Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Serukan Revolusi Hijau, Ubah Pertanian Kimia ke Organik

Kompas.com - 12/01/2021, 14:40 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi menyerukan revolusi hijau, yakni mengubah pertanian kimia ke organik. Gerakan itu dilakukan agar pemerintah tidak usah lagi mensubsidi pupuk.

Hal itu disampaikan Dedi mengomentari pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut subsidi pupuk Rp 33 triliun tidak berdampak signifikan kepada negara.

Menurut Dedi, gerakan revolusi hijau itu adalah mengubah sistem pertanian dari menggunakan pupuk kimia seperti urea, MPK dan sejenisnya, ke pupuk organik. Gerakan ini dilakukan dengan mengembangkan pangan paripurna berbasis peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan.

Baca juga: Dedi Mulyadi Minta Kementan Dorong Petani Gunakan Pupuk Organik

Dedi mengatakan, sebenarnya petani Indonesia sudah lama menggunakan sistem pertanian organik berbasis alam. Namun pada tahun 1976 hingga 1980, sistem tersebut diubah pemerintah Soeharto menjadi pertanian kimia. Akibatnya petani menjadi tergantung pada pupuk subsidi.

Selain itu, sistem irigasi berubah. Pertanian menjadi terpisah dengan peternakan, perikanan dan kehutanan. Ada mata rantai makanan yang terputus di kalangan petani.

"Ini dosa negara masa lalu. Kita harus ubah kembali. Caranya dengan revolusi hijau. Sistem pertanian dikembalikan lagi pada organik," tandas Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Selasa (12/1/2021).

"Ibaratnya kau yang memulai dan kau juga yang harus mengakhiri," kata Dedi.

Dampak pupuk subsidi

Dedi menyatakan, pidato Presiden Jokowi soal subsidi pupuk dan hasilnya pada negara merupakan sebuah evaluasi untuk semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan pertanian.

Ia menjelaskan, terkait subsidi pupuk, pihaknya memandang tentang perlindungan para petani tradisional. Para petani mengeluarkan biaya produksi mahal. Mulai dari biaya pengolahan sawah, bajak, dan tanam padi. Rata-rata biaya itu cukup mahal. Sebut saja, jasa menyangkul saja selama setengah hari adalah Rp 70.000.

Biaya produksi itu sedikit banyak terbantu oleh pupuk subsidi. Sebab, jika tidak ada subsidi pupuk, hasil panen petani akan minus.

Dedi menjelaskan, petani dengan lahan 1 hektare lebih ketika mendapat pupuk subsidi, mungkin mendapat sedikit sisa hasil panen. Ada margin dari subsidi pupuk.

Sementara kalau sawah di bawah 1 hekatere, para petani tidak menghitung biaya, tenaga dan hasil. Yang ada dalam pikiran mereka adalah untuk menyambung hidup.

"Yang penting hidup nyambung aja. Hanya untuk kebutuhan makan. Sebagian kecil dijual untuk sekolah anak dan kebutuhan mendesak lainnya," kata Dedi.

Memang, kata Dedi, dari sisi aspek ekonomi poduksi, hasil panen tersebut tidak masuk hitngan kalkulasi ekonomi.

"Tapi kalau dilihat dari sisi ketahaan pangan, ini kena," kata Dedi. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com