Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Rekomendasi Bawaslu Batalkan Petahana, Putusan KPU Tasikmalaya Dinilai Cacat Hukum

Kompas.com - 12/01/2021, 19:25 WIB
Irwan Nugraha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum pasangan calon Iwan Saputra-Iip Miftahul Paoz, Daddy Hartadi menilai, KPU telah melanggar norma hukum Undang-undang Pilkada dalam membuat putusan menindaklanjuti surat rekomendasi Bawaslu yang telah menyatakan calon petahana Ade Sugianto terbukti melanggar Pasal 71 Ayat 3 dengan sanksi Pasal 71 Ayat 5 berupa pembatalan calon.

Sebelumnya, KPU Kabupaten Tasikmalaya mengumumkan hasil kajian surat rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) daerah setempat yang memutuskan bahwa calon petahana Ade Sugianto tak melanggar Pasal 71 Ayat 3 yang sanksinya Pasal 71 Ayat 5 tentang pembatalan calon, Senin (11/1/2021).

Alasannya, dalam membuat putusan itu, KPU masih menempatkan norma hukum PKPU Nomor 25 Tahun 2013. Padahal, PKPU itu dinilai bertentangan dengan UU Pilkada yang berlaku.

"PKPU itu terbit pada 2013 dan diubah pada 2014. Sementara UU Pilkada diundangkan pada 2015, yang diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2020. Harusnya payung hukum yang digunakan adalah UU, bukan PKPU," Jelas Daddy kepada wartawan di Rumah Kemuning, Selasa (12/1/2021).

Daddy menambahkan, dalam keputusannya, KPU mengklaim sudah menjalani proses klarifikasi hingga meminta keterangan saksi ahli. 

Baca juga: KPU Tasikmalaya Tolak Rekomendasi Bawaslu untuk Batalkan Petahana

Padahal, proses itu merupakan kewenangan Bawaslu. Dalam UU Pilkada, menurut dia, KPU sudah tidak lagi memiliki kewenangan dalam pelanggaran pemilihan.

Daddy menjelaskan, laporan kliennya terkait pelanggaran yang dilakukan cabup petahana sudah memenuhi norma hukum, baik secara formil maupun materil.

Laporan juga sudah diregristrasi dan ditindaklanjuti Bawaslu.

Menurut dia, Bawaslu sudah melakukan klarifikasi kepada para pihak terkait. Banyak pihak dinilai sudah diklarifikasi oleh Bawaslu, termasuk saksi ahli dan kliennya sebagai pelapor. Namun, KPU justru mengulang proses itu yang seharusnya menjadi kewenangan Bawaslu. 

"Padahal KPU tak diamanatkan melakukan hal itu dalam UU Pilkada. Rancunya, dalam putusan KPU ditampilkan juga UU Pilkada sebagai dasar hukum, tetapi menerapkan juga norma dalam PKPU Nomor 25 Tahun 2013. Padahal isi dua aturan itu bertentangan," ujar dia.

Karenanya, ia menilai putusan KPU cacat hukum karena itu harus dibatalkan secara hukum.

Daddy menjelaskan, pihaknya sudah melaporkan KPU Kabupaten Tasikmalaya ke Dewan Kohormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) tertanggal 8 Januari 2021.

Isinya mengenai tidak diterbitkannya putusan KPU tetang rekomendasi Bawaslu pada 6 Januari 2021, sebagai hari terakhir putusan. Itu sudah merupakan pelanggaran etik yang dilakukan KPU Kabupaten Tasikmalaya.

"Kita sudah laporkan itu ke DKPP pada 8 Januari. Kita tampilkan bukti juga saksi ahli kepada DKPP. Laporan itu sudah teregistrasi," kata dia.

Saat ini, pihaknya masih menunggu respons dari DKPP. Jika laporan itu memenuhi syarat, DKPP akan mengirimkan undangan persidangan. Namun, hingga saat ini belum ada laporan dari DKPP.

"Biasanya kalau tak ada kekurangan, hanya tinggal menunggu undangan DKPP. Kita masih tunggu respons DKPP," kata dia.

Sementara dengan keluarnya putusan KPU Kabupaten Tasikmalaya tertanggal 11 Januari 2021, lanjut Daddy, akan menjadi bukti tambahan sebagai bahan pengajuan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jadi tak bisa dipaksakan penerapan PKPU 25 Tahun 2013 untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu. Karena ada UU yang lebin tinggi," ungkap pengacara dari kantor Hukum NZ dan Rekan itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com