Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita 2 Pegawai Apotek di Medan, Ditahan gara-gara Tulisan Dokter di Resep hingga Vonis Bebas

Kompas.com - 02/02/2021, 09:41 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Dua wanita pegawai apotek di Kota Medan akhirnya bisa menghirup udara bebas setelah divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Medan.

Dua wanita itu adalah Okta Rina Sari (21) warga Lingkungan 1, Kelurahan Namogajah, Kecamatan Medantuntungan dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan (23) warga Jalan Pematangpasir Gang Tapsel, Lingkungan 14, Kelurahan Tanjungmulia, Kecamatan Medandeli, Kota Medan.

"Memutuskan menjatuhkan vonis bebas atau Vrijspraak kepada terdakwa Okta Rina Sari dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan karena berdasarkan fakta-fakta di persidangan tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar pasal yang didakwakan penuntut umum. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” kata Ketua Majelis Hakim Sri Wahyuni, Rabu (27/1/2021) kemarin.

Baca juga: Gara-gara Tulisan Dokter di Resep Tak Jelas, Dua Pegawai Apotek Diseret ke Pengadilan

Vonis tersebut pun disambut baik oleh kuasa hukum kedua wanita tersebut.

"Kita apresiasi vonis hakim, majelis telah objektif melihat fakta persidangan sehingga tepat dalam mempertimbangkan dan mengambil putusan," kata Maswan Tambak yang juga Kepala Divisi Buruh dan Miskin Kota di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Senin (1/2/2021).

Dalam kasus tersebut, menurut Maswan, kedua kliennya sempat menjalani penahanan sejak 2-21 Juli 2020.

Lalu PN Medan memperpanjang masa penahanan sejak 22 Juli sampai 8 November 2020.

Akhirnya, pada 3 November-nya, kuasa hukum mengajukan penangguhan penahanan terhadap kedua terdakwa dan dikabulkan hakim sesuai Penetapan Nomor: 2258/Pid.Sus/2020/ PN Mdn.

Untuk diketahui, sejak dilaporkan ke Polrestabes Medan, penyidik tidak melakukan penahanan.

Baca juga: Terekam CCTV, Petugas Perbaikan ATM Dikeroyok 3 Orang hingga Babak Belur, Diduga Tak Bayar Parkir

 

Kronologi kasus

Sukma dan Okta bersama penasihat hukumnya usai divonis bebas di PN MedanHandout Sukma dan Okta bersama penasihat hukumnya usai divonis bebas di PN Medan

Kasus yang menimpa Okta dan Sukma itu berawal saat seorang warga bernama Yusminar membeli obat pada 6 November 2018 di Apotik Istana 1.

Yusminar diketahui membawa resep dokter di Klinik Bunda di Jalan Sisingamangaraja Nomor 17.

Saat itu kedua terdakwa belum bekerja di apotek tersebut.

Lalu, saat pembelian obat pada 3 Desember 2018, terdakwa Sukma sudah bekerja di apotek tersebut, namun tidak di bagian yang melayani pembelian obat.

Kemudian, karyawan yang melayani Yusminar ragu dengan salah satu tulisan sang dokter di resep.

Saat dihubungi, dokter tersebut tidak menjawab panggilan telepon.

Akhirnya, karena tak mau ambil resiko, karyawan tersebut mengembalikan resep.

Baca juga: Hakim Tolak Eksepsi Maria Lumowa, Sidang Dilanjutkan

Tak sadarkan diri

Setelah itu, pada 13 Desember 2018, Yusmaniar menyuruh anaknya untuk membelikan obat dengan menggunakan resep tertanggal 6 November 2018.

Namun, anak Yusminar tersebut meminta tolong temannya untuk menebus resep itu.

Saat itu, menurut Maswan, yang menerima resep dan memberikan obat adalah Endang Batubara.

Kemudian, setelah beberapa hari mengkonsumsi obat, pada 15 Desember 2018, Yusmaniar jatuh sakit dan mendapat perawatan di RS Materna.
Kemudian pada 17 Desember 2018, dilarikan ke RS Royal Prima karena Yusminar tidak sadarkan diri.

 

Dari hasil diagnosis diketahui gara-gara meminum obat Amaryl M2.

"Obat Amaryl M2 adalah obat yang diragukan karyawan apotek makanya dia menghubungi dokter untuk memastikan. Karena teleponnya gak diangkat, dia tak berani, dipulangkannya resep. Waktu ditebus lagi dan diterima Endang Batubara, obat ini diberikan. Pada 21 Desember 2018, anak korban membuat laporan polisi atas kesalahan pemberian obat dan kedua terdakwa menjadi tersangkanya," kata Maswan.

Sementara itu, terkait vonis majelis hakim, jaksa penuntut umum berencana akan mengajukan banding.

"Kalau kami sifatnya menunggu saja, kalau di-kasasi kita hadapi. Upaya hukum masih kami diskusikan untuk ganti ruginya. Kemungkinan aku bakal sikapi dinas kesehatan dan ikatan apoteker, gawat kali sistem kerja di apotek, mulai tenaga kerja sampai obat-obatannya," ungkapnya.

Baca juga: Usulan Ganjar soal Jateng di Rumah Saja, Wali Kota Solo: Tak Efektif, jika...

 

Kritik untuk dinas kesehatan

Maswan mengatakan, belajar dari kasus tersebut, Dinas Kesehatan serta ikatan apotek dan apoteker harus mengevaluasi diri.

Penggunaan tenaga kerja yang ahli di bidangnya adalah wajib, kemudian ada pengawasan intens terkait tenaga kerja serta jenis obat-obatan yang dijual apotek.

Ke depan, perlu ada regulasi yang mengatur tentang batasan usia seorang apoteker.

"Fakta di sidang itu jelas, dinas kesehatan gak tegas, terlebih lagi setelah dinas memeriksa apotek ternyata pemilik apotek masih menggunakan apoteker yang sama dalam perkara ini. Umurnya sudah 71 tahun," pungkas Maswan.

(Penulis: Kontributor Medan, Mei Leandha | Editor: Aprillia Ika)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com