Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sukacita Orangtua Bayi Kembar Siam Setelah Setahun dan 10 Jam yang Berat

Kompas.com - 22/01/2021, 07:00 WIB
Dewantoro,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Nur Rahmawati (26) dan Supono (32), warga Dusun Sei Kelapa II, Desa Tanjung Haloban, Kecamatan Bilah Hilir, Labuhanbatu, sudah lebih dari setahun tinggal di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan, Sumatera Utara.

Pasangan suami istri itu menunggu waktu yang lama supaya bayi kembar siam mereka, yakni Adam dan Aris, bisa menjalani operasi pemisahan tubuh.

Namun, hari yang dinanti akhirnya tiba. Bayi kembar siam itu menjalani operasi pemisahan.

"Terima kasih kepada para dokter. Ini yang sudah saya tunggu selama setahun," kata Nur dengan mata berkaca-kaca saat ditemui wartawan di RSUP Haji Adam Malik, Kamis (21/1/2021).

Baca juga: Cerita Tim Dokter yang Pisahkan Bayi Kembar Siam Adam dan Aris

Nur menjelaskan, dirinya mengetahui bahwa anaknya kembar siam saat kandungannya berusia 5 bulan.

Saat itu, dia disarankan untuk datang ke RSUP Haji Adam Malik.

Kemudian, pada 9 Desember 2019, Adam dan Aris lahir dengan kondisi dempet di bagian perut dan dada.

"Tahu anak saya kembar siam, saya sempat drop juga. Tapi alhamdulillah ada dokter yang membantu dan akhirnya dia lahir di sini tanggal 9 Desember 2019," kata Nur.

Baca juga: Hampir 10 Jam Dioperasi, Bayi Kembar Siam Adam dan Aris Berhasil Dipisahkan

Nur berulangkali mengucapkan terima kasih, karena kedua anaknya berhasil dipisahkan.

Meski begitu, operasi tersebut menjadi hal terberat yang dirasakan Nur dan suaminya.

Apalagi, operasi pemisahan bayi kembar siam tersebut memakan waktu hampir 10 jam.

Nur dan suaminya merasa gundah sepanjang waktu menunggu operasi yang melibatkan 50 dokter itu selesai.

"Terima kasih banyak kepada semua yang ikut serta operasi anak saya. Saya belum lihat. Terakhir ketemu saat mau operasi. Tak tenang hati (saat operasi), pengin banget ketemu," kata Nur.

 

Supono menjelaskan, sejak kelahiran kedua anaknya pada Desember 2019, dia dan istrinya tinggal di salah satu ruangan rumah sakit.

Dia sendiri hanya 2 kali sempat pulang ke rumahnya.

Selama berada di rumah sakit, otomatis Supono menganggur dan tidak bisa merawat tanaman kelapa sawitnya di kampung.

"Selama ini, biaya misalnya untuk beli pampers, makan, ya keluarga lah. Kalau bantuan terbesar ya dari rumah sakit," kata dia.

Meskipun kedua anaknya sudah berhasil dipisahkan, dia akan menunggu sampai diperbolehkan oleh rumah sakit untuk pulang ke rumahnya di Labuhanbatu.

"Kalau dibawa pulang, kami takutnya sakit satu, kena satunya lagi, malah jadi repot. Kita kan belum tahu kapan pulang. Kita tak bisa pulang kalau belum diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Kita kan pengin yang terbaik untuk anak," kata Supono.

Kondisi kembar siam

Sekretaris tim penanganan bayi kembar siam, Rizky Adriansyah menjelaskan, saat ini bukan hanya orangtua yang dibatasi.

Bahkan, tenaga kesehatan yang keluar masuk ruang perawatan Adam dan Aris juga sangat diatur sesuai dengan kepentingannya.

"Mohon maaf, ini terkait mencegah infeksi dan risiko yang lain. Tapi kita tetap monitoring, obat-obatan sesuai protokol kita tetap berikan. Informasi diberikan rutin ke orangtua," kata dokter Rizky.

Pihak dokter belum bisa memastikan kapan Adam dan Aris bisa pulang ke rumahnya.

Menurut Rizky, ada beberapa indikator sebelum dipulangkan, seperti kondisi bayi yang stabil dan kesiapan orangtua untuk merawat.

"Tentu kemampuan orangtua dijadikan penilaian kapan bayi ini dipulangkan," ujar Rizky.

Menurut Rizky, saat ini Adam dan Aris belum sadar.

Hal tersebut sengaja dilakukan hingga kondisinya stabil dan hasil screening menunjukkan tidak ada infeksi.

"Kondisi stabil dan infeksi sudah dilakukan screening hasilnya negatif semua, baru pelan-pelan kita bangunkan. Biasanya begitu prosedurnya. Sekarang beratnya 16 kilogram, bagi dua berarti 8 kilogram masing-masing. Itu normal. Lahirnya 2.640, prematur," kata Rizky.

Menurut Rizky, kelahiran kembar siam termasuk kasus yang sangat jarang, yakni 1 banding 200.000 - 300.000 kasus.

"Jadi karena kelahirannya sangat jarang, maka perlakuannya lebih istimewa. Kita pantau terus sampai besar. Itu dari sisi tumbuh kembangnya, mulai dari berjalan, belajar di sekolah," kata Rizky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com