Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Sakit Jantung dan Kritis Ditempatkan Satu Ruangan dengan ODGJ, Pengacara Ini Gugat RSUD Tarakan

Kompas.com - 01/02/2021, 06:27 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Khairina

Tim Redaksi

TARAKAN, KOMPAS.com – Seorang pengacara dari Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Mukhlis Ramlan, melaporkan RSUD Tarakan dengan dugaan penelantaran, malapraktik, dan kelalaian.

Saat dihubungi, Mukhlis Ramlan menuturkan, ia akan mengawal laporan tersebut sampai tuntas.

Dia tidak terima bahwa ibundanya, Megawati binti Muhammad Saleh (63), yang dalam kondisi kritis dan butuh perawatan khusus akibat sakit jantung, justru ditempatkan bersama orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di RSUD Tarakan.

‘’Orang sakit jantung dikunci satu ruangan dengan ODGJ, suhu AC dikasih di 16 derajat, remote-nya dibawa perawat dan digembok dari luar, ini pelayanan apa?’’ ujarnya emosional, Minggu (31/1/2021).

Baca juga: RS di Semarang Dilaporkan Atas Dugaan Malpraktik, Keluarga Pertanyakan Penyakit Pasien hingga Meninggal

Saat dilarikan ke RSUD Tarakan pada 8 Januari 2021, ibunda Mukhlis mengalami serangan jantung, kemudian perawatan medis sempat dilakukan dokter.

Namun, entah mengapa, keesokan harinya, tiba-tiba manajemen RSUD Tarakan memindahkannya ke bangsal Tulip yang ditempati seorang ODGJ perempuan.

Lebih mengejutkan, RSUD Tarakan memberitahukan bahwa ibundanya terpapar Covid-19 sehingga keluarga harus menjaga jarak dan memercayakan sepenuhnya kepada tenaga medis.

‘’Sampai sekarang saya minta surat keterangan Covid-19, RSUD tidak kasih, itu sudah janggal. Terus, secara logika, apa iya tiba-tiba gila sampai ditempatkan bersama ODGJ? Rekam medis di RSUD Pertamedika atau RS Angkatan Laut Tarakan, tempat biasa ibu check up, jelas menyatakan sakit jantung,’’ katanya.

Disiram air mineral oleh ODGJ

Saat ditempatkan di bangsal Tulip bersama ODGJ, keluarga hanya bisa melihat kondisi ibunda Mukhlis melalui layar monitor.

Terlihat kondisi lemah sang ibu yang hanya mampu melambaikan tangan dan pandangan sayu.

Saat itu, ODGJ tiba-tiba bangun dan menyiramkan air mineral ke tubuh ibunda Mukhlis sampai basah kuyup.

‘’Adik saya video call saya, ibu disiram empat botol air mineral ukuran 600 liter per botol, kebayang rasanya bagaimana? Orang sakit jantung, dikasih setelan AC paling dingin, disiram air, dan dikasih pakaian kurang layak? Jangan tanya gimana perasaan saya, sampai ubun-ubun emosi naik,’’ katanya.

Baca juga: Pengakuan Pembeli Pulau Lantigiang: Saya Beli Tanah, Bukan Pulau dan Sudah Konsultasi Taman Nasional

Saat Mukhlis masih berada di Jakarta, ibundanya sempat meneleponnya dan memohon segera dikeluarkan dari ruangan tersebut karena tidak tahan.

Dengan perasaan hancur lebur, Mukhlis kemudian segera memesan tiket ke Tarakan pada 10 Januari 2021 dini hari. Namun, saat ia masih di pesawat, kabar duka menghampirinya, ibundanya meninggal dunia di RSUD Tarakan sekitar pukul 04.00 Wita.

‘’Saya telepon RSUD, jangan kuburkan ibu saya, biar keluarga yang urus jenazahnya kalau memang RSUD tidak punya bukti kuat beliau terpapar Covid-19. Mau gila rasanya ibu diperlakukan begitu,’’kata Mukhlis.

Digugat malapraktik

Setelah menguburkan jenazah ibundanya, Mukhlis menenangkan diri beberapa hari sebelum mendatangi Polres Tarakan.

Ada empat aduan yang dijabarkan Mukhlis di hadapan polisi, masing masing dugaan pembunuhan sebagaimana diatur pada Pasal 338 KUHP, dugaan kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, dan penganiayaan yang mengakibatkan kematian sebagaimana tercantum dalam Pasal 359 jo Pasal 361 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 353 KUHP.

Mukhlis juga menuntut tanggung jawab Rumah Sakit sebagaimana diatur pada Pasal 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, serta mengadukan delik tanggung jawab dokter dan perawat sebagaimana diatur dalam Pasal 190 ayat (1) dan 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

‘’Saya adukan juga terkait maladministrasi ke ombudsman, anggaran pemda cukup besar, masa pelayanan seperti ini, biar nanti mereka yang lakukan penyelidikan,’’tambahnya.


Pemeriksaan sudah berjalan

Kasat Reskrim Polres Tarakan Iptu Muhammad Aldy mengatakan, laporan dari Mukhlis saat ini sudah dalam proses.

Polisi sudah memanggil sejumlah pihak RSUD Tarakan untuk dimintai keterangan,

"Kami sudah panggil lebih lima orang sebagai saksi, semua dari pihak RSUD Tarakan,’’jawabnya.

Baca juga: Menko PMK Minta RS Alokasikan Tempat Tidur 40 Persen untuk Pasien Covid-19

Aldy mengatakan, pemeriksaan memang terkesan sedikit lebih lama karena Polres menetapkan aturan harus ada rapid test antigen.

Hal ini untuk mengantisipasi penularan di lingkungan Polres Tarakan sebagaimana terjadi beberapa waktu lalu.

‘’Mohon maaf kalau terkesan lamban, kita tidak mau lagi kecolongan macam kemarin, ada saksi kasus kita undang ternyata positif Covid-19. Kita terus berproses untuk laporan Saudara Mukhlis,’’ jelasnya.

Sementara itu, Dirut RSUD Tarakan dr Hasbi belum mau memberikan komentar. Saat dihubungi, Hasbi meminta menanyakan kasusnya ke polisi.

‘’Sudah di polisi, kalau mau tahu perkembangannya, tanyakan ke polisi. Kami belum bisa berkomentar,’’jawabnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com