Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sarjana MIPA yang Jadi Pemulung, Mengecewakan Ibu hingga Raih Kalpataru

Kompas.com - 08/01/2021, 09:47 WIB
Reni Susanti,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi


Pergolakan batin pun terjadi. Indra bertanya pada diri sendiri mengenai bagaimana tanggung jawabnya pada lingkungan sekitar.

Ia akhirnya nekat membuat keputusan ekstrem. Ia menjadi pemulung sampah di Saguling dan pinggir aliran Sungai Citarum.

Karena tak memiliki perahu, ia memulainya dengan mengambil sampah dari pinggir sungai.

“Keputusan saya ditentang oleh Ibu. Bisa dibilang, saya mengecewakan Ibu. Beliau sampai menangis, masak sarjana jadi pemulung?” ungkap Indra.

Dengan pelan-pelan, Indra memberikan pengertian kepada sang Ibu.

Ia mengatakan, jika menjadi pekerja, maka yang merasakan manfaat hanya keluarga.

Tetapi, jika mengabdikan diri pada masyarakat, maka yang merasakan manfaatnya adalah banyak orang.

“Butuh waktu 5 tahun untuk meyakinkan Ibu,” tambah dia.

Koperasi hingga sekolah alam

Lama-kelamaan, banyak orang yang mengikuti jejak Indra menjadi pemulung.

Dari pemulung biasa, Indra pun menjadi koordinator pemulung. Kemudian ia membuat mesin pencacah sampah dan tempat untuk pengolahan sampah menjadi lebih berdaya guna.

“Saat ini ada 70 pemulung yang dibina. Mereka memulung sampah di Citarum dengan menggunakan 30 perahu yang kami miliki,” ucap Ayah dari tiga orang anak ini.

Hasil yang diperoleh pemulung beragam. Musim hujan seperti sekarang, pemulung rata-rata memulung 70-150 kilogram sampah per hari.

Sampah tersebut dihargai Rp 1.300 - Rp 1.500 per kilogram.

“Pandemi corona membuat harga jual sampah turun, pendapatan pemulung terkikis 50 persen,” tambah dia.

Untuk menambah penghasilan, para pemulung bertani. Sedangkan para istri mereka mengerjakan kerajinan eceng gondok.

Ternyata, kerajinan ini sangat membantu mereka di masa pandemi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com