Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/01/2021, 10:43 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Partai Kebangkitan Bangsa Sumatera Barat angkat bicara soal viralnya sebuah video tentang dipanggilnya orangtua siswa berinisial EH karena menolak mengenakan jilbab dan menggegerkan publik sejak Kamis (21/1/2021).

Dalam video itu terjadi perdebatan antara EH dengan pihak SMKN 2 Padang yang menerapkan aturan mewajibkan seluruh siswinya mengenakan jilbab. Padahal putri Elianu Hia adalah seorang non muslim.

Insiden ini menjadi sorotan berbagai pihak, mulai Kemendikbud, KPAI, Komnas HAM dan juga para wakil rakyat di Senayan.

Ketua DPW PKB Sumatera Barat Anggia Erma Rini menilai, aturan tersebut membahayakan generasi pelajar karena sejak sekolah sudah diajarkan tidak berdaulat menjalankan keyakinan agamanya.

Baca juga: Soal Kewajiban Jilbab bagi Siswi Nonmuslim, Ketua Komisi X: Kami Prihatin atas Sikap Intoleran

Politisi yang saat ini menjadi wakil Ketua Komisi IV DPR RI ini menilai, sikap pihak sekolah yang menggunakan argumentasi bahwa hal itu adalah peraturan dan harus ditaati, tidak bisa dibenarkan.

Anggia mengaku, dalam merespons insiden SMKN 2 Padang itu, ia telah mempelajari Permendikbud 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dalam aturan yang berisi 7 pasal dan lampiran penjelasan sebanyak 13 halaman, perempuan yang juga ketua Fatayat NU ini menegaskan tidak ada aturan yang mewajibkan pemeluk agama lain mengenakan jilbab.

"Dalam pasal 4 ayat 1 aturan seragam muslimah hanya diperuntukkan bagi siswi beragama muslim. Kita mengecam kebijakan SMKN 2 Padang ini yang dapat mengganggu mental para siswa dalam mengamalkan kebinekaan sebagai warga bangsa," kata Anggia Erma Rini dalam pesan tertulis, Minggu (25/1/2021).

Meski Kepala SMKN 2 Padang sudah meminta maaf dan membebaskan siswi non muslim tidak menggunakan jilbab, Anggia meminta Kemendikbud tidak hanya melakukan penanganan di SMKN 2 Padang saja.

Ia meminta Kemendikbud tidak menjadi lembaga yang hanya berfungsi seperti pemadam kebakaran.

"Kemendikbud tidak cukup dengan imbauan apalagi hanya di satu sekolah atau satu provinsi. Kalau kita amati belakangan di berbagai tempat lain juga masih banyak terjadi insiden yang mencoreng pendidikan karena faktor SARA (suku, agama, ras dan antargolongan," tegas Anggia.

Anggia memandang, insiden yang membahayakan tercapainya tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum di UUD 1945 dan UU 20 tahun 20023 tentang Sisdiknas harus cepat disikapi oleh semua pihak.

Baca juga: Persoalan Wajib Jilbab di SMKN 2 Padang Selesai, Siswi Kembali Sekolah

Selain mencerdaskan kehidupan bangsa, ia mengingatkan bahwa tujuan pendidikan adalah menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, menjadi warga negara demokratis dan beberapa sifat luhur lainnya.

"Tidak ada dalam amanah UU yang kemudian memberi mandat lembaga pendidikan menonjolkan simbol agama tertentu untuk pemeluk agama lainnya. Semua pihak untuk bersama-sama memastikan mandat dari pendidikan nasional dijalankan dengan penuh tanggung jawab secara kolektif," pungkas Anggia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di 'Rumah' yang Sama...

Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di "Rumah" yang Sama...

Regional
Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com