Menurut Dedi, kalau kelompok petani kecil ini kemudian tidak lagi menggunakan pupuk subsidi, yang pada akhirnya tak punya kemampuan menanam padi, maka beban negara jadi makin tinggi.
"Impor beras kita makin tinggi, dan itu mengancam devisa," tandasnya.
Kendati demikian, Dedi setuju jika pemerintah mencabut subsidi pupuk dan membiarkan harganya sesuai pasar. Namun syaratnya adalah ketika mereka panen, produksi pertaniannya dibeli pemerintah. Hal itu seperti yang dilakukan negara Thailad. Ketika padi petani dibeli, harganya dinaikkan 10 persen dari harga dasar gabah. Marjin 10 persen itulah keuntungan petani.
"Misalnya harga dasar gabah kering giling Rp 420.000 per kuintal. Tinggal nambah Rp 42.000. Sepuluh persen itulah keuntungan petani selama 3 hingga 4 bulan," ujar Dedi.
Baca juga: Pupuk Organik, Solusi Petani Hemat Biaya Produksi di Masa Pandemi
Ia menilai, metodologi ini jauh lebih menguntungkan dibanding subsidi.
"Subsidi yang terus menerus, benefitnya apa, harusnya peningkatan produksi berarti swasembada. bagus-bagus bisa ekspor, walau 2 tahun ini tak ekspor," katanya.
Selain itu, ketika subsidi pupuk dihilangkan, maka Kementerian Pertanian hingga Dinas Pertanian di daerah harus melakukan revolusi hijau.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.