Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan Gereja di Jambi, Sempat Disegel hingga Muncul Piagam Tebing Tinggi

Kompas.com - 02/02/2021, 16:04 WIB
Suwandi,
Farid Assifa

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Pembangunan gereja katolik Santo Yusuf di Kelurahan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjab Barat, sempat diwarnai penyegelan dan ancaman pembongkaran selama setahun terakhir.

Masyarakat setempat menilai, umat Katolik akan membangun dua gereja, sementara pemerintah menyegel keduanya karena dianggap melanggar izin mendirikan bangunan.

"Pembangunan gereja di Tebing Tinggi sudah setahun bermasalah. Sempat disegel dan mau dibongkar atau dirobohkan masyarakat karena miskomunikasi," kata Kapolres Tanjab Barat AKPB Guntur Saputro melalui sambungan telepon, Selasa (2/2/2021).

Ia mengatakan, pemerintah sempat menyegel pembangunan gereja yang belum selesai selama sekitar seminggu pada tahun ini.

Penyegelan dilakukan karena desakan masyarakat terkait pembangunan dua gereja dan pelanggaran IMB.

Untuk merawat toleransi dan menjaga perdamaian, maka masyarakat dan pihak gereja menggelar pertemuan dan muncul Piagam Tebing Tinggi.

"Dalam Piagam Tebing Tinggi, kita terinspirasi Piagam Madinah, untuk merawat toleransi dan kerukunan beragama," tegas Guntur.

Baca juga: Tak Hanya Simbol Kerukunan, Ini Fungsi Terowongan Silaturahim Masjid Istiqlal-Gereja Katedral

Setelah pertemuan itu, ada beberapa poin yang disepakati, yakni pembangunan tetap dilanjutkan dengan ukuran 15×30 meter. Kemudian gereja lama dibongkar agar tidak menimbulkan kesan ada dua gereja dalam satu lokasi.

Selanjutnya umat kristiani bersama-sama merawat toleransi dan menghormati adat istiadat masyarakat setempat.

Pasalnya jumlah umat Katolik di daerah itu hanya 55 kepala keluarga atau sekitar 200 orang. Sehingga pembangunan harus disesuaikan dengan kapasitas umat yang ada.

Guntur mendorong agar masyarakat dan umat Katolik mengedepankan persaudaraan dan kebinekaan. Piagam Tebing Tinggi diharapkan dapat hidup dan mengatur kehidupan yang penuh dengan toleransi.

Sementara itu, tokoh masyarakat, H As'ad menuturkan, persoalan muncul karena pembangunan gereja berbeda dengan permohonan awal kepada masyarakat sekitar lokasi.

Menurut As'ad, masyarakat juga tidak melarang pendirian gereja, bahkan sudah setahun umat Katolik tetap beribadah dengan aman selama pembangunan gereja ini tidak bermasalah.

Dengan adanya pembangunan gereja di tempat baru, tentu bukan renovasi gereja lama, melainkan pembangunan lagi gereja.

Makanya, kata As'ad, masyarakat khawatir dan hal ini menimbulkan persoalan. Selanjutnya setelah dibangun, ukuran gereja itu pun sangat besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com