsin Badrusalam menjelaskan gerakan tanah terjadi karena ada beberapa faktor, di antaranya curah hujan, tofografi , geologi dan tutupan lahan.

"Sekarang hanya mengambil data lapangan, melihat langsung rekahan-rekahan," jelas Mukhsin selesai pengecekan lapangan di lokasi bencana tanah bergerak Dusun Ciherang.

"Hasil lapangan ini nanti akan dianalisa. Berikutnya baru akan dilaporkan ke BPBD," sambung dia.

Mukhsin menuturkan kalau dilihat dari topografi, gerakan tanah ini menempati lereng.

Baca juga: Tak Cuma di Jawa, Fenomena Tanah Bergerak Juga Terjadi di Aceh

Secara geologi, batu breksi dari formasi jampang yang sudah mengalami pelapukan yang sangat kuat.

Air masuk ke tanah melalui rekahan, lalu air bertemu dengan batuan yang kuat. Keberadaan batu kuat ini sebagai medan gelincir sehingga terjadi gerakan tanah.

"Kami hanya sebatas kajian awal. Selanjutnya untuk kajian secara detail oleh Badan Geologi," tutur dia.

Baca juga: Dampak Tanah Bergerak di Kaki Gunung Baros Sukabumi, Ratusan Warga Diungsikan

Mukhsin mengimbau masyarakat agar tetap waspada saat terjadi hujan dengan intensitas cukup tinggi lebih dari dua jam untuk segera mengungsi ke tempat aman.

"Karena air hujan dapat masuk ke dalam rekahan sehingga dapat menjadi salah satu pemicu. Mengurug rekahan agar air tidak masuk ke dalam tanah," imbau dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Budiyanto | Editor : Abba Gabrillin, Aprillia Ika, Farid Assifa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com