Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Terdampak Tol Cisumdawu Keluhkan Lambannya Pembebasan Lahan

Kompas.com - 06/01/2021, 18:43 WIB
Aam Aminullah,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

SUMEDANG, KOMPAS.com - Warga terdampak Tol Cileunyi, Sumedang, Dawuan (Cisumdawu) di wilayah Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat menilai pemerintah lamban dan abai dalam pembebasan lahan.

Kecamatan Conggeang merupakan wilayah padat penduduk yang akan dijadikan ruas Tol Cisumdawu dan berada di trase IV dan V.

Koordinator Aliansi Orang Terkena Dampak (OTD) Tol Cisumdawu Ermi Triaji mengatakan, warga menanti kejelasan untuk pembebasan lahan.

Selain itu, kata Ermi, saat ini dari rekapitulasi data yang tercantum dalam daftar nominatif dan peta bidang tanah yang diumumkan oleh Pelaksana Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu Kabupaten Sumedang, masih banyak pemilik lahan yang keberatan.

Baca juga: Pernah Buat Jokowi Marah, Tol Cisumdawu Ditarget Beroperasi Tahun Ini

 

Baik keberatan atas tanah, bangunan, dan tanaman yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan.

"Setelah pemilik bidang mengajukan keberatan, tidak ada keterangan kepada pemilik bidang apakah keberatannya diakomodasi atau tidak sampai dinilai oleh tim penilai (appraisal). Ini alasan kenapa kami menyebut pemerintah lamban dan abai," ujar Ermi kepada Kompas.com di Sumedang kota, Rabu (6/1/2021).

Ermi menuturkan, terkait hal ini warga terdampak di wilayah Kecamatan Conggeang meminta tim terkait untuk memberikan transparansi apraisal.

"Kami minta tim apraisal turun untuk menilai apa yang ada dalam daftar nominatif yang telah disetujui oleh pemilik bidang, dan menaksir ke lapangan untuk verifikasi faktual sebagai bentuk pengecekan fisik," tutur Ermi.

Baca juga: Pembebasan Lahan Tol Cisumdawu Ditargetkan Selesai Akhir Maret

Sejauh ini, kata Ermi, tim apraisal tidak bisa menunjukkan dasar hukum standar harga yang dipakai untuk menilai apakah menggunakan SK Bupati Sumedang Nomor 640/KEP.227-DPU/2014 tentang Penetapan Klasifikasi dan Harga Dasar Ganti Kerugian Bangunan di Kabupaten

Sumedang; SK Bupati Sumedang Nomor 520/Kep.198-Distan/2012 tentang Penetapan Harga Dasar Ganti Rugi Tanaman di Kabupaten Sumedang dan Standar dari PU Kabupaten Sumedang.

"Hasil sementara yang didapatkan tidak sesuai ekspektasi kami selama ini. Kami belum menerima hasil penilaian oleh tim penilai dan pemilik lahan permukiman merasa beberapa hasil penilaian tim penilai jauh dari kelayakan untuk mendapatkan rumah lagi dengan kondisi existing kami saat ini," sebut Ermi.

 

Harga tanah naik

Ermi menyebutkan, beberapa fakta terkait hal ini menunjukkan bahwa harga tanah yang menjadi tujuan kepindahan sudah naik harga

pasarnya, setelah adanya pematokan jalan tol dan munculnya beberapa hasil penilaian di desa atau kecamatan lain.

"Secara kasat mata, kami berat untuk mendapatkan rumah dengan spek dan kondisi semula di lahan yang baru nanti," sebut Ermi.

Ermi mengatakan, selama ini, tim apraisal juga tidak terbuka kepada pemilik bidang hasil perhitungan dan penaksirannya.

Di mana, pemilik bidang hanya disodorkan sejumlah nominal yang tidak tahu apakah semua yang ada dalam daftar nominatif dinilai atau tidak.

Sehingga, kata Ermi, proses penilaian memiliki kelemahan, di antaranya kurang memperhatikan dan mempertimbangkan perspektif lain. Terutama, dari sudut pandang dan kepentingan warga.

"Salah satu pertanyaan yang muncul di pikiran kami adalah dasar dan argumen dari hasil penilaian tim penilai yang menurut kami, kurang memenuhi aspek proporsionalitas," ujar Ermi.

Aspek proporsional tersebut yaitu nilai sawah produktif dengan sawah garung dinilai sama harganya per meter persegi.

Demikian juga, dengan lahan kebun dan sawah yang lebih tinggi kebun dibanding sawah kelas satu.

"Ini artinya tim apraisal kurang memperhatikan aspek produktivitas dan ekonomis dari lahan yang terkena jalan tol," tutur Ermi.

Sebab, kata Ermi, setelah dihitung, untuk variabel penilaian bangunan, rata-rata besaran nilai bangunan per meter perseginya sebesar Rp 1,6 juta hingga Rp 1,8 juta.

"Sepemahaman kami, ada regulasi nilai per meter perseginya di Sumedang ini. Yaitu Rp 2 juta hingga Rp 3 juta untuk rumah satu lantai dan Rp 4 juta hingga Rp 5 juta untuk rumah dua lantai," sebut Ermi.

Akan tetapi, kata Ermi, pada kenyataannya, hitung-hitungan riil di lapangan, pembangunan rumah di wilayah Conggeang sudah mencapai Rp 2,5 juta per meter persegi.

"Tentu hal ini akan memberatkan kami dalam membangun rumah kembali. Untuk variabel nonfisik, dimensi solatium juga kurang benar-benar bisa dihitung dengan baik," ujar Ermi.

 

Penentuan nilai tanah

Ermi menyebutkan, proses penilaian yang singkat dari tim apraisal ini yang menyebabkan kurangnya referensi penilai dalam menentukan nilai.

Termasuk di antaranya belum mengakomodasi beberapa komplain bidang luasan, setelah ada komplain luasan bidang, pemilik tidak dikonfirmasi ulang terkait objek yang dikomplainkan sudah diperbaiki atau belum.

"Kami menilai, tim apraisal tidak komunikatif dan menutup ruang dialog dengan pemilik bidang," sebut Ermi.

Ermi mengatakan, dengan mundurnya tahapan percepatan pembebasan tanah untuk Tol Cisumdawu, warga terdampak berharap ada konfirmasi dan klarifikasi atas keterlambatan tahapan pembebasan tanah, untuk meminimalisasi keresahan di tengah warga.

Untuk  kata Ermi, warga terdampak meminta konfirmasi dan klarifikasi atas status tanah di salah satu bidang.

Kemudian, menyegerakan musyawarah penetapan penggantian wajar yang belum, memprioritaskan bidang pemukiman atau perumahan dalam penanganannya, baik dalam musyawarah yang belum maupun dalam pencairannya.

"Hal ini menjadi penting karena untuk perumahan harus menyegerakan mempersiapkan tanah untuk relokasi. Baik secara perorangan maupun berkelompok," sebut Ermi.

Sementara itu sebelumnya, Kepala BPN/ATR Kabupaten Sumedang Agus Sumiarsa mengatakan alasan adanya keluhan dari warga terkait keterlambatan pembayaran lahan yang terdampak Tol Cisumdawu di Sumedang.

Penyebabnya, kata Agus, karena pembebasan lahan harus dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.

"Ini uang negara, sehingga 1 sen pun harus dipertanggungjawabkan. Kami pun tentunya ingin cepat-cepat selesai, tapi kami tentunya harus tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian, ketelitian, sehingga kita nanti tidak salah bayar, salah ukur dan sebagainya," kata Agus kepada Kompas.com di Gedung Negara Sumedang, Selasa (5/1/2020). 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com