Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terdampak Banjir Kalsel, Desa Dayak Meratus Rusak Diterjang Longsor, Warga: 4 Lumbung Padi Kami Rusak

Kompas.com - 23/01/2021, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

"Lima hari sebelum banjir bandang, di sana sudah hujan. Artinya tanah sudah jenuh air," kata Fakhrudin.

Baca juga: Banjir di Banjarmasin Belum Surut, Warga Masih Bertahan di Pengungsian

"Hanya saja, kalau tutupan lahan masih bagus, banjir tidak akan separah ini. Jadi memang harus diatasi secara komprehensif. Di alam tidak ada faktor tunggal, semua saling terkait.

"Pemicu terbesar banjir ini curah hujan. La Nina sekarang terjadi Januari dan Februari, itu sudah diinformasikan BMKG. Artinya semua pemangku kepentingan semestinya sudah siap," ujarnya.

Fakhrudin berkata, dalam jangka panjang, pemerintah mesti mengevaluasi semua faktor tadi. Salah satu yang terpenting, kata dia, adalah pemahaman bahwa daerah aliran sungai di bagian hulu sungai merupakan kantong air.

Karena DAS merupakan satu kesatuan ekosistem, jika kondisi hulu berubah, maka perubahan juga akan terjadi hingga hilir, kata Fakhrudin.

Baca juga: Diguyur Hujan Deras, Manado Kembali Banjir dan Longor

"Setiap tahun bencana seperti ini akan terulang jika tidak segera dilakukan terobosan. Gradasi perubahan iklim kan tidak langsung besar, sejak lama sudah terjadi," ujarnya.

"Yang paling rentan tentu orang yang tinggal di kawasan risiko besar bencana. Banjir berarti orang di daerah rendah, longsor berarti permukiman di daerah topografi tinggi.

"Yang tidak punya akses terhadap pembangunan biasanya rentan. Orang di kawasan kumuh atau orang yang rendah secara sosial-ekonomi tidak punya pilihan selain tinggal di situ. Jadi mereka rentan terdampak bencana alam," kata Fakhrudin.

Baca juga: Selama Banjir, Stok Darah di PMI Banjarmasin Menipis

Walau dapat bertahan dengan prinsip gotong-royong di antara warga Dayak Meratus, mereka tetap mengharapkan bantuan dari pemerintah.ROBBY Walau dapat bertahan dengan prinsip gotong-royong di antara warga Dayak Meratus, mereka tetap mengharapkan bantuan dari pemerintah.
Pemerintah daerah berjanji akan segera merelokasi warga Dayak Meratus yang tinggal di sekitar sungai. Proyek ini diklaim akan menjadi bagian dari tahap rekonstruksi.

"Kami akan mendata masyarakat yang tinggal di pinggir sungai. Pemerintah pusat katanya akan membantu korban yang rumahnya rusak berat dan rusak ringan," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Farid Fakhmansyah.

"Kami akan usahakan agar mereka tidak lagi berada di pinggir sungai," tuturnya.

Namun Fakhrudin menyebut program relokasi itu tidak akan berjalan tanpa hambatan. Pendekatan kepada tokoh adat menurutnya penting untuk memuluskan rencana tersebut.

Baca juga: Cegah Banjir, Pengembangan Perumahan di Kota Malang Wajib Buat Sumur Resapan

"Kami akan merangkul tokoh adat dan camat untuk menegosiasikan itu. Kami tidak ingin ada reaksi berlebihan jadi kami ingin merangkul pihak yang tepat untuk berbicara.

"Kami butuh suasana yang kondusif untuk membangun ulang," kata Farid.

Merujuk bencana alam yang pernah menerjang komunitas adat di beberapa daerah lain, relokasi memang bukan urusan sederhana.

Setelah gempa dan tsunami besar di Kepulauan Mentawai tahun 2010 misalnya, komunitas adat di sana menggugat rencana pemerintah memindahkan mereka ke "daerah yang lebih aman".

Baca juga: UPDATE Banjir Kalsel: 21 Orang Meninggal Dunia

Menurut riset riset Perkumpulan Skala--lembaga nirlaba di bidang perubahan iklim, bencana alam, dan kearifan lokal--relokasi masyarakat adat kerap terhambat karena minimnya pengakuan pemerintah terhadap hak ulayat mereka.

Dalam konteks Dayak Meratus, bukan cuma hak tenurial, status mereka sebagai masyarakat adat pun belum disahkan oleh pemerintah setempat.

Mitigasi bencana yang terkait dengan urusan tenurial masyarakat adat juga mencuat saat banjir bandang melanda pegunungan Cyclop di Jayapura, Papua, tahun 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com