KOMPAS.com - Bupati Selayar Basli Ali mengumpulkan semua kepala desa setelah hebohnya penjualan Pulau Lantigiang.
Menurut dia, warga tidak berhak memperjualbelikan pulau kosong itu karena kawasan tersebut masuk wilayah konservasi.
Terlebih lagi, bukti dari kepemilikan pulau tersebut dinilai tidak kuat.
Baca juga: Bupati Selayar Ungkap Pulau Lantigiang Dijual sejak Tahun 2019
Sebab, dalam kasus tersebut, diketahui bahwa surat keterangan kepemilikan pulau ditandatangani kepala dusun dan kepala desa yang lama.
Basli menegaskan, seharusnya kepala desa berkoordinasi dengan pemerintah daerah jika menemukan kasus seperti itu.
“Saya sudah kumpulkan semua kepala dusun dan kepala desa dan telah me-warning-nya. Jadi, tidak boleh lagi ada kejadian seperti ini penjualan pulau di Kabupaten Kepulauan Selayar,” jelas dia.
Para kepala desa dan kepala dusun di Kepulauan Selayar diminta tak asal menandatangani penjualan lahan.
"Jadi kita sudah imbau kepala desa jangan tanda tangan kalau ada investor yang masuk dan segera hubungi pemerintah daerah, karena ini berbahaya," ujar Basli.
Ia menegaskan, dari 132 pulau di Kabupaten Selayar, tak ada satu pun yang disewakan.
Baca juga: Sosok Perempuan Pembeli Pulau Lantigiang Seharga Rp 900 Juta, Suaminya WN Italia
Tak hanya mewanti-wanti semua kepala desa di wilayahnya, Bupati juga mencari mantan kepala desa dan dusun yang menandatangani surat penjualan Pulau Lantigian.
Pencarian juga melibatkan pihak kepolisian.
"Saya sudah suruh cari orangnya, tapi belum ditemukan di Kabupaten Kepulauan Selayar. Informasi terakhir yang saya terima, keduanya ada di Kota Makassar," ujar Basli.
Baca juga: Bupati Selayar Cari Eks Kades dan Kadus yang Teken Penjualan Pulau Lantigian: Ada di Makassar
Surat keterangan itu ditandatangani Syamsul Alam sebagai orang yang mengaku pemilik, kepala dusun Arsyad, dan kepala desa Abdullah.
Bukti surat itu ditandatangani pada 12 Januari 2015.
“Jadi surat keterangan kepemilikan tanah itu di lembaran kertas biasa bermeterai 6.000 dengan ditandatangani oleh Syamsul Alam selaku pemilik, kepala dusun yang lama dan kepala desa yang lama, dan ditandatangani dua orang saksi,” kata dia.
Baca juga: Pembeli Pulau Lantigiang Sempat Disarankan untuk Membangun di Pulau-pulau Lain
Syamsul ternyata juga pernah mengurus kepemilikan tanah itu ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Namun, pengurusan sertifikat tanah seluas 7,3 hektar di Pulau Lantigiang itu ditolak.
Sebab, BPN menilai tanah tersebut adalah tanah negara
“Jadi itu pulau itu berada di kawasan konservasi di Balai Taman Nasional Taka Bonerate. Jadi seharusnya di sana itu, Pemerintah Desa Jinato ini tidak bisa ikut memperjualbelikan pulau. Itu kan pengelolaan ada di kementerian, jadi tidak bisa diperjualbelikan,” jelas dia.
Baca juga: Pengakuan Pembeli Pulau Lantigiang: Saya Beli Tanah, Bukan Pulau dan Sudah Konsultasi Taman Nasional
Syamsul sendiri bersikeras mengaku mempunyai lahan Pulau Lantigiang.
Dia mengatakan, orangtuanya sudah tinggal pulau itu sejak puluhan tahun yang lalu.
“Jadi ini seakan-akan menganggap punya orangtua yang pernah melakukan aktivitas di pulau kosong itu. Sehingga pada tahun 2015, Syamsul Alam merasa sebagai ahli waris membuatkan surat keterangan kepemilikan yang disetujui dan disaksikan kepala dusun dan kepala desa sebelumnya yang kini tidak menjabat lagi,” jelas dia.
Kini, Polres Selayar masih mendalami kasus tersebut dengan memeriksa sejumlah saksi.
Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Makassar, Hendra Cipto | Editor : Khairina, Teuku Muhammad Valdy Arief)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.