Public Relations Officer Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia, Mitra Suryono, mengatakan pada praktiknya, implementasi dari penanganan pengungsi adalah suatu hal yang kompleks dan membutuhkan koordinasi antara pihak Pemerintah, UNHCR, dan mitra kerja lainnya.
"Pengurangan jumlah pengungsi dalam tempat penampungan [karena kepergian pengungsi] terjadi meskipun kami telah dan secara terus menerus meningkatkan kesadaran para pengungsi akan bahaya dan risiko dari aktivitas penyelundupan dan perdagangan manusia," kata Mitra kepada BBC melalui pesan tertulis, (25/1/2021).
Baca juga: Sindikat Perdagangan Warga Rohingya Ditangkap
"Hal ini kami lakukan secara rutin melalui berbagai sesi Focus Group Discussion (FGD) dan konseling yang kami berikan bagi para pengungsi. Selain itu, kami juga memiliki team penjaga yang menangani keamanan di lokasi tinggal para pengungsi.
"Adalah penting untuk diingat, bahwa pengungsi adalah orang - orang yang meninggalkan negara asalnya untuk menghindari penganiayaan."
"Bahwa orang-orang rentan seperti mereka yang terdiri dari anak-anak, wanita dan pria, tetap berani menempuh perjalanan yang berkelanjutan, menunjukkan betapa putus asa-nya pengungsi Rohingya."
"Pengungsi Rohingya adalah etnis minoritas yang paling teraniaya di seluruh dunia, dan karenanya banyak di antara mereka yang akan selalu berupaya untuk mencari masa depan yang lebih baik bagi dirinya dan keluarga mereka," tutupnya.
Sementara itu, Iskandar, dari Geutanyo Foundation, kelompok advokasi pengungsi yang berbasis di Indonesia, mengatakan para pengungsi tersebut merupakan korban. Di antara mereka, ada yang mengalami kekerasan dalam perjalanan di kapal, yang bisa mencapai berbulan-bulan.
"Kenapa mereka kita katakan korban? Karena mereka harus mengeluarkan sejumlah uang yang kalau mereka tidak membayar, mereka tidak bisa sampai. Nah, ketika mereka belum sampai, mereka jadi bagian daripada orang yang dikorbankan," kata Iskandar via telpon, (25/1/2021).
Namun, ia mengakui bahwa Indonesia hanya merupakan tempat transit bagi banyak dari mereka.
Baca juga: Menyoal Sindikat Penyelundupan 99 Orang Rohingya di Aceh, Kapal Rusak Saat Dijemput di Tengah Laut
"Yang harus kita lindungi sebetulnya adalah mereka bagaimana memahami bahwa mereka tidak menjadi bagian daripada smugglers itu sendiri. Ini yang kita coba beri pemahaman."
"Tetapi dalam memberi pemahaman ini kan butuh hal-hal yang lebih riil karena ada pandangan-pandangan lain bahwa yang membawa mereka bisa keluar dari kamp itu dianggap pahlawan," tuturnya.
Ia mengatakan pihaknya terus berupaya memberi pedampingan kepada para pengungsi Rohingya di Aceh, agar tidak jatuh korban lagi ke tangan penyelundup.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.