WONOGIRI, KOMPAS.com- Pemerintah Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, menegaskan tetap melarang warga menggelar hajatan dan membuka tempat wisata untuk menekan penambahan kasus positif Covid-19 pada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) jilid II.
Langkah itu dinilai efektif untuk menekan laju penularan virus corona, ketimbang memberlakukan penyekatan ruas jalan dan pemadaman penerangan jalan umum.
“Maka intervensi yang tetap kami lakukan tetap melarang hajatan, pariwisata ditutup dan ruang publik kami tutup. Karena tinggal ini jurusnya dan ini jurus terakhir untuk menekan jumlah kasus Covid-19,” kata Bupati Wonogiri, Joko Sutopo yang akrab disapa Jekek kepada Kompas.com, Senin (25/1/2021).
Menurut Jekek, Wonogiri memiliki kebijakan khusus karena 58 persen warganya berada di perantauan.
Kondisi itu membuat intensitas warga keluar dan masuk tinggi.
“Dari fakta itu kami mencari penyebab tingginya intensitas keluar masuknya perantau ke Wonogiri karena masalah kultural berupa hajatan," sebut Jekek.
Untuk menahan laju intensitas keluar masuk para pemudik, Pemkab Wonogiri mengambil keputusan melarang warga hajatan yang dapat memicu pulangnya para perantau hingga menimbulkan kerumunan
“Budayanya di Wonogiri kalau ada orang punya hajatan maka perantau harus pulang. Dengan budaya itu maka berapa ribu yang pulang dari perantauan,” tutur Jekek.
Baca juga: Heboh Angin Puting Beliung di Wonogiri, Ini Penjelasan BPBD
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri, kata Jekek, klaster perjalanan sangat mendominasi penambahan jumlah kasus positif Covid-19 dalam dua bulan terakhir.
Ia mencontohkan saat terjadi penambahan 204 kasus positif baru corona, 107 di antaranya dari klaster perjalanan.
Tekan jumlah kasus
Jekek mengklaim kebijakan melarang hajatan dan menutup tempat wisata serta ruang publik terbukti ampuh menekan jumlah kasus positif Covid-19 di Kabupaten Wonogiri.
Hal itu terlihat bila dibandingkan dengan kabupaten lain di wilayah Solo Raya, penambahan kasus harian di Wonogiri relatif lebih sedikit.
“Kalau kita komparasikan dengan Sukaharjo dan Karanganyar dengan yang lain terlihat ada dampak. Maka kebijakan kami dijawab dengan angka," sebutnya.
Baca juga: Wali Kota Magelang: Izinkan Saya Perpanjang PPKM
Ia meyakini bila ruang publik dan tempat wisata tetap dibuka dan hajatan terus diperbolehkan maka kasus positif Covid-19 akan melonjak tajam.
Kondisi ini sebenarnya bisa dijadikan referensi bagi daerah lain untuk menerapkan kebijakan yang sama.
Tutup jalan tak efektif
Bagi Jekek menekan jumlah kasus positif Covid-19 dengan penyekatan ruas jalan dan pemadaman lampu peneranngan jalan umum tidak efektif.
“Mematikan PJU itu akan berisiko memicu kasus kecelakaan. Sementara kalau penyekatan akan terkendala jumlah sumber daya manusia (SDM) yang bertugas melakukan penyekatan jalan,” kata Jekek.
Menurut Jekek, penerapan penyekatan jalan dengan melarang orang luar tanpa memiliki surat bebas Covid-19 paling efektif satu hingga tiga hari. Setelah itu tidak akan berjalan lagi.
Berikan hukuman
Jekek mengusulkan agar pemerintah pusat memberikan hukuman bagi pemerintah daerah yang tidak taat dengan kebijakan pemerintah pusat dan gagal menekan kenaikkan kasus Covid-19.
Baca juga: Fokus Atasi Banjir, Pemkot Banjarmasin Belum Putuskan soal Perpanjangan PPKM
Hukuman itu dapat berbentuk pengurangan pemotongan anggaran pembangunan yang diperuntukkan bagi daerah.
“Kepatuhan dan keberhasilan itu dapat dilihat dari angka statistik jumlah kasus Covid-19 di masing-masing daerah,” kata Jekek.
Bagi Jekek bila pemerintah pusat menerapkan reward and punishment maka pemerintah daerah akan berlomba-lomba berinovasi menekan jumlah kasus Covid-19
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.