Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sukses Panut, Dapat Rp 50 Juta Per Bulan dari Jualan Ikan Cupang

Kompas.com - 09/01/2021, 08:30 WIB
Jaka Hendra Baittri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Seperti enam tahun belakangan, Panut Nur Fallah (24) harus bangun pagi apa pun cuacanya. Dia harus membersihkan air akuarium dan memperhatikan satu per satu makhluk di dalamnya, serta diberinya makan. Makhluk itu tak lain adalah ikan cupang.

Bisnis ikan cupang membawa banyak perubahan pada kehidupan pribadi Panut Nur Fallah, terutama dari sisi ekonomi. Omzet sekitar Rp 50 juta tak lepas setiap bulan masuk kantongnya.

Meskipun begitu, omzet sebesar itu bukannya tanpa jerih payah dicapai. Selama enam tahun Panut jatuh bangun berbisnis sekaligus mendalami seluk-beluk ikan cupang. Mulai dari cara berbisnis hingga bagaimana menjaga kesehatan ikan cupang.

Baca juga: Tren Ikan Cupang 2021, Ini Jenis yang Bakal Banyak Dicari

Pulang ke Jambi, tak ada kerjaan, pilih tekuni hobi

Semua hasil yang didapat Panut hari ini bermula pada tahun 2014. Panut sempat merantau ke Bandung dan pulang ke Jambi pada 2014. Di Bandung dia bekerja di bidang konfeksi. Saat pulang ke Jambi, dia tidak langsung dapat pekerjaan.

Belum dapat kerja dan kegiatan hanya makan tidur, Panut berinisiatif melakukan kembali hobi masa kecilnya, memelihara ikan cupang. Dia membeli beberapa dan meletakkannya di rumah.

Suatu ketika datang seorang anak kecil melihat ikan cupang milik Panut.

”Bang, ikannya dijual dak?” tanya anak itu.

Tanpa pikir panjang diiyakannya. Ikan cupang itu pun jadi yang pertama dijual seharga Rp 5.000 per ekor.

Tak lama setelah itu, si anak tadi kembali lagi membawa kawan-kawannya untuk melihat.

Beberapa dari mereka ikut membeli. Melihat kondisi ini, Panut kemudian gerak cepat langsung membeli ikan cupang hias dan mengulangi jual beli seperti itu.

Baca juga: Curi 150 Ikan Cupang Senilai Rp 20 Juta, 5 Pemuda di Pontianak Ditangkap

Breeding ikan cupang, jualan di Facebook

Hampir setahun dia melakukan jual beli itu, Panut merasa capek harus ke pasar membeli cupang. Sebab, stoknya juga kadang ada dan kadang kosong.

Lantas dia memutuskan untuk melakukan breeding atau ternak cupang sendiri.

Sementara melakukan ternak cupang, Panut mencoba peruntungan berjualan di Facebook.

Sambil berjalan itu upgrade terus dari kualitas sampai penjualan hingga akhirnya masuk ke pasar online. Dia belajar secara otodidak terkait pemeliharaan cupang dan dari sisi bisnisnya.

“Ada ngebantu juga dari Google, dari internet. Karena rasa penasaran yang kuat. Tapi sekadar teori. Kalau praktik kebanyakan dari pengalaman dan terkadang teori dari orang lain tidak cocok jadi coba cara sendiri. Kalau ada cocok dipakai,” katanya saat bertemu dengan Kompas.com pada Jumat (8/1/2021).

Baca juga: Fakta di Balik Kisah Sukses Heru Si Peternak Ikan Cupang, Untung Rp 15 Juta Per Bulan hingga Bantu Cegah DBD

 

Pembeli dari luar negeri

Lantas, pertengahan 2015 jadi titik balik Panut untuk berjualan ikan cupang secara online. “Pembeli pertama dari Singapura. Jenis ikan fancy crowntail seharga 35 dollar Singapura waktu itu dollar Singapura sekitar Rp 9.500 per 1 dollar,” katanya.

Ikan itu diantar menggunakan jasa transhipper. Jasa khusus yang mengantar dan memelihara ikan sepanjang perjalanan. Namun, Panut menggunakan jasa ini khusus ke luar negeri.

“Jadi kita bayar biaya handling-nya sampai ke tangan pembelinya,” kata Panut.

