Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sering Diserang Hama dan Kalah dengan Impor, Alasan Petani Enggan Tanam Kedelai

Kompas.com - 14/01/2021, 12:17 WIB
Markus Yuwono,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Bambang menyampaikan kedelai yang dipanen di Kalurahan Bleberan, Kapanewon Playen misalnya adalah jenis unggul, hasil silang antara kedelai Grobogan dan Malabar.

"Hasil silang dua jenis ini memunculkan varietas kedelai Dega-1," katanya

Varietas ini disebut memiliki masa tanam selama 70 hari hingga panen dan memiliki ukuran biji yang besar.

Potensi hasil yang didapat pun bisa mencapai hingga 3,1 ton per hektar lahan.

Baca juga: Singgung Soal Tahu-Tempe, Jokowi Minta Perbaikan Produksi Kedelai Lokal

Bambang berharap hasil kedelai lokal setidaknya bisa membantu mengatasi defisit kedelai impor.

Sebab saat ini harga kedelai impor sedang tinggi dan langka untuk jenis-jenis tertentu.

Menurut dia, minat petani untuk menanam kedelai masih harus ditingkatkan.

Di masa tanam pertama ini hanya tercatat 142 hektar lahan yang ditanami kedelai.

Jumlah ini sangat jauh dengan tanaman lain, khususnya padi yang mencapai 58.000 hektar.

Meski relatif kecil tapi pada saat masa tanam kedua luasan akan mengalami peningkatan.

Sesuai dengan program dari pemeritan pusat dengan target 3.000 hektar ditanam kedelai, maka setelah panen padi pada awal Februari akan ditanam seluas 1.355 hektar.

Baca juga: Wapres Minta Mentan Kembalikan Harga Kedelai Jadi Normal Lewat Operasi Pasar

Sedangkan sisanya sebanyak 1.459 hektar akan ditanam di awal Maret.

Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul, Raharjo Yuwono menjelaskan, kurang minatnya petani menanam kedelai karena ada beberapa faktor.

Di antaranya, petani juga tidak lepas dari pemeliharaan tanaman yang butuh perhatian ekstra karena rawan terserang penyakit.

Tanaman kedelai sejak ditanam hingga proses berbuah banyak diserang hama.

Misalnya saat masa tanam, bibitnya sudah mulai diincar lalat buah, kemudian saat berkembang ada potensi diserang ulat daun, polong pengerek hingga kepik polong.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com