Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upah 7 Bulan Ditunggak 4 Tahun, Ratusan Buruh Samarinda Kirim Karangan Bunga ke Perusahaan

Kompas.com - 25/01/2021, 17:13 WIB
Zakarias Demon Daton,
Khairina

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Ratusan buruh Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) yang bekerja sebagai tenaga kerja bongkar muat di Terminal Peti Kemas Palaran, Samarinda, mengirim 15 karangan bunga ke PT Pelabuhan Samudera Palaran (PSP), Senin (25/1/2021).

Kiriman bunga tersebut sebagai wujud protes mereka atas upah mereka yang belum dibayar tujuh bulan terhitung sejak Maret sampai Oktober 2017.

Hingga empat tahun berjalan, gaji tersebut tak kunjung diberikan.

Sebanyak 15 karangan bunga berjejer di pintu masuk menuju kantor PT PSP di Palaran, Samarinda. PT PSP sebagai perusahaan operator Terminal Peti Kemas Palaran.

Masing-masing karangan bunga bertuliskan ungkapan hati para buruh meminta agar upah mereka segera dibayar.

Baca juga: 10 Pekerja Tambang di Tanah Bumbu Kalsel Terjebak Longsor, Evakuasi Terkendala Cuaca

Seorang buruh bernama Hamaluddin sebagai Kepala Unit 35 F menuturkan pihaknya tak bisa demostrasi di tengah pandemi untuk menghindari kerumunan massa.

Oleh karena itu, pilihan mengirim karangan bunga sebagai bentuk luapan isi hati para buruh sekaligus mengetuk pintu hati manajemen PT PSP agar segera dibayarkan.

“Sebab kami sudah menunggu lama,” ungkap Hamaluddin kepada Kompas.com saat ditemui dilokasi, Senin.

Buruh lain, Nuridi sebagai Kepala Unit 35 D menyebut pihaknya sangat berharap hasil keringat mereka segera dibayar.

"Kami ini buruh kasar perlu makan. Kami selama ini menderita, apalagi di zaman corona begini. Dalam satu bulan belum tentu kami dapat Rp 1 juta," ungkapnya.

Keluhan yang sama juga disampaikan Hambali sebagai Kepala Unit Kerja 35 A. Dia mengatakan pihaknya sudah pernah melakukan negosiasi dengan perusahaan namun tak kunjung dibayarkan.

"Mereka minta kita bawa ke ranah hukum. Di pengadilan tingkat pertama dan kedua kita juga sudah menang namun tak ada tanggapan dari PT PSP," keluhnya.

Di lokasi, awak media sudah meminta konfirmasi ke pihak PT PSP. Namun setelah hampir satu jam menunggu, awak media tak mendapat tanggapan.

"Nanti kami koordinasi sama pimpinan dulu," ungkap seorang petugas keamanan di kantor PT PSP.

Sebab gaji buruh ditangguhkan PT PSP

Kejadian bermula pada Maret 2017. Kala itu PT Pelabuhan Samudera Palaran (PSP) sebagai operator pelabuhan peti kemas di Samarinda mengeluarkan surat menangguhkan pembayaran upah buruh.

Alasan surat tersebut keluar karena ada proses hukum dugaan tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh Ketua Komura, Jafar Abdul Gaffar perihal tarif bongkar muat kontainer.

Akibat surat penangguhan tersebut, kerja bongkar muat kontainer oleh para buruh di Terminal Peti Kemas Palaran tak dibayar selama tujuh bulan dari Maret hingga Oktober 2017.

Gaffar dituding melakukan pemerasan lewat penentuan tarif yang menurut polisi memberatkan pengusaha.

Belakangan tuduhan tersebut tidak terbukti.

Hakim membebaskan Gaffar setelah dilakukan upaya peninjauan kembali di Mahkamah Agung Mei 2020.  Gaffar dinyatakan bebas murni.

“Dengan adanya putusan bebas murni terhadap Ketua Komura, maka tanpa alasan apapun PT PSP harus mencabut surat penangguhan upah dan segera membayar upah buruh selama 7 bulan itu,” ungkap Kuasa Hukum Komura, Togi Situmorang dari Kantor Hukum Situmorang, Saragih dan Patners saat dikonfirmasi terpisah.

Baca juga: Jadi Buruh Proyek, Gelandangan yang Dibina Kemensos Digaji sesuai UMP


Menurut Togi, ketentuan hukum yang mengatur tentang tarif bongkar muat pekerja Komura, telah diatur berdasarkan SK-Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut cq Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Samarinda Nomor: KU.501/I/2/KSOP.SMD-2014 pada 10 Maret 2014 Tentang Penetapan Tarif Ongkos Pelabuhan Pemuatan (OPP), Ongkos Pelabuhan Tujuan (OPT) adalah sah.

“Ketentuan tersebut telah dinyatakan sah dan benar oleh putusan pengadilan baik peradilan pidana dan atau peradilan perdata,” jelas dia.

Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi PT PSP untuk membayar gaji buruh yang ditangguhkan selama tujuh bulan tersebut.

Eko Purboyono, Legal PT PSP tak memberi respon saat dikonfirmasi Kompas.com. Ia tak membalas pesan singkat meski telah dibacanya. Panggilan telepon pun tak direspon.

Gaji buruh yang ditangguhkan sebesar Rp 18,6 miliar

Selama masa penangguhan gaji tersebut, total keseluruhan boks kontainer yang dibongkar muat para buruh berjumlah 102.120 buah.

Tarif satu boks kontainer ukuran 20 feet untuk harga bongkar muat buruh sebesar Rp 182.780.

Jika dikalikan dengan jumlah boks kontainer maka uang buruh yang masih ditangguhkan PT PSP sebanyak Rp 18,6 miliar.


“Total uang itu kami hitung pakai rata-rata tarif kontainer 20 feet. Padahal ada banyak kontainer yang ukuran 40 feet dan tarif bongkar muat lebih tinggi. Artinya uang buruh jauh lebih besar lagi, tapi kami enggak minim data,” terang Togu.

Togi melanjutkan, total buruh yang  ditangguhkan upahnya sebanyak 350 orang. Mereka terbagi dalam 10 unit kelompok kerja yang masing-masing unit terdiri 35 orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com