“Biaya pengirimannya waktu itu kurang lebih Rp 100.000,” katanya.

Sejak saat itu Panut sibuk menjual cupang lewat dunia maya, yaitu melalui Facebook, Instagram, dan WhatsApp.

“Sempat pakai website dulu. Cuma tidak untuk jual beli. Jadi cuma sampai 2018. Sampai sekarang fokus di tiga medsos tadi,” katanya.

Raih rata-rata Rp 50 juta per bulan

Pada tahun 2018 Panut baru merasakan keuangan dari usahanya yang stabil. Dia mengatakan, karena ini bisnis hobi, jadi tentu saja ada naik turun terkait omzet.

Namun, rata-rata omzetnya sejak saat itu tak kurang dari Rp 50 juta.

Selama enam tahun Panut menjalankan bisnis ini tidak pernah vakum. Hingga kini dia mempunyai beberapa reseller.

“Kalau yang di luar negeri ada di Malaysia. Kalau di dalam negeri ada di sekitar Jabodetabek,” katanya.

“Jadi kita setiap bulan kayak harus menuhin stok dia, jadi kita tinggal cetak-cetak, tapi tetap nyari reseller lainnya juga,” ungkapnya.

Awal pandemi bisnis ikan cupang sempat merosot tajam

Pandemi Covid-19 membuat banyak lini usaha terguncang. Termasuk bisnis cupang Partner Beta yang dimiliki Panut.

“Menukik tajam. Sempat kosong itu, tapi kita coba tetap cari cara,"”atanya.

Panut mengatakan sebelum pandemi memang sedikit mengalami kendala terkait hargajasa pengiriman yang melonjak. Persoalan itu selesai Februari, namun Maret pandemi bergolak.

“Jadinya saya fokus ke Jambi saja dulu karena risikonya besar kalau mau kirim keluar,” katanya.

Risiko ini terkait pengiriman dan mempengaruhi kualitas ikannya juga saat dikirim. Dia harus terus bergerak sebab cupang yang dimilikinya perlahan mulai besar dan harus dijual atau breeding.

Namun pada pertengahan tahun tiba-tiba ikan cupang kembali booming. “Tiba-tiba meledak. Bahkan artis pun main cupang,” kata Panut sedikit tertawa. Sebab dia merasa itu kejutan sekali.

Omzetnya kembali seperti semula. Hingga kini dia terus memperluas pasar. Dia sendiri punya beberapa saran jika ingin memulai bisnis ikan cupang.

Panut mengatakan harus punya ketelatenan dan kesabaran lebih untuk bisnis cupang. Sebab kita harus tahu bagaimana kesehatan dan cara perawatannya dan celah bisnisnya. Dia sendiri akan terus berbisnis cupang karena sudah menjalani enam tahun dan mendapatkan hasilnya.

 

Pernah jual satu ekor ikan cupang Rp 9 juta

Panut pernah menjual seekor cupang seharga Rp 9 juta. Harga tertinggi untuk satu ekor yang pernah Panut jual.

Menurutnya banyak faktor yang membuat cupang itu menjadi mahal.”Pertama warnanya lagi booming.Otomatis jarang yang punya. Jadi kesempatan juga,” katanya.

Pembeli seharga Rp 9 juta itu dari area Jakarta. Sedangkan di Jambi sendiri paling mahal Panut pernah menjual seharga Rp 2,5 juta pada tahun 2019.

“Di Jambi standar paling mahal biasanya Rp 1,3 juta,” katanya.

Dia mengatakan harga menjadi nomor dua untuk kolektor. “Kalau sudah benar-benar tahu cupang, pasti nominal nomor dua,” katanya.

Penilaian mahal tidaknya cupang ada banyak sisi. Seperti yang dikatakan sebelumnya warna, kerapatan sirip, tulang, kesehatannya dan banyak lagi.

“Jadi kita ada perhatiin tulang-tulang ikan. Itu yang kita bisa jadi patokan untuk sortir ikan,kalau kami pribadi. Terus jadi ada setiap kategori warna ada pembagian warna atau kayak proporsi warna lah, contoh kayak multicolor, dia minimal tiga warna di badan di setiap sirip, sirip atas belakang bawah,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com